BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belekang
Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum.
Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.
Influenza menyebar ke seluruh dunia dalam epidemi musiman, yang menimbulkan kematian 250.000 dan 500.000 orang setiap tahunnya, bahkan sampai jutaan orang pada beberapa tahun pandemik. Rata-rata 41.400 orang meninggal tiap tahunnya di Amerika Serikat dalam kurun waktu antara tahun 1979 sampai 2001 karena influenza. Pada tahun 2010 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat mengubah cara mereka melaporkan perkiraan kematian karena influenza dalam 30 tahun. Saat ini mereka melaporkan bahwa terdapat kisaran angka kematian mulai dari 3.300 sampai 49.000 kematian per tahunnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi Influenza ?
1.2.2 Bagaimana patofisiologi dari Influenza ?
1.2.3 Bagaimana asuhan keperawatan Influenza ?
1.2.4 Bagaimana cara menghindari terkena Influenza ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa mengetahui anatomi sistem influenza
1.3.2 Mahasiswa mengetahui patofisiologi Influenza
1.3.3 Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan dari influenza
1.3.4 Mahasiswa mengetahui cara menghindari Influenza
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut pernapasan terutama ditandai oleh demam, menggigil sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorokan dan batuk nonproduktif.
Walaupun sering tertukar dengan penyakit mirip influenza lainnya, terutama selesma, influenza merupakan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan selesma dan disebabkan oleh jenis virus yang berbeda. Influenza dapat menimbulkan mual, dan muntah, terutama pada anak-anak, namun gejala tersebut lebih sering terdapat pada penyakit gastroenteritis, yang sama sekali tidak berhubungan, yang juga kadangkala secara tidak tepat disebut sebagai "flu perut." Flu kadangkala dapat menimbulkan pneumonia viral secara langsung maupun menimbulkan pneumonia bakterial sekunder.
Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.
2.1.1 Etiologi
Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipe A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test.
Jenis-jenis influenza
a. Virus Tipe A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:
1. H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009
3. H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
4. H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
5. H1N2, endemik pada manusia, babi, dan unggas
6. H9N2
7. H7N2
8. H7N3
9. H10N7
b. Virus Tipe B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
c. Virus Tipe C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.
2.2 Pathofisiologi dan WOC
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah. Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit dan membran hyaline. Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.
Penyakit pada umumnya sembuh sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik.
Langsung melalui udara kontak personal
Peradangan membrane mukosa
Menghalangi jalan nafas
Peningkatan produksi mucus
Obstruksi bronchial hipertermia dan O2 kurang dari proses
Intake yang kebutuhan inflamatory
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi. Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C (kurang lebih 100-103 °F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi:
2.3.1 Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
2.3.2 Batuk
2.3.3 Sumbatan hidung
2.3.4 Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
2.3.5 Kelelahan
2.3.6 Nyeri kepala
2.3.7 Iritasi mata, mata berair
2.3.8 Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung
2.3.9 Ruam petechiae
Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B)
Kadangkala sulit untuk membedakan antara selesma dan influenza pada tahap awal dari infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi apabila terdapat demam tinggi mendadak dengan kelelahan yang ekstrem. Diare biasanya bukan gejala dari influenza dari anak, namun hal tersebut dapat dijumpai pada sebagian kasus "flu burung" H5N1 pada manusia dan dapat menjadi gejala pada anak-anak.
2.4 Komplikasi
Influenza merupakan penyakit serius, tetapi sebagian besar penderita akan kembali sehat dalam waktu 7-10 hari. Komplikasi bisa memperberat penyakit ini. Resiko tinggi terjadinya komplikasi ditemukan pada penderita yang sangat muda, usia lanjut dan penderita penyakit jantung, paru-paru atau sistem saraf.
