Kamis, 22 Desember 2011

FIBROSIS KISTIK


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Obstruksi hidung menetap/kronik baik satu atau kedua sisi dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi yang mendasarinya antara lain adanya massa tumor di dalam rongga hidung. Massa tumor dapat bersifat jinak maupun ganas. Salah satu massa tumor jinak yang sering di temui di bidang THT-KL adalah adanya polip nasi di rongga hidung yang ditandai dengan massa putih, translusent atau pucat mengkilat dengan permukaan licin tak berbenjol-benjol dengan konsistensi kenyal.
Faktor penyebab terjadinya polip nasi sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti.1 Beberapa faktor predisposisi yang dihubungkan dengan polip nasi antara lain  asma, sinusitis kronik, intoleransi obat (aspirin), fibrosis kistik, alergic fungal sinusitis.
Sering kali penanganan polip nasi hanya didasarkan pada tindakan operasi pengambilan polip saja dan sedikit mengabaikan faktor prediosposisi yang mendasarinya, sehingga kemungkinan kekambuhannya dapat terjadi walaupun telah dilakukannya pengangkatan polip secara bersih.
Sebagai seorang ahli THT, tentu saja penguasaan terhadap masalah diatas menjadi penting karena salah satu faktor predisposisinya yaitu fibrosis kistik juga menyangkut bidang keahlian lain, sehingga penanganan secara menyeluruh dapat dilakukan.

1.2         Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asuhan keperawatan pada fibrosis kistik ?


1.3         Tujuan
1.        untuk mengetahui definisi dari fibrosis kistik
2.        untuk mengetahui etiologi dari fibrosis kistik
3.        untuk mengetahui manifestasi klinis dari fibrosis kistik
4.        untuk mengetahui patofisiologi dari fibrosis kistik
5.        untuk mengetahui WOC dari fibrosis kistik
6.        untuk mengetahui komplikasi dari fibrosis kistik
7.        untuk mengetahui epidemologi dari fibrosis kistik
8.        untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari fibrosis kistik
9.        untuk mengetahui penatalaksanaan dari fibrosis kistik
10.    untuk mengetahui pencegahan dari fibrosis kistik
11.    untuk mengetahui prognosis dari fibrosis kistik
12.    untuk mengetahui asuhan keperawatandari fibrosis kistik
13.    untuk mengetahui legal etis pada fibrosis kistik

1.4         Manfaat
1.        Memberikan informasi pada mahasiswa tentang fibrosis kistik serta berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.
2.        Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit fibrosis kistik.
3.        Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain yang ada kaitannya dengan penyakit fibrosis kistik.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.    Definisi   
Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yg bersifat resesis heterogen(dari ayah dan ibu keduanya harus punya) dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran fibrosis kistik (Anonymus, 2011)
Fibrosis Kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, abnormal dan akhirnya yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru. (Anonymus, 2011)
Fibrosis kistik adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. (Kris, 2008 )
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital. (Nuzulul, 2011)
Umumnya pasien-pasien dengan fibrosis kistik datang pada ahli THT karena penyakit sinonasal yang dikeluhkannya. Kemajuan perkembangan bidang THT saat ini juga menduga bahwa penyakit otitis media dan adenotonsiler dapat muncul atau merupakan komplikasi fibrosis kistik, dimana secara prevalensi dan patofisiologis sama dengan  pasien-pasien yang tanpa fibrosis kistik. Otitis media sebenarnya prevalensinya  lebih jarang terjadi pada pasien dengan fibrosis kistik dibanding pasien tanpa fibrosis kistik sehingga masih terdapat kontoversial. (Kris, 2008)

2.2     Etiologi
Fibrosis kistik merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal. Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya fibrosis kistik telah diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator glycoprotein (CFTR gene) yang terletak pada lengan panjang kromosom no 7 (Irman, 2009).


















