BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Efek-efek
fisiologik hormon tiroid mencakup peningkatan transkripsi messenger RNA dan
sintesis protein. Langkah ini agaknya diperlukan sebagai rangsangan respirasi
sel selanjutnya. Tiroksin dan tryoditironin keduanya secara khas merangsang
pembentukan energi, proses pemindahan elektron sistem enzim pemapasan
metokondria sel. Rangsangan proses oksidasi pada hormon tiroid mengakibatkan perangsangan
termogenesis kecuali pengaruh tiroksin dan tryodotironin juga meningkatkan
potensi kerja epnefrin dengan meningkatkan siensitifitas reseptor beta terhadap
katekolamin. Hormon tiroid juga merangsang perkembangan normal susunan saraf
pusat. Apabila tidak ada hormon ini pada waktu seseorang dilahirkan atau pada
masabayi terjadi retardasi mental dan kematangan neurologi terhambat.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa definisi Hipotiroid ?
1.2.2Bagaimana epindemiologi Hipotiroid ?
1.2.3 Apa saja etiologi Hipotiroid?
1.2.4 Apa saja klasifikasi Hipotiroid?
1.2.5 Apa saja manifestasi
klinis Hipotiroid?
1.2.6 Bagaimana
patofisiologi Hipotiroid?
1.2.7 Bagaimana
WOC Hipotiroid?
1.2.8 Bagaimana
komplikasi Hipotiroid?
1.2.9 Bagaimana
pemeriksaan diagnostik Hipotiroid?
1.2.10 Bagaimana
pencegahanHipotiroid?
1.2.11 Bagaimana
pengobatan Hipotiroid?
1.3.
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Menambah pengetahuan seputar penyakit Hipotiroidisme serta asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada pasien Hipotiroidisme.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui definisi Hipotiroid
b.
Untuk
mengetahui epindemiologi Hipotiroid
c.
Untukmengetahui
etiologi Hipotiroid
d.
Untuk
mengetahui klasifikasi Hipotiroid
e.
Untuk
mengetahui manifestasi klinis Hipotiroid
f.
Untuk
mengetahui patofisiologi Hipotiroid
g.
Untukmengetahui
WOC Hipotiroid
h.
Untuk
mengetahui komplikasi Hipotiroid
i.
Untukmengetahui
pemeriksaan diagnostik Hipotiroid
j.
Untuk
mengetahui pencegahan Hipotiroid
k.
Untukmengetahui
pengobatan Hipotiroid
1.4.
Manfaat
Pembuatan
makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa STIKES mengenai
penyakit Hipotiroidisme serta dapat melakukan asuhan keperawatan yang
benar pada pasien dengan penyakit Hipotiroidisme.
BAB
2
ISI
2.1.
Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar
tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di
dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan
saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga
sampai tiga perempat lingkaran. Arteri karotis komunis, arteri jugularis
interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam sarung tertutup do
laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk
laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang
antara fasia media dan prevertebralis.
2.2.
Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk aktif hormon ini
adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi hormon tiroksin
di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Sekresi
hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid
Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif
terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas
tirotropin dari hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang
bermacam-macam terhadap jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.
Kelenjar
tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah
polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin melalui pengaruhnya
terhadap tulang.Hormon tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir
semua proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau
hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara
lain adalah termoregulasi, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat,
metabolisme lemak, dan vitamin A.
Status
tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan
kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal dasar yang
perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-hormon.
Kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4. ketiga
bahwa distribusi enzim deyodinasi I, II, dan III (DI, DII, DIII) di berbagai
organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal, dan tiroid.
DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya di jaringan fetal
(otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.
2.3.
Definisi
Hipotiroidisme merupakan keaadaan yang ditandai
dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambat yang diikuti oleh
gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai optimal. (Bruner &
Suddarth.2002)
Hipotioridi terjadi bila terdapat defisiensi
tiroid, berakibat turunnya laju metabolisme dan proses-proses umum tubuh.
Manifestasi klinis terjadi karena asam hialuron mengikat air sehingga timbul sembab,
edema muka, tangan, kaki, pucat, dingin, kering. Juga terjadi penurunan fungsi
saraf sehingga timbul gerak gerik lambat, koordinasi kurang, kesan kaku, mental
menurun, depresi, atau gelisah. (dr. Jan Tambayong.2000)
Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah
status metabolik yang diakibatkan oleh kehilangan hormon tiroid.
(Baradero,2009)
Hipotiroid
adalah defisiensi produksi hormon dari kelenjar tiroid (Sylvia A.Price,1995)
2.4. Epidemiologi
Sebelum Perang Dunia II banyak
penyelidik di Indonesia menemukan kretin. Abu Hanifah menemukan di daerah
Kuantan 0,15% kretin di antara 50.000 penduduk. Pfister (1928) menemukan pada
suku Alas 17 kretin, 57 kretinoid dan 11 kasus yang meragukan dari 12.000
penduduk; jumlah semuanya meliputi 0,73%. Eerland (1932) menemukan 126 kretin
di Kediri dan banyak kretinoid, sedangkan Noosten (1935) menemukan juga kretin
di Bali.
