BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Obstruksi hidung menetap/kronik baik satu atau
kedua sisi dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi yang mendasarinya
antara lain adanya massa tumor di dalam rongga hidung. Massa tumor dapat
bersifat jinak maupun ganas. Salah satu massa tumor jinak yang sering di temui
di bidang THT-KL adalah adanya polip nasi di rongga hidung yang ditandai dengan
massa putih, translusent atau pucat mengkilat dengan permukaan licin tak
berbenjol-benjol dengan konsistensi kenyal.
Faktor penyebab terjadinya polip nasi sampai
saat ini masih belum diketahui dengan pasti.1 Beberapa faktor predisposisi yang
dihubungkan dengan polip nasi antara lain asma, sinusitis kronik,
intoleransi obat (aspirin), fibrosis kistik, alergic fungal sinusitis.
Sering kali penanganan polip nasi hanya
didasarkan pada tindakan operasi pengambilan polip saja dan sedikit mengabaikan
faktor prediosposisi yang mendasarinya, sehingga kemungkinan kekambuhannya
dapat terjadi walaupun telah dilakukannya pengangkatan polip secara bersih.
Sebagai seorang ahli THT, tentu saja penguasaan
terhadap masalah diatas menjadi penting karena salah satu faktor
predisposisinya yaitu fibrosis kistik juga menyangkut bidang keahlian lain,
sehingga penanganan secara menyeluruh dapat dilakukan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada fibrosis kistik ?
1.3
Tujuan
1.
untuk mengetahui definisi dari
fibrosis kistik
2.
untuk mengetahui etiologi dari
fibrosis kistik
3.
untuk mengetahui manifestasi
klinis dari fibrosis kistik
4.
untuk mengetahui patofisiologi
dari fibrosis kistik
5.
untuk mengetahui WOC dari
fibrosis kistik
6.
untuk mengetahui komplikasi
dari fibrosis kistik
7.
untuk mengetahui epidemologi
dari fibrosis kistik
8.
untuk mengetahui
pemeriksaan penunjang dari fibrosis kistik
9.
untuk mengetahui penatalaksanaan
dari fibrosis kistik
10. untuk
mengetahui pencegahan dari fibrosis kistik
11. untuk
mengetahui prognosis dari fibrosis kistik
12. untuk
mengetahui asuhan keperawatandari fibrosis kistik
13. untuk mengetahui legal etis pada fibrosis kistik
1.4
Manfaat
1.
Memberikan
informasi pada mahasiswa tentang fibrosis kistik serta berbagai hal lain yang
berhubungan dengan penyakit ini.
2.
Menambah pengetahuan penulis
tentang penyakit fibrosis kistik.
3.
Sebagai
sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain yang
ada kaitannya dengan penyakit fibrosis kistik.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Fibrosis
kistik adalah kelainan genetik yg bersifat resesis heterogen(dari ayah dan ibu
keduanya harus punya) dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi
pada gen regulator transmembran fibrosis kistik
(Anonymus, 2011)
Fibrosis Kistik adalah suatu
penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret
abnormal, abnormal dan akhirnya yang mempengaruhi saluran pencernaan dan
paru-paru. (Anonymus, 2011)
Fibrosis
kistik adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi
endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi
pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. (Kris,
2008 )
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai
penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri
kronis pada saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan
bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal,
fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital. (Nuzulul,
2011)
Umumnya
pasien-pasien dengan fibrosis kistik datang pada ahli THT karena penyakit
sinonasal yang dikeluhkannya. Kemajuan perkembangan bidang THT saat ini juga
menduga bahwa penyakit otitis media dan adenotonsiler dapat muncul atau
merupakan komplikasi fibrosis kistik, dimana secara prevalensi dan
patofisiologis sama dengan pasien-pasien yang tanpa fibrosis kistik.
Otitis media sebenarnya prevalensinya lebih jarang terjadi pada pasien
dengan fibrosis kistik dibanding pasien tanpa fibrosis kistik sehingga masih
terdapat kontoversial. (Kris, 2008)
2.2 Etiologi
Fibrosis kistik merupakan
penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal. Gen yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya fibrosis kistik telah diidentifikasi pada tahun 1989
sebagai cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator glycoprotein (CFTR
gene) yang terletak pada lengan panjang kromosom no 7 (Irman, 2009).
2.3 Manifestasi Klinis
1.