Kadang influenza menyebabkan peradangan saluran pernafasan yang berat disertai dahak berdarah (bronkitis hemoragik). Komplikasi yang paling berat adalah pneumonia virus; yang bisa berkembang dengan segera dan menyebabkan kematian dalam waktu 48 jam. Pneumonia virus kemungkinan akan terjadi selama wabah influenza A. Komplikasi lainnya dalah pneumonia bakteri yang terjadi karena adanya ganguan dalam kemampuan paru-paru untuk melenyapkan atau mengendalikan bakteri di dalam saluran pernafasan.
Meskipun sangat jarang terjadi, virus influenza jgua dihubungkan dengan peradangan otak (ensefalitis), jantung (miokarditis) atau otot (miositis). Ensefalitis bisa menyebabkan penderita tampak mengantuk, bingung atau bahkan jatuh dalam keadaan koma. Miokarditis bisa menyebabkan murmur jantung atau gagal jantung.
Sindroma Reye merupakan komplikasi serius dan bisa berakibat fatal, yang terjadi terutama pada anak-anak selama wabah influenza B.
Sindroma Reye terutama terjadi jika anak-anak mendapatkan aspirin atau obat yang mengandung aspirin.
Sindroma Reye terutama terjadi jika anak-anak mendapatkan aspirin atau obat yang mengandung aspirin.
2.5 Mekanisme Penularan
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi. Penularan influenza dapat dimodelkan secara matematis, yang akan membantu dalam prediksi bagaimana virus menyebar dalam populasi.
Influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama:
2.5.1 Melalui penularan langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain)
2.5.2 Melalui udara (saat seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah),
2.5.3 Melalui penularan tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman.
Moda penularan mana yang terpenting masih belum jelas, namun semuanya memiliki kontribusi dalam penyebaran virus. Pada rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk menimbulkan infeksi. Walaupun satu kali bersin dapat melepaskan sampai 40.000 droplet, sebagian besar dari droplet tersebut cukup besar dan akan hilang dari udara dengan cepat. Seberapa lama virus influenza dapat bertahan dalam droplet udara nampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet: kelembaban rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu kebertahanan virus ini.
Karena virus influenza dapat bertahan di luar tubuh, virus ini juga dapat ditularkan lewat permukaan yang terkontaminasi seperti lembaran uang, gagang pintu, saklar lampu, dan benda-benda rumah tangga lainnya. Lamanya waktu virus dapat bertahan pada suatu permukaan beragam, virus dapat bertahan selama satu atau dua hari pada permukaan yang keras dan tidak berpori seperti plastik atau metal, selama kurang lebih lima belas menit pada kertas tissue kering, dan hanya lima menit pada kulit. Namun, apabila virus terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut dapat melindungi virus sehingga bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari pada uang kertas). Virus flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum diketahui saat berada dalam keadaan beku. Virus mengalami inaktivasi oleh pemanasan sampai 56 °C (133 °F) selama minimun 60 menit, dan juga oleh asam (pada pH <2).
2.6 Pencegahan dan Pengobatan
2.6.1 Pencegahan
a. Vaksinasi
Vaksinasi terhadap influenza dengan vaksin influenza sering direkomendasikan pada kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan lansia, atau pada penderita asma, diabetes, penyakit jantung, atau orang-orang yang mengalami gangguan imun. Vaksin influenza dapat diproduksi lewat beberapa cara; cara yang paling umum adalah dengan menumbuhkan virus pada telur ayam yang telah dibuahi. Setelah dimurnikan, virus kemudian akan diaktivasi (misalnya, dengan detergen) untuk menghasilkan vaksin virus yang tidak aktif. Sebagai alternatif, virus dapat ditumbuhkan pada telur sampai kehilangan virulensinya kemudian virus yang avirulen diberikan sebagai vaksin hidup. Efektivitas dari vaksin influenza beragam. Karena tingkat mutasi virus yang sangat tinggi, vaksin influenza tertentu biasanya memberikan perlindungan selama tidak lebih dari beberapa hari. Setiap tahunnya, WHO memprediksikan galur virus mana yang paling mungkin bersirkulasi pada tahun berikutnya, sehingga memungkinkan perusahaan farmasi untuk mengembangkan vaksin yang akan menyediakan kekebalan yang terbaik terhadap galur tersebut. Vaksin juga telah dikembangkan untuk melindungi ternak unggas dari flu burung. Vaksin ini dapat efektif terhadap beberapa galur dan dipergunakan baik sebagai strategi preventif, atau dikombinasikan dengan culling (pemuliaan) sebagai usaha untuk melenyapkan wabah.