2.5.
Etiologi
2.5.1. Malfungsi
hipotalamus dan hipofisis anterior
Malfungsi hipotalamus dan hipofisis
anterior akan menyebabkan rendahnya kadar TRH (Thyroid Stimulating Hormone) dan
TSH (Thyrotropin Releasing Hormone), yang akan berdampak pada kadar HT (Hormon
Tiroid) yang rendah.
2.5.2. Malfungsi
kelenjar tiroid
Kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TRH dan TSH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh
HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
2.5.3. Sebab-sebab
bawaan (kongenital)
Ibu kurang mendapat bahan goitrogen
(yodium, tiourasil, dsb)
Kekurangan yodium jangka panjang
merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang. Pada
daerah-daerah dari dunia dimana ada suatu kekurangan yodium dalam makanan,
hipotiroid yang berat dapat terlihat pada 5% sampai 15% dari populasi.
a.
Pengobatan yodium radio-aktif
Pasien-pasien
yang telah dirawat untuk suatu kondisi hipertiroid (seperti penyakit Graves)
dan menerima yodium ber-radioaktif mungkin menimbulkan sedikit jaringan tiroid
yang tidak berfungsi setelah perawatan. Kemungkinan dari ini tergantung pada sejumlah
faktor-faktor termasuk dosis yodium yang diberikan, bersama dengan ukuran dan
aktivitas dari kelenjar tiroid. Jika tidak ada aktivitas yang signifikan dari
kelenjar tiroid enam bulan setelah perawatan yodium ber-radioaktif, biasanya
diperkirakan bahwa tioroid tidak akan berfungsi lagi secara memadai. Akibatnya
adalah hipotiroid.
b.
Induksi obat-obatan
Obat-obatan
yang digunakan untuk merawat suatu tiroid yang aktif berlebihan (hipertiroid)
sebenarnya mungkin menyebabkan hipotiroid. Obat-obat ini termasuk methimazole
(Tapazole) dan propylthiouracil (PTU). Obat psikiatris, lithium (Eskalith,
Lithobid) adalah juga diketahui merubah fungsi tiroid dan menyebabkan
hipotiroid. Menariknya, obat-obat yang mengandung suatu jumlah yang besar dari
yodium seperti amiodarone (Cordarone), potassium iodide (SSKI, Pima), dan
Lugol’s solution dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam fungsi tiroid,
yang mungkin berakibat pada tingkat-tingkat darah dari hormon tiroid yang
rendah.
c.
Idiopatik.
d.
Hashimoto’s Thyroiditis
Penyebab
yang paling umum dari hipotiroid di Amerika adalah suatu kondisi yang
diwariskan/diturunkan yang disebut Hashimoto’s thyroiditis. Kondisi ini
dinamakan menurut Dr. Hakaru Hashimoto yang pertama kali menjelaskannya pada
tahu 1912. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya membesar (gondokan) dan
mempunyai suatu kemampuan yang berkurang untuk membuat hormon-hormon tiroid.
Hashimoto’s adalah suatu penyakit autoimun dimana sistim imun tubuh secara
tidak memadai menyerang jaringan tiroid. Kondisi ini diperkirakan mempunyai
suatu basis genetik. Contoh-contoh darah yang diambil dari pasien-pasien dengan
penyakit ini mengungkapkan suatu jumlah yang meningkat dari antibodi-antobodi
pada enzim ini, thyroid peroxidase (antibodi-antibodi anti-TPO). Karena basis
untuk penyakit autoimun mungkin mempunyai suatu asal yang umum, adalah bukan
tidak biasa menemukan bahwa seorang pasien dengan Hashimoto’s thyroiditis
mempunyai satu atau lebih penyakit autoimun lainnya seperti diabetes atau
pernicious anemia (kekurangan B12). Hashimoto’s dapat diidentifikasikan dengan
mendeteksi antibodi-antibodi anti-TPO dalam darah dan atau dengan melakukan
suatu thyroid scan.
2.5.4. Sebab-sebab
yang didapat (acquired):
a.
Tiroiditis limfositik menahun
Thyroiditis
merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan disebabkan oleh
suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu limfosit,
kondisinya dirujuk sebagai lymphocytic thyroiditis. Pada kasus-kasus ini,
biasanya ada suatu fase hipertiroid (dimana
jumlah-jumlah hormon tiroid yang berlebihan bocor keluar dari kelenjar yang
meradang), yang diikuti oleh suatu fase hipotiroid yang dapat berlangsung
sampai enam bulan.
b.
Tiroidektomi.
Karsinoma
tiroid dapat sebagai penyebab, tetapi tidak selalu menyebabkan hipotiroidisme.
Terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi.