                                                    
2.3     Manifestasi Klinis
1.        Pada saat lahir, fungsi paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru terjadi beberapa waktu kemudian.
Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan.
(Anonymus, 2011)
2.        Hampir sekitar 90-100% pasien menunjukan penyakit sinus secara radiologis. Frekwensi polip nasi pada pasien-pasien F fibrosis kistik bervariasi antara 6-67%. Gejala klinis sinusitis yang ditandai dengan nyeri, discharge, demam atau postnasal drip, hanya ditemukan sekitar 10% pada pasien-pasien dengan fibrosis kistik. Hampir semua pasien-pasien fibrosis kistik yang menunjukkan bukti kelainan secara radiologis malahan tidak menunjukan gejala klinis. Fenomena ini mungkin mewakili kondisi sesungguhnya dari stadium asimtomatis, atau ini diduga merupakan kondisi kronik perjalanan penyakitnya dimana pasien telah beradaptasi dengan gejala sinusitisnya. (kris, 2008)
2.3.1        Gejala klinis pasien yang dicurigai fibrosis kistik menurut Brihaye (Kris, 2008) :
a.         Obstruksi hidung
b.        Nasal discharge yang makin memburuk
c.         Nyeri wajah
d.        Batuk yang makin memburuk
e.         Demam
Selain gejala klinis diatas, juga perlu ditelusuri status kesehatan parunya mengingat (Kris, 2008) :
1.      Sinusitis kronik sering dikaitkan dengan infeksi bakteri endobronkia dan juga menimbulkan dampak penyakit pulmo berulang (reactivity) dan kekronisan dari penyakit saluran sinobronkial.
2.      Penurunan kemampuan fisik juga berkorelasi dengan eksaserbasi akut sinusitis atau memburuknya kondisi kronik penyakit paru.












2.4     Patofisiologi
Fibrosis kistik merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7. Mutasi geb ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai asam ammino 508 yang dikenal sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CF T R)
Protein CF T R merupakan rantai asam amino yang berfungsi sebagai saluran Cl- diatur AMP siklik. Proses pembentukan CF T R seluruhnya ditemukan pada membran plasma epitel normal. Mutasi DF 508 menyebabkan proses yang tidak benar dan pemecahan protein CF T R intraseluler sehingga tidak ditemukannya protein CF T R pada lokasi selluler.
Disfungsi epitel adalah epitel yang dirusak oleh fibrosis kistik memperlihatkan fungsi yang berbeda, misalnya bersifat volume sekretoris atau pankreas dan bersifat garam absorbsi tetapi tidak volime absorbsi atau saluran keringat dmana pada kelenjar keringat konsentrasi Na+ dan Cl- yang disekresikan tinggi.
Pada paru manusia, sekret yang tebal dan lengket menyumbat saluran nafas distal dan kelenjar submukosa sehingga menutupi permukaan saluran nafas dan sekret yang tebal dan kental ini adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman patogen yang tidak mudah untuk dieradikasi seprtipseudomonas aureginosa, staphy lococcus aureus dan lain-lain, sehingga terjadi infiltrasi banyak neutrofil. (Kris, 2008)




2.6       Komplikasi
1.        Pneumotoraks (Anonymus, 2011)
2.        Batuk darah (Anonymus, 2011)
3.        Gagal jantung (Anonymus, 2011)
4.        Pneumonia berulang. Infeksi merupakan masalah yang utama. Bronkitis berulang dan pneumonia secara perlahan akan menghancurkan paru-paru. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan paru-paru dan gagal jantung. (Anonymus, 2011)
5.        Kegagalan pernafasan kronis (Anonymus, 2011)
6.        Penyakit hati. Penyumbatan saluran empedu oleh sekret yang kental bisa menyebabkan peradangan hati dan akhirnya terjadi sirosis.
Sirosis bisa menyebabkan kenaikan tekanan di dalam vena yang menuju ke hati (hipertensi portal), sehingga terjadi pelebaran vena di kerongkongan bagian bawah (varises esofagealis). Vena yang abnormal ini bisa mengalami perdarahan hebat. (Anonymus, 2011)
7.        Diabetes mellitus. Sekitar 2-3% penderita mengalami diabetes yang tergantung kepada insulin karena pada pankreas terdapat jaringan parut yang menyebabkan pankreas tidak dapat lagi menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai. (Anonymus, 2011)
8.        Osteoporosis dan artritis. (Anonymus, 2011)
9.        Penderita seringkali mengalami gangguan fungsi reproduksi.
Sekitar 98% pria dewasa mengalami kemandulan. Mereka tidak menghasilkan sperma atau hanya menghasilkan sedikit sperma karena vas deferens terbentuk secara tidak normal
Pada wanita, sekret leher rahimnya sangat kental sehingga kesuburannya menurun. Penderita wanita yang hamil sangat peka terhadap komplikasi kehamilan. (Anonymus, 2011)
10.    Jika penderta banyak mengeluarkan keringat karena cuaca panas atau karena demam, bisa terjadi dehidrasi karena meningkatnya pembuangan air dan garam. Pada keringat penderita bisa terlihat butir-butir garam dan keringatnya terasa asin. (Anonymus, 2011)