Terdapat kemungkinan terkena influenza walaupun telah divaksin. Vaksin akan diformulasi ulang tiap musim untuk galur flu spesifik namun tidak dapat mencakup semua galur yang secara aktif menginfeksi seluruh manusia pada musim tersebut. Memerlukan waktu selama enam bulan bagi manufaktur untuk memformulasikan dan memproduksi jutaan dosis yang diperlukan untuk menghadapi epidemi musiman; kadangkala, galur baru atau galur yang tidak diduga menonjol pada waktu tertentu dan menginfeksi orang-orang walaupun mereka telah divaksinasi (seperti yang terjadi pada Flu Fujian H3N2 pada musim flu 2003-2004). Juga terdapat kemungkinan mendapatkan infeksi sebelum vaksinasi dan menjadi sakit oleh galur yang seharusnya dicegah oleh vaksinasi, karena vaksin memerlukan waktu dua minggu sebelum menjadi efektif.
Pada musim 2006-2007, CDC pertama kalinya merekomendasikan anak yang berusia kurang dari 59 bulan untuk menerima vaksin influenza tahunan. Vaksin dapat menimbulkan sistem imun untuk bereaksi saat tubuh menerima infeksi yang sebenarnya, dan gejala infeksi umum (banyak gejala selesma dan flu hanya merupakan gejala infeksi umum) dapat muncul, walaupun gejala tersebut biasanya tidak seberat atau bertahan selama influenza. Efek samping yang paling berbahaya adalah reaksi alergi berat baik pada material virus maupun residu dari telur ayam yang dipergunakan untuk menumbuhkan virus influenza; namun reaksi tersebut sangatlah jarang.
Sebagai tambahan selain vaksinasi terhadap influenza musiman, peneliti berusaha untuk mengembangkan vaksin terhadap kemungkinan pandemi influenza. Perkembangan , produksi, dan distribusi vaksin inluenza pandemik yang cepat dapat menyelamatkan nyawa jutaan orang pada saat terjadi pandemi inluenza. Karena hanya terdapat waktu yang singkat antara identifikasi galur pandemik dan kebutuhan vaksinasi, para peneliti sedang mencari pilihan moda produksi vaksin selain melalui telur. Teknologi vaksin hidup yang diinaktivasi (berbasis telur atau berbasis sel), dan teknologi rekombinan (protein dan partikel mirip virus), akan memberikan akses real time yang lebih baik dan dapat diproduksi dengan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan akses bagi orang-orang yang hidup di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah, dimana kemungkinan pandemi berasal.
b. Pengendalian Infeksi
Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik: seperti tidak menyentuh mata, hidung dan mulut; sering mencuci tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis alkohol); menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga disarankan. Walaupun masker wajah dapat membantu mencegah penularan saat merawat orang yang sakit terdapat bukti-bukti yang bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat. Merokok meningkatkan risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit yang lebih berat.
Karena influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat membantu mencegah sebagian dari infeksi. Alkohol merupakan bahan sanitasi yang efektif terhadap virus influenza, sementara senyawa amonium kuarterner dapat dipergunakan bersamaan dengan alkohol sehingga efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih lama. Di rumah sakit, senyawa amonium kuarterner dan bahan pemutih dipergunakan untuk membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya dipakai oleh pasien dengan gejala influenza. Di rumah, hal tersebut dapat dilakukan dengan efektif dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine yang diencerkan.