Pada saat lahir, fungsi
paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru terjadi beberapa
waktu kemudian.
Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan. (Anonymus, 2011)
Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan. (Anonymus, 2011)
2.
Hampir sekitar 90-100% pasien
menunjukan penyakit sinus secara radiologis. Frekwensi polip nasi pada
pasien-pasien F fibrosis kistik bervariasi antara 6-67%. Gejala klinis
sinusitis yang ditandai dengan nyeri, discharge, demam atau postnasal drip,
hanya ditemukan sekitar 10% pada pasien-pasien dengan fibrosis kistik. Hampir
semua pasien-pasien fibrosis kistik yang menunjukkan bukti kelainan secara
radiologis malahan tidak menunjukan gejala klinis. Fenomena ini mungkin
mewakili kondisi sesungguhnya dari stadium asimtomatis, atau ini diduga
merupakan kondisi kronik perjalanan penyakitnya dimana pasien telah beradaptasi
dengan gejala sinusitisnya. (kris, 2008)
2.3.1
Gejala klinis pasien yang
dicurigai fibrosis kistik menurut Brihaye (Kris, 2008) :
a.
Obstruksi hidung
b.
Nasal discharge yang makin
memburuk
c.
Nyeri wajah
d.
Batuk yang makin memburuk
e.
Demam
Selain gejala klinis diatas, juga perlu
ditelusuri status kesehatan parunya mengingat (Kris,
2008) :
1. Sinusitis
kronik sering dikaitkan dengan infeksi bakteri endobronkia dan juga menimbulkan
dampak penyakit pulmo berulang (reactivity) dan kekronisan dari penyakit
saluran sinobronkial.
2. Penurunan
kemampuan fisik juga berkorelasi dengan eksaserbasi akut sinusitis atau
memburuknya kondisi kronik penyakit paru.
2.4 Patofisiologi
Fibrosis kistik merupakan penyakit
autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7. Mutasi geb
ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai asam ammino 508 yang dikenal
sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CF T R)
Protein CF T R merupakan rantai asam amino
yang berfungsi sebagai saluran Cl- diatur AMP siklik. Proses pembentukan CF T R
seluruhnya ditemukan pada membran plasma epitel normal. Mutasi DF 508
menyebabkan proses yang tidak benar dan pemecahan protein CF T R intraseluler
sehingga tidak ditemukannya protein CF T R pada lokasi selluler.
Disfungsi epitel adalah epitel yang dirusak
oleh fibrosis kistik memperlihatkan fungsi yang berbeda, misalnya bersifat
volume sekretoris atau pankreas dan bersifat garam absorbsi tetapi tidak volime
absorbsi atau saluran keringat dmana pada kelenjar keringat konsentrasi Na+ dan
Cl- yang disekresikan tinggi.
Pada paru manusia, sekret yang tebal dan
lengket menyumbat saluran nafas distal dan kelenjar submukosa sehingga menutupi
permukaan saluran nafas dan sekret yang tebal dan kental ini adalah media yang
baik untuk tumbuhnya kuman patogen yang tidak mudah untuk dieradikasi
seprtipseudomonas aureginosa, staphy lococcus aureus dan lain-lain, sehingga
terjadi infiltrasi banyak neutrofil. (Kris,
2008)
2.6 Komplikasi
1.
Pneumotoraks (Anonymus, 2011)
2.
Batuk darah (Anonymus, 2011)
3.
Gagal jantung (Anonymus, 2011)
4.
Pneumonia berulang. Infeksi
merupakan masalah yang utama. Bronkitis berulang dan pneumonia secara perlahan
akan menghancurkan paru-paru. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan
paru-paru dan gagal jantung. (Anonymus, 2011)
5.
Kegagalan pernafasan kronis
(Anonymus, 2011)
6.
Penyakit hati. Penyumbatan
saluran empedu oleh sekret yang kental bisa menyebabkan peradangan hati dan
akhirnya terjadi sirosis.
Sirosis bisa menyebabkan kenaikan tekanan di dalam vena yang menuju ke hati (hipertensi portal), sehingga terjadi pelebaran vena di kerongkongan bagian bawah (varises esofagealis). Vena yang abnormal ini bisa mengalami perdarahan hebat. (Anonymus, 2011)
Sirosis bisa menyebabkan kenaikan tekanan di dalam vena yang menuju ke hati (hipertensi portal), sehingga terjadi pelebaran vena di kerongkongan bagian bawah (varises esofagealis). Vena yang abnormal ini bisa mengalami perdarahan hebat. (Anonymus, 2011)
7.