2.7     Epidemilogi
Dari data statistik di Amerika, frekwensi angka kejadian fibrosis kistik terbanyak pada ras kulit putih sekitar 1 per 3500 kelahiran hidup, sedang ras negro berkisar 1 per 17000 kelahiran hidup. Secara internasional insiden bervariasi antara 1 per 377 perkelahiran hidup di Inggris sampai dengan 1 per 90000 perkelahiran hidup di Asia. Tidak ada predileksi angka kejadian ini antara pria dan wanita. (Kris, 2008)
Mortalitas dan mordibitas angka survival secara median bervariasi antara negara satu dan negara yang lain. Data tertinggi didapatkan di Amerika dan Kanada yaitu antara usia 28 dan 32 tahun, sedang angka median survival umur penderita di Amerika latin  adalah 6 tahun. Penyebab kematian  umumnya adalah kegagalan sistem pernafasan dan cor pulmonale. (Kris, 2008)
Dengan pengobatan dan tindakan pembedahan yang berkembang, data statistik diatas sudah mulai bergeser. Saat ini penderita dengan fibrosis kistik di Amerika dapat bertahan hidup lebih dari 40 tahun. (Kris, 2008)
Diagnosis dapat ditegakkan rata-rata pada usia 6 – 8 bulan. Pasien dengan fibrosis kistik dua per tiganya dapat didiagnosis pada usia satu tahun. (Kris, 2008)




2.8     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis FK antara lain :
2.8.1   Pemeriksaan laboratorium
a.   Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) : (Kris, 2008)
1.       Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat dengan metoda iontophoresis pilocarpine.
2.       Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas merupakan khas diagnostik. Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah 30 mEq/L.
3.       Nilai antara 30 – 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers, dan tidak dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini (SCT).
b.   Test Prenatal : (Kris, 2008)
1.       Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik (chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu.
2.       Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis KF yang akan diterminasi kehamilannya. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan KF sekarang telah meningkat.
c.   Test genetika (Kris, 2008)
1.       Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan sampai 95%. Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwaya keluarga dengan KF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum (artikel NIH Consensus Stetment, 1999)

d.   Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.

2.8.2   Pemeriksaan radiologis CT scan (Kris, 2008)
Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa kontras. Umumnya pasien dengan KF memberiksan hasil :
a.    Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada daerah meatus media, serta demineralisasi prosesus unsinatus.
b.    Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral hidung disertai gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat hampir pada 12% pasien dan merupakan stadium mucucelelike yang harus segera ditangani dengan pembedahan
c.   Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan hipoplasia dari sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan sinus frontalis.14 Pasien-pasien adolesen dengan KF sering didapatkan tidak terbentuknya sinus frontalis pada gambaran CT scannya.

2.8.3   Pemeriksaan Kultur (Kris, 2008)
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien FK untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas.
a.    Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila dan tak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum. Dari penelitian organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien-pasien dengan FK adalah pseudomonas (65%), haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%) dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%). Sensitivitas terapi organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada pasien-pasien FK dibanding dengan yang nonFK, kecuali pada kuman pseudomonas.
b.    Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa FK kuman penyebabnya umumnya terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.