Pada pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja, dan bioskop memperlambat penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang besar terhadap angka kematian keseluruhan. Belum dapat dipastikan apakah menurunkan pertemuan publik, misalnya dengan menutup sekolah dan tempat kerja, akan menurunkan penularan karena orang yang menderita influenza bisa saja masih berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain; pendekatan seperti ini juga akan sulit untuk dilakukan dan mungkin tidak disukai. Apabila sejumlah kecil orang mengalami infeksi, mengisolasi orang yang sedang sakit dapat mengurangi risiko penularan.
2.6.2 Pengobatan
Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok, dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol) untuk meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu. Anak-anak dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka namun memiliki potensi menimbulkan kematian. Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur inflenza dapat menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.
a. Terapi Obat
1. Antipyretic : ASA 600 mg secara oral, 4 jam bagi dewasa; acetaminophen bagi anak-anak.
2. Agent adrenergic : Phenylephrine (Neo-Synephrine), 0,25%, 2 tetes pada tiap-tiap nostril bagi kongesti nasal.
3. Agent antitussive : Terpin hydrat dengan codeine, 5-10 ml PO q 3-4 jam untuk dewasa apabila batuk.
4. Agent antiinfektif : Amantadine 100 mg PO atau untuk durasi epidemic (3-6 minggu) untuk orang-orang beresiko tinggi berumur diatas 9 tahun bisa juga diberikan kepada orang-orang berumur diatas 65 tahun tetapi takaran dikurangi untuk orang dengan gagal fungsi.
5. Imunisasi aktif : Vaccine, 0,5ml IM untuk dewasa; 0,25 ml untuk bayi 6-35 bulan; 0,5 ml IM untuk anak-anak 3-12 tahun; untuk bayi dan anak-anak berikan 2 dosis pada interval 4 minggu. Vaksin ini harus diulangi secara tahunan pada individu-individu yang sudah tua, orang-orang dewasa yang sakit kronis, anak-anak dengan jantung kronis atau penyakit pulmonary, perawatan rumah penduduk dan fasilitas-fasilitas pelayanan kronis, dan penyediaan pelayanan kesehatan dengan mengontak pasien-pasien beresiko tinggi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Kepala dan Leher
Observasi :
a. Memungkinkan adanya konjungtivitis.
b. Wajah memerah.
c. Kemungkinan adanya lymphadenopathy cervival anterior.
d. Sakit kepala, photophobia dan sakit retrobulbar
3.1.2 Pernafasan
Observasi :
a. Mulanya ringan : sakit tenggorokan; substernal panas; batuk nonproduktif; coryza.
b. Kemudian : batuk keras dan produktif; erythema pada langit-langit yang lunak, langit-langit yang keras bagian belakang, hulu kerongkongan/tekak bagian belakang, peningkatkan RR, rhonchi dan crackles.
3.1.3 Abdominal
Observasi :
a. Anorexia dan malaise (rasa tidak enal badan).
3.1.4 Neurologi
Observasi :
a. Myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
3.1.5 Suhu Tubuh
Observasi :
a. Tiba-tiba serangan demam (380 hingga 390C <>0 hingga 1030F) yang secara bertahap turun dan naik lagi pada hari ketiga.
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial
a. Data Subyektif :
b. Data Obyektif : Rhonchi, crackles (rales), tachypnea, batuk (mulanya non-produktif, kemudian produktif), demam.
3.2.2 Kurang volume cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.
a. Data Subyektif : Keluhan-keluhan haus dan anorexia
b. Data Obyektif : Hyperthemia (380-390C; 1020-1030F), wajah memerah; panas, kulit kering; mukosa membran dan lidah kering; menurunnya output urine b.d kehilangan berat badan
3.2.3 Intoleransi terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.
a. Data Subyektif : Keluhan myalgia, kelelahan, sakit kepala dan photophobia
b. Data Obyektif : Menurunnya tingkat aktivitas
3.2.4 Hyperthermia b.d proses inflammatory
a. Data Subyektif : Keluhan rasa panas.
b. Data Obyektif : Meningkatnya suhu tubuh (380-390C; 1020-1030F) kulit kering dan panas.