Diabetes mellitus. Sekitar 2-3%
penderita mengalami diabetes yang tergantung kepada insulin karena pada
pankreas terdapat jaringan parut yang menyebabkan pankreas tidak dapat lagi
menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai. (Anonymus, 2011)
8.
Osteoporosis dan artritis.
(Anonymus, 2011)
9.
Penderita seringkali mengalami
gangguan fungsi reproduksi.
Sekitar 98% pria dewasa mengalami kemandulan. Mereka tidak menghasilkan sperma atau hanya menghasilkan sedikit sperma karena vas deferens terbentuk secara tidak normal
Pada wanita, sekret leher rahimnya sangat kental sehingga kesuburannya menurun. Penderita wanita yang hamil sangat peka terhadap komplikasi kehamilan. (Anonymus, 2011)
Sekitar 98% pria dewasa mengalami kemandulan. Mereka tidak menghasilkan sperma atau hanya menghasilkan sedikit sperma karena vas deferens terbentuk secara tidak normal
Pada wanita, sekret leher rahimnya sangat kental sehingga kesuburannya menurun. Penderita wanita yang hamil sangat peka terhadap komplikasi kehamilan. (Anonymus, 2011)
10.
Jika penderta banyak
mengeluarkan keringat karena cuaca panas atau karena demam, bisa terjadi
dehidrasi karena meningkatnya pembuangan air dan garam. Pada keringat penderita
bisa terlihat butir-butir garam dan keringatnya terasa asin. (Anonymus, 2011)
2.7 Epidemilogi
Dari data statistik di Amerika, frekwensi
angka kejadian fibrosis kistik terbanyak pada ras kulit putih sekitar 1 per
3500 kelahiran hidup, sedang ras negro berkisar 1 per 17000 kelahiran hidup.
Secara internasional insiden bervariasi antara 1 per 377 perkelahiran hidup di
Inggris sampai dengan 1 per 90000 perkelahiran hidup di Asia. Tidak ada
predileksi angka kejadian ini antara pria dan wanita. (Kris, 2008)
Mortalitas dan mordibitas angka survival
secara median bervariasi antara negara satu dan negara yang lain. Data
tertinggi didapatkan di Amerika dan Kanada yaitu antara usia 28 dan 32 tahun,
sedang angka median survival umur penderita di Amerika latin adalah 6
tahun. Penyebab kematian umumnya adalah kegagalan sistem pernafasan dan
cor pulmonale. (Kris, 2008)
Dengan pengobatan dan tindakan pembedahan
yang berkembang, data statistik diatas sudah mulai bergeser. Saat ini penderita
dengan fibrosis kistik di Amerika dapat bertahan hidup lebih dari 40 tahun.
(Kris, 2008)
Diagnosis dapat ditegakkan rata-rata pada
usia 6 – 8 bulan. Pasien dengan fibrosis kistik dua per tiganya dapat
didiagnosis pada usia satu tahun. (Kris, 2008)
2.8 Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis FK antara lain :
2.8.1
Pemeriksaan
laboratorium
a. Test
kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) : (Kris, 2008)
1.
Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat
dengan metoda iontophoresis pilocarpine.
2.
Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas
merupakan khas diagnostik. Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah
30 mEq/L.
3.
Nilai antara 30 – 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous
carriers, dan tidak dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini
(SCT).
b. Test
Prenatal : (Kris, 2008)
1.
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan
melalui test villi korionik (chronic villous testing) pada usia
kehamilan sekitar 10-12 minggu.
2.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis KF
yang akan diterminasi kehamilannya. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang
dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan KF sekarang telah
meningkat.
c. Test
genetika (Kris, 2008)
1.
Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi
kondisi karier dengan keakuratan sampai 95%. Testing in direkomendasikan untuk
individu-individu yang mempunyai riwaya keluarga dengan KF dan untuk
pasangan-pasangan yang merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk
keperluan skrining secara umum (artikel NIH Consensus Stetment, 1999)
d. Skrining
bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin immunoreaktive
pada blood spot test Guthrie.
2.8.2
Pemeriksaan
radiologis CT scan (Kris, 2008)
Pemeriksaan
CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa kontras.
