Kamis, 23 Mei 2013

Kehilangan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2     Rumusan masalah
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
1.3    Tujuan Penulisan
1.3.1    Tujuan umum
Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
1.3.2    Tujuan khusus
Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Kehilangan
2.1.1 Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
2.1.2 Proses kehilangan
·            Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu member makna positif – melakukan konfensasi dengan kegiatan positif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
·            Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu member makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit fisik.
·            Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu member makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke luar individu – konpensasi dengan prilaku konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
·            Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu member makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke luar individu – konpensasi dengan prilaku destruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
·            Arti dari kehilangan
·            Sosial budaya
·            kepercayaan / spiritual
·            Peran seks
·            Status social ekonomi
·            kondisi fisik dan psikologi individu.

2.1.4 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
a.       Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
b.      Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

2.1.4 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
a.       Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
b.      Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c.       Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
d.      Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
e.       Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
2.1.5 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
a.        Fase denial
Ø  Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
Ø  Verbalisasi”itu tidak mungkin”,“saya tidak percaya itu terjadi ”.
Ø   Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
b.       Fase anger / marah
Ø  Mulai sadar akan kenyataan
Ø  Marah diproyeksikan pada orang lain
Ø  Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Ø  Perilaku agresif.

c.       Fase bergaining / tawar- menawar.
Ø   Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
d.      Fase depresi
Ø   Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
Ø   Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

e.       Fase acceptance
Ø   Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
Ø   Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
2.2 Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a.       Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b.      Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c.       Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d.      Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

e.       Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
2.3 Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

2.4 Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a.       Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b.      Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c.       Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

Perbandingan 4 teori tentang berduka
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964)
KUBLER-ROSS (1969)
MARTOCCHIO (1985)
RANDO (1991)
Shock dan tidak percaya
Menyangkal
Shock and disbelief
Penghindaran
Berkembangnya  kesadaran
Marah
Yearning and protest

Restitusi
Tawar-menawar
Anguish, disorganization and despair
Konfrontasi
Idealization
Depresi
Identification in bereavement

Reorganization / the out come
Penerimaan
Reorganization and restitution
Akomodasi



2.6 Pengertian krisis
2.6.1 Definisi
Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat mecahkan masalah
Ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yang dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman
Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
2.6.2        Konsep krisis :
a.       Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis
b.      Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
c.       Krisis bersifat personal
d.      Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu
e.       Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik
2.6.3        Faktor yang berpengaruh :
a.       Pengalaman problem solving sebelumnya
b.      Persepsi individu terhadap suatu masalah
c.       Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain
d.      Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
e.       Waktu terakhir mengalami krisis
f.       Kelompok beresiko
g.      Sense of mastery
2.6.4        Faktor resiko :
a.       Wanita
b.      Etnik minoritas
c.       Kondisi social ekonomi rendah
d.      Problematik predisaster functioning and personality

2.6.5        Macam krisis :
a.       Krisis maturasi/krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan
Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan
Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah, menjadi orang tua, pensiun dll
b.      Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang
Cenderung mengikuti proses kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal, kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah depresi
Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi dimana seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan
c.       Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan multiple dan perubahan lingkungan yang luas
Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang

Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006):
Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal
Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang normal yang diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan kendali
Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksternal yang tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya atau bahkan tidak mempunyai control diri.
Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak dapat dipecahkan
Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline personality
Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan yang parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis, psikosis akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan halusinogenik

Tahap perkembangan krisis :

Fase 1
Individu dihadapkan pada stressor pemicu
Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa digunakan

Fase 2
Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving sebelumnya
Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung
Fase 3
Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal
Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi
Fase 4
Kegagalan resolusi
Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik

INTERVENSI KRISIS
Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya.

Peran intervener adalah membantu individu dalam :
Menganalisa situasi yang penuh stress
Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance
Intervensi dilakukan dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko perilaku kekerasan yang diarahkan pada orang lain diri sendiri
2.      Koping individu inefektif
3.      Cemas
4.      Gangguan proses pikir
5.      Resiko bunuh diri
6.      Harga diri rendah situasional
7.      Koping keluarga inefektif
8.      Post-trauma respons



BAB III.
ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG KEHILANGAN


3.1 Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
3.2 Pohon Masalah
Gangguan konsep diri


 


kehilangan


 


berduka

3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

3.4 Rencana Tindakan Keperawatan
 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.

3.5 Intervensi
 DX 1 Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
a.    Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan  perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
b.         Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
c.    Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
d.   Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
e.    Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
f.          Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.

DX 2 Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.
                                                                         
2. Menyelidiki diri dengan cara :
1.      Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
2.      Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
3.      Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
4.      R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri.


3. Mengevaluasi diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik.
~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.
~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

DX 3 Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.
R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
R/ Diharapkan klien mandiri.

5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur.
Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
      Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
      Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
      Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
      Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
      Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
      Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
2.      Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
3.      Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
4.      Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)