3.3 Planning, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.
| |
Tujuan : Jalan udara pasien akan menjadi tetap dengan bunyi napas jelas.
| |
Kriteria Hasil : Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung tanpa hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi napas jelas.
| |
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi paru-paru untuk rhonchi dan crackles
Kaji karakteristik sekret : kuantitas, warna, konsistensi, bau.
Kaji status hidrasi pasien: turgor kulit, mukosa membran, lidah, intake dan output selama 24 jam, hematocrit.
Bantu pasien dengan membatuk bila perlu.
Posisi pasien berada pada body aligment yang benar untuk pola napas optimal (kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi 900).
Menjaga lingkungan bebas allergen (misal debu, bulu unggas, asap) menurut kebutuhan individu.
Tingkatkan kelembaban ruangan dengan dingin ringan.
Berikan decongestans (NeoSynephrine) seperti pesanan.
Mendorong meningkatkan intake cairan dari 1 ½ sampai 2 l/hari kecuali kontradiksi.
|
Menentukan kecukupan pertukaran gas dan luasan jalan napas terhalangi oleh sekret.
Adanya infeksi yang dicurigai ketika sekret tebal, kuning atau berbau busuk.
Menentukan kebutuhan cairan. Cairan dibutuhkan jika turgor kulit jelek. Mukosa membran lidah dan kering, intake output, hematocrit tinggi.
Membatuk mengeluarkan sekret.
Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala tempat tidur menggerakan isi abdominal menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi diaphragmatis.
Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala tempat tidur menggerakan isi abdominal menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi diaphragmatis.
Melembabkan dan menipiskan sekret guna memudahkan pengeluarannya.
Memudahkan pernapasan melalui hidung dan cegah kekeringan membran mukosa oral.
Mencairkan sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan.
|
Kurang volume cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.
| |
Tujuan : Volume cairan pasien akan menjadi adekuat.
| |
Kriteria Hasil : Intake cairanmeningkat. Kulit lembab. Membran mukosa oral lembab. Hemoglobin = 15,5. 1,1 g/dl untuk pria. 13,7. 1,0 g/dl untuk wanita. Hematocrit = 42%-50% untuk pria, 35%-47% untuk wanita. Output urine normal dengan konsentrasi normal. Tidak ada albuminuria.
| |
Intervensi
|
Rasional
|
Timbang pasien
Mengukur intake dan output cairan.
Kaji turgor kulit.
Observasi konsistensi sputum.
Observasi konsentrasi urine.
Monitor hemoglobin dan hematocrit.
Observasi lidah dan mukosa membran.
Bantu pasien mengidentifikasi cara untuk mencegah kekurangan cairan.
|
Periksa tambahan atau kehilangan cairan.
Menetapkan data keseimbangan cairan.
Kulit tetap baik berkaitan dengan inadekuat cairan interstitial.
Sputum tebal menunjukkan kebutuhan cairan.
Urine terkonsentrasi mungkin menunjukkan kekurangan cairan.
Peninggian mungkin menunjukkan hemokonsentrasi tepatnya kekurangan cairan.
Kekeringan menunjukkan kekurangan cairan.
Mencegah kambuh dan melibatkan pasien dalam perawatan.
|
Intoleransi terhadap aktivitas b.d O2 kurang dari kebutuhan.
| |
Tujuan : Pasien akan mampu untuk melakukan aktivitas harian tanpa kelemahan.
| |
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan kemampuan untuk melakukan aktivitas harian tanpa kelelahan atau ketidaknyamanan. Tenaga pulih.
| |
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi respon terhadap aktivitas.