Umumnya pasien dengan KF memberiksan hasil :
a.
Lebih dari 90% menunjukkan bukti
adanya sinusitis kronik yang ditandai dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial
dinding lateral kavum nasi pada daerah meatus media, serta demineralisasi
prosesus unsinatus.
b.
Kelainan berupa buging ke arah
medial dari kedua dinding lateral hidung disertai gambaran mukus viskus di
sinus maksila terdapat hampir pada 12% pasien dan merupakan stadium mucucelelike
yang harus segera ditangani dengan pembedahan
c.
Sinusitis kronik sering menyebabkan
gangguan peneumatisasi dan hipoplasia dari sinus maksila dan etmoid, juga
menyebabkan terganggunya pembentukan sinus frontalis.14 Pasien-pasien
adolesen dengan KF sering didapatkan tidak terbentuknya sinus frontalis pada
gambaran CT scannya.
2.8.3
Pemeriksaan
Kultur (Kris, 2008)
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan
kultur pada pasien-pasien FK untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman
pseudomonas.
a.
Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi
transantral sinus maksila dan tak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring,
tenggorok atau septum. Dari penelitian organisme yang sering ditemukan dari
hasil kultur pasien-pasien dengan FK adalah pseudomonas (65%), haemophilus
influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%) dan kuman-kuman
anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%).
Sensitivitas terapi organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada
pasien-pasien FK dibanding dengan yang nonFK, kecuali pada kuman pseudomonas.
b.
Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa FK kuman
penyebabnya umumnya terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella
catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah
dengan organisme Staphylococcus aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides,
Veillonella dan Fusobacterium.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksaan fibrosis kistik meliputi dua
hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
2.9.1 Medikamentosa
(Kris, 2008)
Pasien fibrosis kistik mungkin mengeluhkan
gejala kronik dari obstruksi hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya
sehingga dibutuhkan terapi antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan
staphylococci serta digabung dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive
nasal toilet) mungkin dapat meredakan gejala klinis yang ada.
Irigasi rongga hidung memegang peranan
penting yang sebaiknya dilakukan rutin pada pasien yang mulai timbul
keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan mucociliary clearance secara
kronik . Irigasi menggunakan saline
bertujuan menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang
menyebabkan obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah
konka. Irigasi juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena
walau tujuan pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap
kerusakan mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik
antipseudomonal seperti tobramycin sebagai tambahan dalam irigasi rongga hidung
dan dilaporkan berhasil menurunkan kolonisasi bakteri pseudomonas.
2.9.2 Pembedahan
(Kris, 2008)
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi
medikamentosa tidak efektif, bagaimanapun juga pertimbangan pembedahan harus
benar-benar matang pada pasien FK karena bahaya-bahaya kemungkinan terbentuknya
mucus kental yang banyak selama operasi dengan anastesi umum yang resikonya
semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
a. Indikasi
pembedahan pada pasien FK menurut Nishioka (Kris, 2008) :
1. Obstruksi
nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa penonjolan ke
medial dinding lateral hidung.
2. Medialisasi
dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa disertai
gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena tingginya
prevalensi mucocelelike formations.
3. Timbulnya
eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi penyakit
sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan aktifitas
fisik serta kegagalan terapi medikamentosa.
4. Nyeri
wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain adanya
FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5. Tak
ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa
adekuat.
b. Kontraindikasi
dilakukan pembedahan (Kris, 2008) :
1. Penyakit
paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2. Pasien
dengan FK sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat insufisiensi
pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak disuplement akan
beresiko perdarahan18, yang ditandai dengan pemanjangan masa prothrombin
time(PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan.
3. Sinusitis
kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan perkembangan
dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien FK khususnya anak-anak
sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan
CT scan coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya. Abnormalitas
anatomis ini menjadikan pembedahan harus lebih berhati-hati.
c. Pertimbangan-pertimbangan
penting lainnya dalam prosedur pembedahah (Kris, 2008) :
1. Jika
mungkin pembedahan dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam untuk menghindari
masalah respirasi (respiratory compromise) yang tentu saja durasi operasi ini
bergantung dari luasnya penyakit, banyaknya kehilangan darah, metoda/prosedur
pembedahan dan pengalaman ahli bedahnya. Prinsip utama yang tetap harus
dipegang adalah seaman dan semaksimal mungkin menghindari komplikasi.