2.9     Penatalaksanaan
Penatalaksaan fibrosis kistik meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
2.9.1 Medikamentosa (Kris, 2008)
Pasien fibrosis kistik mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) mungkin dapat meredakan gejala klinis yang ada.
Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang  sebaiknya dilakukan rutin pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan mucociliary clearance secara kronik        . Irigasi menggunakan saline bertujuan menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena walau tujuan pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap kerusakan mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik antipseudomonal seperti tobramycin sebagai tambahan dalam irigasi rongga hidung dan dilaporkan berhasil menurunkan kolonisasi bakteri pseudomonas.
2.9.2 Pembedahan (Kris, 2008)
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, bagaimanapun juga pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien FK karena bahaya-bahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
a.       Indikasi pembedahan pada pasien FK menurut Nishioka (Kris, 2008) :
1.      Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa penonjolan ke medial dinding lateral hidung.
2.      Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa disertai gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena tingginya prevalensi mucocelelike formations.
3.      Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi penyakit sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan aktifitas fisik serta kegagalan terapi medikamentosa.
4.      Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain adanya FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5.      Tak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa adekuat.

b.      Kontraindikasi dilakukan pembedahan (Kris, 2008) :
1.      Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2.      Pasien dengan FK sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak disuplement akan beresiko perdarahan18, yang ditandai dengan pemanjangan masa prothrombin time(PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan.
3.      Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien FK khususnya anak-anak sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan CT scan coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya. Abnormalitas anatomis ini menjadikan pembedahan harus lebih berhati-hati.
c.       Pertimbangan-pertimbangan penting lainnya dalam prosedur pembedahah (Kris, 2008) :
1.      Jika mungkin pembedahan dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam untuk menghindari masalah respirasi (respiratory compromise) yang tentu saja durasi operasi ini bergantung dari luasnya penyakit, banyaknya kehilangan darah, metoda/prosedur pembedahan dan pengalaman ahli bedahnya. Prinsip utama yang tetap harus dipegang adalah seaman dan semaksimal mungkin menghindari komplikasi.
2.      Angkat polip sebersih dan seaman mungkin sambil mengingat kemungkinan terjadi kekambuhan. Prosedur ini secara umum ditujukan untuk perbaikan (improvement) tidak untuk penyembuhan (cure). Tinggalkan residual polips jika landmarks adekuat tidak memungkinkan.
3.      Penggunaan pembedahan sinus endoskopik canggih menggunakan microdebrider sangat memudahkan dalam pengangkatan jaringan patologis (polips) lebih bersih dan akurat karna visualisasi lebih baik. Teknik ini telah mulai banyak dilakukan oleh para ahli bedah.
4.      Dari beberapa penelitian polipektomi dikombinasi dengan prosedur drainase sinus angka kekambuhan dan periode bebas gejala menjadi lebih lama
d.      Perawatan pasca operasi juga sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan penatalaksanaan (Kris, 2008) :
1.      Pasien dirawat dirumah sakit sampai fungsi parunya benar-benar adekuat (dievaluasi minimal 1 malam)
2.      Lakukan irigasi rutin (aggresively) menggunakan normal saline atau hypertonic sodium chloride solution
3.      Pencucian/irigasi pasca operasi mencegah terbentuknya sinekia. Khusus pasien-pasien anak yang tidak dapat dilakukan irigasi dapat dilakukan 2-3 minggu kemudian di ruang operasi.

2.10   Pencegahan
Konsumsi makanan yang baik, aktivitas fisik, serta dukungan psikis dan sosial. Makanan sebaiknya mengandung kalori dan protein yang cukup agar pertumbuhan penderita tetap berlangsung normal. Penderita harus mengonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih banyak karena mereka umumnya tidak dapat menyerap lemak dengan baik. Mencegah perkawinan dengan penderita fibrosiskistik (Anonymus, 2011)

2.11     Prognosis
Beratnya penyakit pada setiap penderita berlainan dan tergantung kepada luasnya daerah paru-paru yang terkena.  Penurunan fungsi paru-paru tidak dapat dihindari, dan bisa menyebabkan kelemahan bahkan kematian. (Anonymus, 2011)
Penderita biasanya meninggal karena kegagalan pernafasan setelah terjadinya penurunan fungsi paru-paru selama bertahun-tahun.
Sejumlah kecil penderita meninggal karena penyakit hati, perdarahan ke dalam saluran udara atau komplikasi dari pembedahan. (Anonymus, 2011)
Sekitar 50% dari anak-anak yang menderita fibrosis kistik, mampu bertahan hidup sampai umur 20 tahun, dan 20-25% sampai lebih dari 35 tahun. (Anonymus, 2011)
Angka harapan hidup yang lebih baik ditemukan pada (Anonymus, 2011) :
1.        penderita pria
2.        penderita yang tidak mengalami gangguan pankreas
3.        penderita yang gejala awalnya terbatas pada sistem pencernaan.