Identifikasi faktor-faktor yang mendukung aktivitas intoleransi, misal demam, efek samping obat.
Kaji pola tidur pasien.
Periode rencana istirahat antara aktivitas.
Lakukan aktivitas bagi pasien hingga pasien mampu melakukannya.
|
Menentukan luasan toleransi.
Menghilangkan faktor-faktor kontribusi mungkin memecahkan aktivitas intoleran.
Kurang tidur kontribusi terhadap kelemahan.
Mengurangi kelelahan.
Penuhi kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan.
|
Hyperthermia b.d proses inflamatory.
| |
Tujuan : suhu tubuh pasien akan berada dalam batas normal
| |
Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal 380C (98,60F).
| |
Intervensi
|
Rasional
|
Ukur temperatur tubuh.
Kaji temperatur kulit dan warna.
Monitor jumlah WBC.
Ukur intake dan output.
Berikan antipiyretic seperti dipesan.
Tingkatkan sirkulasi udara dalam ruangan dengan fan.
Berikan sebuah permandian dengan spon hangat/suam-suam.
Kenakan sebuah kantong es yang ditutup dengan sebuah handuk pada axilla atau selangkang.
Selimuti pasien hanya dengan seperei.
|
Menunjukkan adanya demam dan luasannya.
Hangat, kering, kulit memerah menunjukkan suatu demam.
Indikasi leukopenia dibutuhkan untuk melindungi pasien dari infeksi tambahan. Leukocytosis menujukkan suatu inflamatory atau adanya proses infeksi.
Tentukan keseimbangan cairan dan perlu meningkatkan intake.
Kurangi demam melalui tindakan pada hypothalmus.
Memudahkan kehilangan panas oleh konveksi
Memudahkan kehilangan panas oleh evaporasi.
Memudahkan kehilangan panas oleh konduksi.
Mencegah kedinginan; mengigil akan meningkatkan lebih lanjut kecepatan metabolis.
|
3.3.1 Evaluasi Keperawatan
Hasil Pasien
|
Data Yang Menunjukkan Bahwa Hasil Dicapai
|
Jalan napas patent
|
Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung tanpa hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi napas jelas.
|
Volume cairan berada dalam batas-batas normal.
|
Intake cairanmeningkat. Kulit lembab. Membran mukosa oral lembab. Hemoglobin = 15,5 1,1 g/dl untuk pria. 13,7 1,0 g/dl untuk wanita. Hematocrit = 42%-50% untuk pria, 35%-47% untuk wanita. Output urine normal dengan konsentrasi normal. Tidak ada albuminuria.
|
Aktivitas dilakukan tanpa kelelahan atau ketidaknyaman.
|
Pasien menunjukkan kemampuan untuk melakukan aktivitas harian tanpa kelelahan atau ketidaknyamanan. Tenaga pulih.
|
Suhu badan dalam batas normal.
|
Suhu tubuh normal 380C (98,60F).
|
a. Pendidikan Pasien
1. Mendorong pasien untuk mempertahankan bed rest selama 2-3 hari setelah suhu kembali normal.
2. Ajari pentingnya minum paling kurangnya sehari 2/4 cairan guna meneruskan sekret mudah dikeluarkan.
3. Instruksikan pasien untuk memberitahukan dokter tentang gejala-gejala infeksi tahap kedua, termasuk sakit telinga, purulent atau sputum berdarah, sakit dada atau demam.
4. Beri informasi tentang obat yang diresepkan seperti nama, dosis, tindakan, frekuensi pemakaian dan efek samping.
5. Mendorong orang-orang beresiko tinggi untuk mendapatkan vaksin influenza sebelum musim flu mulai.
3.4 Sistem Layanan Kesehatan untuk Pasien
Pada kasus-kasus influenza biasa, pasien dapat dirawat dipuskesmas-puskesma terdekat. Namun, pada kasus Influenza tertentu seperti Flu Babi dan Flu burung diperlukan penanganan-penanganan khusus. Pasien harus di rawat di rumah sakit – rumah sakit Tipe A dan harus diisolasi diruangan khusus serta untuk kasus flu babi perawat atau pengunjung harus menggunakan pakaian khusus untuk menghindari terinfeksi dengan virus flu babi.