2. Angkat
polip sebersih dan seaman mungkin sambil mengingat kemungkinan terjadi
kekambuhan. Prosedur ini secara umum ditujukan untuk perbaikan (improvement)
tidak untuk penyembuhan (cure). Tinggalkan residual polips jika landmarks
adekuat tidak memungkinkan.
3. Penggunaan
pembedahan sinus endoskopik canggih menggunakan microdebrider sangat memudahkan
dalam pengangkatan jaringan patologis (polips) lebih bersih dan akurat karna
visualisasi lebih baik. Teknik ini telah mulai banyak dilakukan oleh para ahli
bedah.
4. Dari
beberapa penelitian polipektomi dikombinasi dengan prosedur drainase sinus
angka kekambuhan dan periode bebas gejala menjadi lebih lama
d. Perawatan
pasca operasi juga sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan
penatalaksanaan (Kris, 2008) :
1. Pasien
dirawat dirumah sakit sampai fungsi parunya benar-benar adekuat (dievaluasi
minimal 1 malam)
2. Lakukan
irigasi rutin (aggresively) menggunakan normal saline atau hypertonic sodium
chloride solution
3. Pencucian/irigasi
pasca operasi mencegah terbentuknya sinekia. Khusus pasien-pasien anak yang
tidak dapat dilakukan irigasi dapat dilakukan 2-3 minggu kemudian di ruang
operasi.
2.10 Pencegahan
Konsumsi makanan yang baik,
aktivitas fisik, serta dukungan psikis dan sosial. Makanan sebaiknya mengandung
kalori dan protein yang cukup agar pertumbuhan penderita tetap berlangsung
normal. Penderita harus mengonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih banyak karena
mereka umumnya tidak dapat menyerap lemak dengan baik. Mencegah perkawinan dengan penderita fibrosiskistik (Anonymus,
2011)
2.11 Prognosis
Beratnya penyakit pada setiap penderita
berlainan dan tergantung kepada luasnya daerah paru-paru yang terkena. Penurunan fungsi paru-paru tidak dapat
dihindari, dan bisa menyebabkan kelemahan bahkan kematian. (Anonymus, 2011)
Penderita biasanya meninggal karena
kegagalan pernafasan setelah terjadinya penurunan fungsi paru-paru selama
bertahun-tahun.
Sejumlah kecil penderita meninggal karena penyakit hati, perdarahan ke dalam saluran udara atau komplikasi dari pembedahan. (Anonymus, 2011)
Sejumlah kecil penderita meninggal karena penyakit hati, perdarahan ke dalam saluran udara atau komplikasi dari pembedahan. (Anonymus, 2011)
Sekitar 50% dari anak-anak yang menderita
fibrosis kistik, mampu bertahan hidup sampai umur 20 tahun, dan 20-25% sampai
lebih dari 35 tahun. (Anonymus, 2011)
Angka harapan hidup yang lebih baik
ditemukan pada (Anonymus, 2011) :
1.
penderita pria
2.
penderita yang tidak mengalami
gangguan pankreas
3.
penderita yang gejala awalnya
terbatas pada sistem pencernaan.
2.12
Legal Etis
Etika
berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang
untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum
tindakan tersebut dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan
benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan
kesehatan dan keperawatan yaitu :
a.
Otonomi (penentu pilihan)
Perawat
yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan
induvidu secara holistik.
b.
Beneficience (do good)
Beneficence
berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan
baik, yaitu mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
c.
Justice (perlakuan adil)
Perawat
hendaknya mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.
d.
Non maleficience (do no harm)
Non
Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi
kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik
keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko
membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
e.
Fidelity (setia)
Fidelity
berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh
seseorang.
f.
Veracity (kebenaran)
Veracity
mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk
selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang
jelas.
g.
Moral right
Hak-hak klien harus dihargai dan
dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan,
privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri.
Pada
pasien dengan fibrosis kistik dilakukan fisioterapi dada, yaitu dengan :
1.
Postural drainase
2.
Clapping/perkusi
3.