2.12     Legal Etis
Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :
a.    Otonomi (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.
b.    Beneficience (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.

c.    Justice (perlakuan adil)
Perawat hendaknya mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.

d.    Non maleficience (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.

e.    Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.

f.      Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.

g.     Moral right
Hak-hak klien harus dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri.

Pada pasien dengan fibrosis kistik dilakukan fisioterapi dada, yaitu dengan :
1.        Postural drainase
2.        Clapping/perkusi
3.        Vibrating



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.       Pengkajian
3.1.1 Pemeriksaan Fisik
Hampir selurah pasien telah didiagnosis FK saat datang ke ahli THT dan disarankan untuk dilakukannya pembedahan sinus. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan pada daerah hidung dan sinus-sinus paranasal untuk mengetahui kondisi yang tak terpantau lainnya yang mungkin menyebabkan kekambuhan dari penyakit sinus paranasal antara lain :
a.       Evaluasi daerah wajah untuk mengetahui perluasan polip di daerah hidung, terkadang polip dapat keluar dari rongga hidung.
b.      Dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, pembesaran konka, discharge purulen dan polip nasi mengkin dapat terlihat.
c.       Evaluasi endoskopi mungkin menunjukan terjadinya obstruksi  saluran nafas dan ostium sinus karna polip. Discharge purulen dan penonjolan prosesus unsinatus mungkin juga terlihat saat endoskopi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas.
d.      Pemeriksaan nasofaring juga harus dilakukan. Hipertrofi adenoid mungkin terdapat pada pasien anak-anak yang menyebabkan sumbatan hidung.
3.1.2  Riwayat Kesehatan dan Gejala Klinis Penyakit
Dalam menegakkan diagnosis FK, penelusuran riwayat keluhan sinonasal  secara teliti sangat memegang peranan penting karena pengambilan keputusan terapi bergantung dari informasi yang didapat.
a.       Hampir sekitar 90-100% pasien menunjukan penyakit sinus secara radiologis. Frekwensi polip nasi pada pasien-pasien FK bervariasi antara 6-67%. Gejala klinis sinusitis yang ditandai dengan nyeri, discharge, demam atau postnasal drip, hanya ditemukan sekitar 10% pada pasien-pasien dengan FK. Hampir semua pasien-pasien FK yang menunjukkan bukti kelainan secara radiologis malahan tidak menunjukan gejala klinis. Fenomena ini mungkin mewakili kondisi sesungguhnya dari stadium asimtomatis, atau ini diduga merupakan kondisi kronik perjalanan penyakitnya dimana pasien telah beradaptasi dengan gejala sinusitisnya.
b.      Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, keakuratan penelusuran riwayat penyakit merupakan hal terpenting dibanding evaluasi secara radiologis untuk memutuskan pengelolaan pasien FK.
c.       Gejala klinis pasien yang dicurigai FK menurut Brihaya :
d.      Obstruksi hidung
1.      Nasal discharge yang makin memburuk
2.      Nyeri wajah
3.      Batuk yang makin memburuk
4.      Demam
e.       Selain gejala klinis diatas, juga perlu ditelusuri status kesehatan parunya mengingat :
1.      Sinusitis kronik sering dikaitkan dengan infeksi bakteri endobronkial dan juga menimbulkan dampak penyakit pulmo berulang (reactivity) dan kekronisan dari penyakit saluran sinobronkial.
2.      Penurunan kemampuan fisik juga berkorelasi dengan eksaserbasi akut sinusitis atau memburuknya kondisi kronik penyakit paru.