3.5 Berhubungan dengan Kasus
Dr. Terrence Tumpey memeriksa virus flu Spanyol 1918. Penelitian pada influenza mencakup penelitian pada virologi molekuler, bagaimana virus menimbulkan penyakit (patogenesis), respon imun inang, genom virus, dan bagaimana penyebaran virus (epidemiologi). Penelitian ini membantu pengembangan langkah menangkal influenza; contohnya, pemahaman yang lebih baik mengenai respons sistem imun tubuh membantu pengembangan caksin, dan gambaran yang mendetail mengenai bagaimana influenza menyerang sel membantu dikembangkannya obat-obat antivirus. Salah satu program penelitian dasar yang paling penting adalah Influenza Genome Sequencing Project (Proyek penentuan urutan genom influenza), yang menciptakan pustaka (daftar kumpulan) sekuens (gen) influenza; pustaka ini dapat membantu menentukan faktor mana yang membuat satu galur lebih mematikan dibanding galur yang lain, gen mana yang paling mempengaruhi imunogenisitas, dan bagaimana virus berevolusi dari waktu ke waktu.
Penelitian vaksin baru sangat penting, karena vaksin yang tersedia saat in isangat lambat dan mahal untuk diproduksi dan harus diformulasi ulang tiap tahunnya. Penentuan urutan (sequencing) dari genom influenza dan teknologi DNA rekombinan dapat mempercepat ditemukannya galur vaksin baru dengan memungkinkan peneliti mengganti antigen baru pada galur vaksin yang telah dikembangkan sebelumnya. Teknologi baru juga sedang dikembangkan untuk menumbuhkan virus pada kultur sel, yang menjanjikan angka produksi yang lebih tinggi, biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih baik dan surge capacity yang lebih baik. Penelitian pada vaksin influenza A universal, yang ditujukan pada domain eksternal dari protein M2 transmembran virus (M2e), sedang dilaksanakan oleh University of Ghent oleh Walter Fiers, Xavier Saelens, dan kelompoknya dan saat ini telah berhasil melewati uji klinis fase 1.
Sejumlah biologic, vaksin dan imunobiologic terapeutik juga sedang diteliti untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus. Biologi terapeutik dirancang untuk mengaktivasi respons imun terhadap virus atau antigen. Biasanya biologic tidak menargetkan jalur metabolik seperti obat-obat antivirus, namun merangsang sel imun seperti limfosit, makrofag, dan/atau antigen presenting cells untuk memberikan respons imun terhadap efek sitotoksik terhadap virus. Model influenza, seperti influenza mencit (murine influenza) merupakan model yang baik untuk dipergunakan untuk menguji efek biologic profilaksis dan terapeutik. Contohnya Lymphocyte T-Cell Immune Modulator menghambat pertumbuhan virus pada model influenza mencit.
3.6 Prinsip Etika Keperawatan
3.6.1 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien dengan cara yang sesopan mungkin agar pasien maupun keluarga pasien tidak tersinggung dengan cara-cara perawatan yang diterapkan kepada paien (dalam hal ini masalah pemakaian masker).
3.6.2 Memberikan health education kepada pasien dan keluarga, yaitu dengan memberikan penjelasan tentang :
a. mengajarkan pasien dan keluarga pasien untuk mencuci tangan.
b. Mengajarkan pasien menggunakan tissue sekali pakai dan membuangnya dengan baik pada tempatnya atau memakai sapu tangan yang sering dicuci
c. Menutup mulut ketika batuk
d. Menghindari kerumunan orang banyak
3.7 Nebulizer
3.7.1 Pengertian
Nebulizer adalah alat untuk merubah cairan (obat) menjadi uap yang sangat halus agar bisa dihisap ke dalam saluran pernafasan dan paru-paru.
