Jumat, 20 Juli 2012

KOLELITIASIS



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

     Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
            Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
            Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi.Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
                              Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
1.2    Rumusan Masalah

1.1.1    Apa pengertian dari kolelitiasis?
1.1.2    Etiologi darikolelitiasis?
1.1.3    Apa tanda dan gejala dari kolelitiasis?
1.1.4    Patofisiologi darikolelitiasis?
1.1.5    Bagaimana Klasifikasi darikolelitiasis?
1.1.6    Bagaimana insiden terjadinya kolelitiasis?
1.1.7    Bagaimana penatalaksanaan yang tepat penderitakolelitiasis?
1.1.8    Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada kolelitiasis ?

1.3    Tujuan

1.3.1   Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Sistem Pencernaan yang berupa makalah tentang kolelitiasis.
1.3.2  Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui pengertian darikolelitiasis.
b.      Untuk mengetahui penyebab darikolelitiasis.
c.       Untuk mengetahui tanda dan gejala dari kolelitiasis.
d.      Untuk mengetahui Patofisiologi darikolelitiasis.
e.       Untuk mengetahui Klasifikasi dari kolelitiasis.
f.       Untuk mengetahui Insiden terjadinya kolelitiasis.
g.      Untuk mengetahui tatalaksana yang tepat padakolelitiasis.

1.4    Manfaat Penulisan

1.4.1   Bagi institusi :
Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan
1.4.2   Bagi pembaca :
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda gejala, serta tatalaksana dari kolelitiasis tersebut.
1.4.3   Bagi penulis :
Terpenuhinya tugas sistem pencernan yang berupa makalah kolelitiasis.
BAB 2
ISI

2.1.   Anatomi dan Fisiologi

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus
2.2.   Definisi

Batu Empedu(kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C. Long, 1996 )
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).

2.3.  Etiologi
2.3.1.      Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
2.3.2.      Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
2.3.3.      Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
2.3.4.      Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.
2.4.   Klasifikasi
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
2.4.1   Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
     Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
a.       Infeksi kandung empedu
b.      Usia yang bertambah
c.       Obesitas
d.      Kurang makan sayur
e.       Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2.4.2    Batu pigmen empedu , ada dua macam;
a.    Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
b.    Batu pigmen coklat  :  bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
2.4.3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.

2.5     Manifestasi Klinik

a)    Batu empedudapat mengalami2 jenis gejala :
1. Gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri.
2. Gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batuempedu.
b)      Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis
GEJALA AKUT
GEJALA KRONIS
TANDA :
1.      Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme
2.      Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas
3.      Kandung empedu membesar  dan nyeri
4.      Ikterus ringan
TANDA:
1.      Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
2.      Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
GEJALA:
1.      Rasa nyeri (kolik empedu) yang
Menetap
2.      Mual dan muntah                   
3.      Febris (38,5°°C)

GEJALA:
1.      Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan
2.      Nausea dan muntah
3.      Intoleransi dengan makanan berlemak
4.      Flatulensi
5.      Eruktasi (bersendawa)

1. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
                        Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi & akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung/bahu kanan ; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
3. Perubahan Warna Urin & Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat (clay-colored).
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E & K yang larut dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

2.6  Pathofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
(1) pembentukan empedu yang supersaturasi,
(2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan
(3)berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakankeadaan yanglitogenik.Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.




2.8  Pemeriksaan Penunjang
2.8.1   Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.
2.8.2  Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.
2.8.3  ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi
2.8.4 Kolangiografi Transhepatik Perkutan.
 Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu relatif besar, maka semua komponen  pada sistem bilier tersebut, yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. 
2.8.5Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi.
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier. Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi.
2.8.6 Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik)
menunjukkan adanya batu di sistim billiar.

2.9  Penatalaksanaan
2.9.1 Therapi Konservatif
a.    Pendukung diit : Cairan rendah lemak
b.   Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
c.      Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala Penyakit
d.   Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
e.    Istirahat
2.9.2 Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
2.9.3. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
                        2.9.4.Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen.Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik.Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral.
2.9.5. Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi.Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.





BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.   Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1)      Identitas klien
            meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Identitas penanggung jawab
               identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b.      Riwayat Kesehatan
1)      Keluhan utama
merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
2)      Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3)      Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya.
4)      Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1.      Aktivitas dan istirahat:
a.       subyektif : kelemahan
b.      Obyektif  : kelelahan
2.      Sirkulasi :
a.       Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3.      Eliminasi :
a.       Subyektif : Perubahan pada warna urine dan feces
b.      Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4.      Makan / minum (cairan)
a.       Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
b.      Obyektif :
Kegemukan.
Kehilangan berat badan (kurus).
5.      Nyeri/ Kenyamanan :
a.       Subyektif :
Nyeri abdomen menjalar  ke punggung sampai ke bahu.
Nyeri apigastrium setelah makan.
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
b.      Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6.      Respirasi :
a.       Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7.      Keamanan :
a.       Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8.      Belajar mengajar :
a. Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah.

3.2.Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2.  Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah, distensi, dan  hipermortilitas gaster.
3.      Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah
4.      Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah sakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
5.      Ansietas berhubungan dengan perencanaan tindakan pembedahan.

3.3.Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam pasien mengatakan nyeri hilang/terkontrol
KH :        1. Meningkatkan istirahat
2. Menghilangkan nyeri

No
Intervensi
Rasional
1
 Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam.
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping.
2
Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.

3
Berikan obat sesuai indikasi; antikolinergik.
Menghilangkanreflexspasme atau kontraksiotot halus dan membantu dalam manajemen nyeri
4
Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).

Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuanatau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi.

2.      Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah, distensi, dan  hipermortilitas gaster.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam keseimbangan cairan adekuat
KH : 1. Muntah (-)
          2.Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

No
Intervensi
Rasional
1
Awasitanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.

2
Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
3
  Berikan antimetik.
Menurunkan mual dan mencegah muntah.
4
Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K.
Mempertahankan volume sirkulasi danmemperbaiki ketidakseimbangan

3.      Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam nutrisi terpenuhi
KH : 1. nafsu makan (+)
          2. mual (-)
          3. Rangsangan pada gangguan empedu (-)
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati, menolak bergerak.
Tanda non-verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
2
Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
Untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.
3
Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan sampai minimal.
Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.
4
Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.

Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat.
5
Tambahkan diet sesuai toleransi, biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi makanan penghasil gas dan makanan/makanan tinggi lemak.
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan pada kandungan empedu.

4.      Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah sakit berhubungan dengan kurangnya informasi.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa health education selama 1x24jam pasien bisa mengerti tentang merawat diri sendiri.
KH :  1. Pasien bisa mengerti tentang penyakit, pengobatan dan prognosis.
                     2. Pasien menunjukkan perubahan pola hidup.
NO
Itervensi
Rasional
1.
Kaji ulang proses penyakit/ prognosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan.
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.
Kaji ulang program obat, kemunkinan efek samping.
Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka pnjang. Terjadinya diare/kram selama terapi senodiol dapat dihubungkan dengan dosis/dapat diperbaiki.
3.
Anjurkan istirahat pada posisi semi fowler setelah makan.
Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses pencernaan awal.

5.   Ansietas berhubungan dengan perencanaan tindakan pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa health education selama 1x24jam rasa cemas pasien berkurang.
KH :  1. Pasien merasa tenang dan rileks.
                     2. Pasien melaporkan tidak merasa cemas lagi.
No
Intervensi
rasional
1.
Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal pasien, dorong ekspresi bebas akan emosi.
Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostic, dan kemungkinan pembedahan.
2.
Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.
Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
3.
Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Membatasi kelemahan, membatasi energi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

3.4.Evaluasi
3.4.1        Nyeri berkurang /terkontrol.
3.4.2        Keseimbangan cairan adekuat.
3.4.3        Nutrisi terpenuhi.
3.4.4        Pengetahuan pasien akan penyakit bertambah.
3.4.5        Rasa cemas pasien akan penyakit berkurang.



BAB 4
PENUTUP


4.1  Kesimpulan
Batu Empedu(kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C. Long, 1996 )
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).

4.2  Saran
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinya kolelitiasis adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian kolelitiasis.






DAFTAR PUSTAKA

Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001:.Avaliablefrom :http://www.pubmedcentral.articlerender.artiddiakses pada tanggal 10 Juni 2008
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=00223859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal diakses pada tanggal 20 Juni 2008.
Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal.htm.diakses pada tanggal 22 Januari 2008.

2 komentar:

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)