3.1.3 Observasi adanya manifestasi klinis fibrosis kistik berikut:
a.       Ileus Mekonium (bayi aru lahir)
b.      Distensi abdomen
c.       Muntah
d.      Gagal mengeluarkan feses
e.       Perkembangan dehidrasi yang cepat
f.        Gastrointestinal
g.       Feses besar, banyak, encer, berbusa dan menyengat
h.       Nafsu makan sangat besar (pada awal sakit)
i.         Hilang nafsu makan (sakit lanjut)
j.        Penurunan berat badan
k.      Penyusutan jaringan yang nyata
l.         Gagal tumbuh
m.     Distensi abdomen
n.       Ekstremitas kurus
o.      Kulit mengkilat
p.      Bukti defisiensi vitamin larut lemak (A, D, E, K)
q.      Pulmonal
r.        Anemia
s.       Manifestasi Awal:
1.      Pernapasan mengi
2.      Batuk kering dan nonproduktif
t.        Manifestasi lanjutan:
1.      Peningkatan dispnea
2.      Batuk proksisimal
3.      Bukti emfisema obsturktif dan area bercak dari atelektasis

3.2.       Diagnosa Keperawatan
1.        Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
2.        Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
3.        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah
4.        Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien, kehilangan nafsu makan (penyakit tahap lanjut)
5.        Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya mukus sebagai media pertumbuhan organism

3.3.       Rencana Intervensi
3.3.1        Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
a.       Tujuan                       : bersihan jalan nafas efektif, tidak ada sekret/mucus
b.      Kriteria Hasil :
1.    Menunjukan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru.

INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.    Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur





2.    Kaji kepatenan jalan nafas








3.    Evaluasi gerakan dada dan auskultasi untuk bunyi nafas bilateral


KOLABORASI
1.    berikan fisioterapi dada sesuai indikasi, contoh drainase postural, perkusi

2.    berikan bronkodilator IV dan aerosol sesuai indikasi, contoh aminophilin, metaproterenol sulfat (Alupent)

3.    bantu bronkoskopi serat optic, bila diindikasikan

1.     Peninggia kepala tempat tidur mempermudah ungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.

2.     Obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi secret, perlengketan mukosa, perdarahan, spasme bronkus, dan/atau masalah dengan posisi trakeotomi/selang endotrakeal

3.     Gerakan dada simetris dengan bunyi nafas melalui area paru menunjukkan letak selang tepat/tidak menutupi jalan nafas.

1.  Meningkatkan ventilasi pada semua segmen paru dan alat drainase secret

2.  Meningkatkan ventilasi dan membuang secret dengan relaksasi otot halus/spasme bronkus

3.  Dapat dilakukan untuk membuang secret/perlengketan mukosa

3.3.2        Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
a.    Tujuan             : Mempertahankan oksigenasi atau ventilasi adekuat
b.    Kriteria hasil     :
a.    Pasien memperlihatkan frekuensi napas efektif
b.    Bebas dari distress pernapasan
c.    GDA dalam rentang normal. (PH [,35-,45], PaCO2 [35-45 mmHG], PaO2 [80-95 mmHg], Saturasi O2 [95-99%], HCO3- [22-26 mEq/L])

INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.    Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan



2.    Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nfas bibir sesuai kebutuhan/ toleransi individu

3.    Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara/atau bunyi tambahan



4.    Palpasi fremitus



KOLABORASI
1.    Berikan oksigen dengan metode tepat

1.      Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit

2.    Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas


3.    Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udar atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ bertahannya secret

4.    Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairn atau udaraa terjebak


1. Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas. Oksigen biasanya diberikan dengan kanula nasal pada obstrksi paru sebagian





3.3.3        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah
a.         Tujuan                      :
1.      Menormalkan volume cairan dalam tubuh kembali normal
b.        Criteria hasil :
1.         Tekanan darah 120/80 mmHg
2.         Kecepatan nadi normal (60/100 x menit)

INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.     Awasi tanda vital, mis : TD frkuensi jantung, nadi



2.     Ukur/hitung masukan,  pengeluaran dan keseimbangan cairan. Catat pengeluaran yang tidak tampak

3.     Timbang berat badan tiap hari

KOLABORASI
1.      Berikan cairan IV dalam observasi ketat/dengan alat control sesuai indikasi