Vibrating
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
3.1.1
Pemeriksaan Fisik
Hampir
selurah pasien telah didiagnosis FK saat datang ke ahli THT dan disarankan
untuk dilakukannya pembedahan sinus. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan pada
daerah hidung dan sinus-sinus paranasal untuk mengetahui kondisi yang tak
terpantau lainnya yang mungkin menyebabkan kekambuhan dari penyakit sinus
paranasal antara lain :
a. Evaluasi daerah wajah untuk mengetahui
perluasan polip di daerah hidung, terkadang polip dapat keluar dari rongga
hidung.
b. Dengan pemeriksaan rinoskopi
anterior, pembesaran konka, discharge purulen dan polip nasi mengkin dapat
terlihat.
c. Evaluasi endoskopi mungkin
menunjukan terjadinya obstruksi saluran nafas dan ostium sinus karna
polip. Discharge purulen dan penonjolan prosesus unsinatus mungkin juga
terlihat saat endoskopi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas.
d. Pemeriksaan nasofaring juga harus
dilakukan. Hipertrofi adenoid mungkin terdapat pada pasien anak-anak yang
menyebabkan sumbatan hidung.
3.1.2 Riwayat
Kesehatan dan Gejala Klinis Penyakit
Dalam menegakkan diagnosis FK,
penelusuran riwayat keluhan sinonasal secara teliti sangat memegang
peranan penting karena pengambilan keputusan terapi bergantung dari informasi
yang didapat.
a.
Hampir
sekitar 90-100% pasien menunjukan penyakit sinus secara radiologis. Frekwensi
polip nasi pada pasien-pasien FK bervariasi antara 6-67%. Gejala
klinis sinusitis yang ditandai dengan nyeri, discharge, demam atau postnasal
drip, hanya ditemukan sekitar 10% pada pasien-pasien dengan FK. Hampir semua
pasien-pasien FK yang menunjukkan bukti kelainan secara radiologis malahan
tidak menunjukan gejala klinis. Fenomena ini mungkin mewakili kondisi
sesungguhnya dari stadium asimtomatis, atau ini diduga merupakan kondisi kronik
perjalanan penyakitnya dimana pasien telah beradaptasi dengan gejala
sinusitisnya.
b.
Berdasarkan
fakta-fakta tersebut diatas, keakuratan penelusuran riwayat penyakit merupakan
hal terpenting dibanding evaluasi secara radiologis untuk memutuskan
pengelolaan pasien FK.
c.
Gejala
klinis pasien yang dicurigai FK menurut Brihaya :
d.
Obstruksi
hidung
1.
Nasal
discharge yang makin memburuk
2.
Nyeri
wajah
3.
Batuk
yang makin memburuk
4.
Demam
e.
Selain
gejala klinis diatas, juga perlu ditelusuri status kesehatan parunya mengingat
:
1.
Sinusitis
kronik sering dikaitkan dengan infeksi bakteri endobronkial dan juga menimbulkan dampak penyakit
pulmo berulang (reactivity) dan kekronisan dari penyakit saluran
sinobronkial.
2.
Penurunan
kemampuan fisik juga berkorelasi dengan eksaserbasi akut sinusitis atau
memburuknya kondisi kronik penyakit paru.
3.1.3 Observasi
adanya manifestasi klinis fibrosis kistik berikut:
a.
Ileus Mekonium (bayi aru lahir)
b.
Distensi abdomen
c.
Muntah
d.
Gagal mengeluarkan feses
e.
Perkembangan dehidrasi yang
cepat
f.
Gastrointestinal
g.
Feses besar, banyak, encer,
berbusa dan menyengat
h.
Nafsu makan sangat besar (pada
awal sakit)
i.
Hilang nafsu makan (sakit
lanjut)
j.
Penurunan berat badan
k.
Penyusutan jaringan yang nyata
l.
Gagal tumbuh
m.
Distensi abdomen
n.
Ekstremitas kurus
o.
Kulit mengkilat
p.
Bukti defisiensi vitamin larut
lemak (A, D, E, K)
q.
Pulmonal
r.
Anemia
s.
Manifestasi Awal:
1.
Pernapasan mengi
2.
Batuk kering dan nonproduktif
t.
Manifestasi lanjutan:
1.
Peningkatan dispnea
2.
Batuk proksisimal
3.
Bukti emfisema obsturktif dan
area bercak dari atelektasis
3.2.
Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
2.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan obstruksi jalan napas
3.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual, muntah
4.
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien,
kehilangan nafsu makan (penyakit tahap lanjut)
5.
Risiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya mukus sebagai media
pertumbuhan organism
3.3.
Rencana Intervensi
3.3.1
Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
a.