3.7.2 Tujuan pemberian nebulizer
untuk memberikan obat melalui nafas spontan klien.
3.7.3 Obat-obat Nebulizer
a. micort: kombinasi anti radang dengan obat yang melonggarkan saluran napas
b. Nacl : mengencerkan dahak
c. Bisolvon cair : mengencerkan dahak
d. Atroven : melonggarkan saluran napas
e. Berotex : melonggarkan saluran napas
f. Inflamid :untuk anti radang
g. Combiven : kombinasi untuk melonggarkan saluran napas
h. Meptin : melonggarkan saluran napas.
3.7.4 Indikasi dan kontraindikasi Nebulizer
a. Indikasi
Untuk penderita asma, sesak napas kronik, batuk, pilek, dan gangguan saluran pernapasan.
b. Kontraindikasi
Untuk penderita asma, sesak napas kronik, batuk, pilek, dan gangguan saluran pernapasan.
3.7.5 Cara pemberian Nebulizer
a. Persiapan Alat
1. oksigen set
2. nebulizer set
3. cairan normal saline dan obat yang akan dipakai
4. spuit 5 atau 10 cc
5. mouth piece bila perlu
6. bengkok
7. tissue
b. Persiapan Pasien
1. salam terapeutik
2. memperkenalkan diri
3. menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan
4. pasien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
5. privacy pasien selama komunikasi dihargai
6. membuat kontrak waktu
c. Langkah Kerja
1. monitor vital sign sebelum dan sesudah pengobatan khususnya pada pasien yang menggunakan bronkodilator
2. Jelaskan prosedur pada klien.
3. Atur posisi klien senyaman mungkin paling sering dalam posisi semifowler, jaga privasi.
4. Petugas mencuci tangan.
5. Nebulizer diisi obat (sesuai program pengobatan) dan cairan normal salin ± 4-6cc.
6. Hidupkan nebulizer kemudian hubungkan nebulizer dan selangnya ke flow meter oksigen dan set aliran pada 4-5 liter/menit, atau ke kompresor udara.
7. Instruksikan klien untuk buang nafas.
8. Minta klien untuk mengambil nafas dalam melalui mouth piece, tahan nafas beberapa saat kemudian buang nafas melalui hidung.
9. Observasi pengembangan paru / dada klien.
10. Minta klien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah seluruh obat diuapkan.
11. Selesai tindakan, anjurkan klien untuk batuk setelah tarik nafas dalam beberapa kali (teknik batuk efektif).
12. Klien dirapikan.
13. Alat dirapikan.
14. Petugas mencuci tangan.
15. Catat respon klien dan tindakan yang telah dilakukan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum.
Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.
4.2 Saran
Hindari kontak langsung dengan rang yang terinveksi influenza. Biasakan mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan kegiatan. Jika telah terinfeksi influenza, segeralah periksa kedokter terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Mutamimul Ula. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Influenza. http://makalah-keperawatan.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html Mutammimul ula As'ad diakses tanggal 4 Oktober 2011 pukul 08 : 00 pm)
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 1. Jakarta : EGC
Sciencebiotech. 2009. Mengenal Virus Influenza http://sciencebiotech.net/mengenal-virus-influensa/ diakses tanggal 4 Oktober 2011 pukul 07 : 00 pm)
Universitas Gunadharma. 2010. Pemberian Nebulizer. http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-prosedur-pemberian.html diakses tanggal 7 Oktober 2011 pukul 7 : 07 pm )
Wikipwdia. 2011. Influenza. http://id.wikipedia.org/wiki/Influenza diakses tanggal 4 Oktober 2011 pukul 07 :10 pm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)