1.     Kekurangan/perpindahan cairan meningkatkan frekuensi jntung, menurunkan TD, dan mengurangi volume nadi

2.     Memberikan informasi tentang status cairan umum. Kecenderungan cairan negative dapat menurunkan terjadinya efisit

3.     Perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air tubuh otal


1.    Memperbaiki/mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotic

3.3.4        Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien, kehilangan nafsu makan (penyakit tahap lanjut)
a.       Tujuan                       :
1.      Meningkatkan nafsu makan pasien
b.      Criteria hasil  :
1.      menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
INTERVENSI
RASIONAL
1.     identifikasi factor yang menimbulkan mual dan muntah, misal : sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri

2.     berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin


3.     jadwalkan pengobatan prnafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan

4.     auskultasi bunyi usus



5.     beri makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan/atau makanan yang menarik untk pasien
1.    pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah




2.    menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari linkungan pasien dan dapat menurunkan mual

3.    menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

4.    bunyi usus mungkin menurun/tidak ada bila proses infeksi berat/memanjang.

5.    Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafu makan mungkin lambat untuk kembali


3.3.5        Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya mukus sebagai media pertumbuhan organism
a.       Tujuan                       :
1.      Mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan karena infeksi
b.      Criteria Hasil :
1.      Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
2.      Menurunnya risiko infeksi

INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.    Tunjukkan/dorong teknik mencuci tangan yang baik


2.    Awasi suhu


3.    Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukkan cairan adekuat


4.    Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tiu dan sputum

5.    Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat



KOLABORASI
1.    Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman Gram, kultur/sensitivitas

2.    Berikan antibiotik sesuai indikasi

1.     Efektif berarti menurunkan penyebaran/tambahan infeksi

2.    Demam dapat terjadi karena infeks dan/atau dehidrasi

3.    Aktivitas ini menunjukkan mobilisasi dan pengeluaran secret untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi paru

4.    Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan


5.    Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi


1.    Dilakukan untuk mengidentifikasi organism penyebab da kerentanan terhadap berbagai antimicrobial

2.    Dapat diberikan untuk organism khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau berikan secara profilaktik karena risiko tinggi

1.4         Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

1.5         Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai, Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)


BAB 4
PENUTUP

4.1     Kesimpulan
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7.
Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate pulmoner. Sebagian besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya mucus. Gejala umumnya seperti batuk persisten yang disertai sputum, batuk dari efek bronkitis dan pneumonia.
Pemeriksaan diagnosyik pada kasus cystic fibrosis meliputi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis CT scan, dan pemeriksaan kultur.
penatalaksanaan untuk mengatasi cystic fibrosihan yaitu medikamentosa dan pembedahan. Asuhan keperawatan untuk kasus ini meliputi tahap asuhan keperawatan pada umumnya.

4.2     Saran
Bagi masyarakat yang menemui gejala – gejala yang tertulis di atas segera lapor ke pelayanan kesehatan terdekat sebagai upaya penangan lebih dini dan  pencegahan komplikasi.



DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito. 2008. Cystic Fibrosis. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+Cystic+Fibrosis&dn=20081209064030 [diakses tanggal 17 Desember 2011 pukul 19 : 23]
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Hs3s. 2010. .Yang Menarik dari Fibrosis Kistik. http://hs3s.multiply.com/journal/item/291/Yang_Mmenarik_Dari_Fibrosis_Kistik diakses tanggal 17 Desember 2011 pukul 19 : 45
Murray, L Nicole. 2010. Cystic Fibrosis. http://www.emedicine.com/ent/topic515.htm  [diakses tanggal 17 Desember 2011 pukul 19 : 30]
Medicastore. 2011. Penyakit Fibrosis Kistik. http://medicastore.com/penyakit/146/Fibrosis_Kistik.html diakses tanggal 17 Desember 2011 pukul 19 : 26
Kris, Dr. 2008. Fibrosis Kistik. http://thtkl.wordpress.com/2008/10/18/fibrosis-kistik/ diakses tanggal 17 Desember 2011 pukul 20 : 00
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

2 komentar:

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)