Tujuan : bersihan jalan
nafas efektif, tidak ada sekret/mucus
b.
Kriteria Hasil :
1.
Menunjukan batuk yang efektif
dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1.
Kaji pasien untuk
posisi yang nyaman, mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur
2.
Kaji kepatenan
jalan nafas
3.
Evaluasi gerakan
dada dan auskultasi untuk bunyi nafas bilateral
KOLABORASI
1.
berikan
fisioterapi dada sesuai indikasi, contoh drainase postural, perkusi
2.
berikan
bronkodilator IV dan aerosol sesuai indikasi, contoh aminophilin,
metaproterenol sulfat (Alupent)
3.
bantu bronkoskopi
serat optic, bila diindikasikan
|
1.
Peninggia kepala
tempat tidur mempermudah ungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah
untuk bernafas.
2.
Obstruksi dapat
disebabkan oleh akumulasi secret, perlengketan mukosa, perdarahan, spasme
bronkus, dan/atau masalah dengan posisi trakeotomi/selang endotrakeal
3.
Gerakan dada
simetris dengan bunyi nafas melalui area paru menunjukkan letak selang
tepat/tidak menutupi jalan nafas.
1. Meningkatkan ventilasi pada semua segmen paru dan
alat drainase secret
2. Meningkatkan ventilasi dan membuang secret dengan
relaksasi otot halus/spasme bronkus
3. Dapat dilakukan untuk membuang secret/perlengketan
mukosa
|
3.3.2
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan obstruksi jalan napas
a.
Tujuan :
Mempertahankan oksigenasi atau ventilasi adekuat
b.
Kriteria hasil :
a.
Pasien memperlihatkan frekuensi
napas efektif
b.
Bebas dari distress pernapasan
c.
GDA dalam rentang normal. (PH [,35-,45], PaCO2 [35-45 mmHG], PaO2
[80-95 mmHg], Saturasi O2 [95-99%], HCO3-
[22-26 mEq/L])
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1.
Kaji frekuensi,
kedalaman pernafasan
2.
Tinggikan kepala
tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Dorong nafas dalam perlahan atau nfas bibir sesuai kebutuhan/ toleransi individu
3.
Auskultasi bunyi
nafas, catat area penurunan aliran udara/atau bunyi tambahan
4.
Palpasi fremitus
KOLABORASI
1.
Berikan oksigen
dengan metode tepat
|
1.
Berguna dalam
evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit
2.
Pengiriman oksigen
dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas
3.
Bunyi nafas
mungkin redup karena penurunan aliran udar atau area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan spasme bronkus/ bertahannya secret
4.
Penurunan getaran
vibrasi diduga ada pengumpulan cairn atau udaraa terjebak
1. Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran gas. Oksigen biasanya diberikan dengan kanula nasal pada
obstrksi paru sebagian
|
3.3.3
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual, muntah
a.
Tujuan :
1.
Menormalkan volume
cairan dalam tubuh kembali normal
b.
Criteria hasil :
1.
Tekanan darah 120/80
mmHg
2.
Kecepatan nadi normal
(60/100 x menit)
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1.
Awasi tanda
vital, mis : TD frkuensi jantung, nadi
2.
Ukur/hitung
masukan, pengeluaran dan keseimbangan
cairan. Catat pengeluaran yang tidak tampak
3.
Timbang berat
badan tiap hari
KOLABORASI
1.
Berikan cairan IV
dalam observasi ketat/dengan alat control sesuai indikasi
|
1.
Kekurangan/perpindahan
cairan meningkatkan frekuensi jntung, menurunkan TD, dan mengurangi volume
nadi
2.
Memberikan
informasi tentang status cairan umum. Kecenderungan cairan negative dapat
menurunkan terjadinya efisit
3.
Perubahan cepat
menunjukkan gangguan dalam air tubuh otal
1.
Memperbaiki/mempertahankan
volume sirkulasi dan tekanan osmotic
|
3.3.4
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien,
kehilangan nafsu makan (penyakit tahap lanjut)
a. Tujuan :
1. Meningkatkan nafsu makan pasien
b. Criteria hasil :
1. menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
identifikasi
factor yang menimbulkan mual dan muntah, misal : sputum banyak, pengobatan
aerosol, dispnea berat, nyeri
2.
berikan wadah
tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
3.
jadwalkan
pengobatan prnafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
4.
auskultasi bunyi
usus
5.
beri makan porsi
kecil dan sering termasuk makanan kering dan/atau makanan yang menarik untk
pasien
|
1.
pilihan
intervensi tergantung pada penyebab masalah
2.
menghilangkan
tanda bahaya, rasa, bau dari linkungan pasien dan dapat menurunkan mual
3.
menurunkan efek
mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
4.
bunyi usus
mungkin menurun/tidak ada bila proses infeksi berat/memanjang.
5.
Tindakan ini
dapat meningkatkan masukan meskipun nafu makan mungkin lambat untuk kembali
|
3.3.5
Risiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya mukus sebagai media
pertumbuhan organism
a. Tujuan :
1. Mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan karena
infeksi
b. Criteria Hasil :
1. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa
komplikasi
2. Menurunnya risiko infeksi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1.
Tunjukkan/dorong
teknik mencuci tangan yang baik
2.
Awasi suhu
3.
Kaji pentingnya
latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukkan cairan
adekuat
4.
Tunjukkan dan
bantu pasien tentang pembuangan tiu dan sputum
5.
Diskusikan
kebutuhan masukan nutrisi adekuat
KOLABORASI
1.
Dapatkan specimen
sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman Gram,
kultur/sensitivitas
2.
Berikan
antibiotik sesuai indikasi
|
1.
Efektif berarti
menurunkan penyebaran/tambahan infeksi
2.
Demam dapat
terjadi karena infeks dan/atau dehidrasi
3.
Aktivitas ini
menunjukkan mobilisasi dan pengeluaran secret untuk menurunkan risiko
terjadinya infeksi paru
4.
Mencegah
penyebaran pathogen melalui cairan
5.
Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
1.
Dilakukan untuk
mengidentifikasi organism penyebab da kerentanan terhadap berbagai
antimicrobial
2.
Dapat diberikan
untuk organism khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas,
atau berikan secara profilaktik karena risiko tinggi
|
1.4
Implementasi
Pada tahap ini untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
1.5
Evaluasi
Pada tahap akhir proses
keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan
untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai, Evaluasi merupakan
proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon
pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien
yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas
meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.
(Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cystic fibrosis
merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit multisistem.
Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis,
insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar
keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis
bisa terjadi akibat adanya mutasi genetic yang membentuk protein CF
transmembrane conductance regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7.
Manifestasi
cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan pada traktus
respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate pulmoner. Sebagian
besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya mucus.
Gejala umumnya seperti batuk persisten yang disertai sputum, batuk dari efek
bronkitis dan pneumonia.
Pemeriksaan
diagnosyik pada kasus cystic fibrosis meliputi pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologis CT scan, dan pemeriksaan kultur.
penatalaksanaan
untuk mengatasi cystic fibrosihan yaitu medikamentosa dan pembedahan.
Asuhan keperawatan untuk kasus ini meliputi tahap asuhan keperawatan pada
umumnya.
4.2 Saran
Bagi
masyarakat yang menemui gejala – gejala yang tertulis di atas segera lapor ke
pelayanan kesehatan terdekat sebagai upaya penangan lebih dini dan
pencegahan komplikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anurogo,
Dito. 2008. Cystic Fibrosis. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+Cystic+Fibrosis&dn=20081209064030 [diakses
tanggal 17 Desember 2011 pukul 19 : 23]
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Hs3s. 2010.
.Yang
Menarik dari Fibrosis Kistik. http://hs3s.multiply.com/journal/item/291/Yang_Mmenarik_Dari_Fibrosis_Kistik diakses tanggal 17 Desember 2011
pukul 19 : 45
Murray,
L Nicole. 2010. Cystic Fibrosis. http://www.emedicine.com/ent/topic515.htm [diakses
tanggal 17 Desember 2011 pukul 19 : 30]
Medicastore.
2011.
Penyakit Fibrosis Kistik. http://medicastore.com/penyakit/146/Fibrosis_Kistik.html diakses tanggal 17 Desember 2011
pukul 19 : 26
Kris,
Dr. 2008. Fibrosis Kistik. http://thtkl.wordpress.com/2008/10/18/fibrosis-kistik/ diakses tanggal 17 Desember 2011
pukul 20 : 00
Somantri,
Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
kasihan ya yang terkena penyakit iniii
BalasHapusiyaaa mbak,,, prihatin jg klo liat pasien langsung...
Hapus