Tiroidektomi merupakan pengangkatan kelenjar tiroid sewaktu operasi, yang
biasanya akan diikuti oleh hipotiroid. Selain itu, pemberian obat penekan TSH,
atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid, semua pengobatan
ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. (Price, 2000).
c.
Defisiensi yodium (gondok endemik).
Gondok
endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodium terjadi gondok karena
sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk
menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan
disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan
yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). (Price, 2000).
2.6
Klasifikasi
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme
primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri.
Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis,
hipotalamus atau keduanya disebut hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme
sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis disebut
hipotiroidisme tersier.(Brunner
&Suddarth.2001)
Jenis
|
Organ
|
Keterangan
|
Hipotiroidisme primer
|
kelenjar tiroid
|
Paling sering terjadi. Meliputi penyakit
Hashimoto tiroiditis
(sejenis penyakit autoimmune) dan terapi
radioiodine(RAI) untuk merawat penyakit hipertiroidisme.
|
Hipotiroidisme sekunder
|
kelenjar hipofisis(pituitari)
|
Terjadi jika kelenjar hipofisis tidak
menghasilkan cukup
hormon perangsang tiroid
(TSH) untuk merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan jumlah
tiroksin
yang cukup. Biasanya terjadi apabila
terdapat tumor di kelenjar hipofisis, radiasi atau pembedahan yang
menyebabkan kelenjar tiroid tidak lagi dapat menghasilkan hormon yang cukup.
|
Hipotiroidisme tertier
|
hipotalamus
|
Terjadi ketika hipotalamus gagal menghasilkan
TRH
yang cukup. Biasanya disebut juga disebut
hypothalamic-pituitary-axis hypothyroidism.
|
2.7
Manifestasi
Klinis
2.7.1. Kelambanan,
perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat
2.7.2. Penurunan
frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema), dan penurunan
curah jantung
2.7.3. Pembengkakkan
dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki
2.7.4. Penurunan
kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan dan
penyerapan zat gizi dari saluran cema
2.7.5. Konstipasi
2.7.6. Perubahan-perubahan
dalam fungsi reproduksi
2.7.7. Kulit
kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh
2.7.8. Manifestasi
klinis per sistem:
a. Sistem
integumen: kulit dingin, pucat, kering, bersisik dan menebal; pertumbuhan kuku
buruk, kuku menebal; rambut kering, kasar; rambut rontik dan pertumbuhannya
buruk.
b. Sistem
pulmonari: hipoventilasi, dipsnea
c. Sistem
kardiovaskular: bradikardi, disritmia, pembesaran jantung, hipotensi, toleransi
terhadap aktivitas menurun.
d. Metabolik:
penurunan metabolisme basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin.
e. Sistem
muskuloskeletal: nyeri otot, kontraksi dan relaksasi yang melambat
f.
Sistem neurologi: intelektual yang
melambat, berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang,
letargi atau somnolen, bingung, hilang pendengaran.
g. Sistem
gastrointestinal: anoreksia, peningkatan berat badan, konstipasi, distensi
abdomen.
h. Sistem
reproduksi: pada wanita terjadi perubahan menstruasi seperti amenore,atau masa
menstruasi yang memanjang
i.
Psikologis: apatis, agitasi, depresi,
paranoid, menarik diri.
2.8
Patofisiologi
Patofisiologi hipotiroidisme
didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme,
yaitu :
2.8.1. Hipotiroidisme
sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi
karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder,
sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme
tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya
karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi
hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali,
prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan
hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH,
hormon hipofisis lain, dan TSH.
2.8.2. Hipotiroidisme
Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar
tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi
merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara barat.
Umumnya ditemukan pada program skrining massal.
Kerusakan tiroid dapat terjadi karena:
a.
Operasi,
b.
Radiasi,
c.
Tiroiditis Autoimun,
d.
Karsinoma,
e.
Tiroiditis subakut,
f.
Dishormogenesis, dan
g.
Atrofi.
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil),
subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang
menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi
hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan
dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme
menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun.
Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar
<5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20
tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di
mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin
(antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan
hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen
meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah
interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis
gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis
Hashimoto tidak permanen.
Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam,
menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes
masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan
didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah
proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek
berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal,
namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder,
amatjarang.Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah
keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai.
Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun
pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan
dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga
jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan
defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami
gangguan perkembangan saraf.
2.9 WOC
2.10
Pemeriksaan Diagnostik
2.10.1.
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3
dan T4), TSH, dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di
tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan
kadar TSH yang tinggi.
2.10.2. Radiologis
USG atau CT scan tiroid (menunjukkan ada
tidaknya goiter), X-foto tengkorak (menunjukkan kerusakan hipotalamus
atau hipofisis anterior), dan Tiroid scintigrafi.
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang
yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan,disgenesisepifis dan
keterlambatan perkembangan gigi. (Sylvia.A.price.1995)
2.10.3. Skor Apgar Hipotiroid Kongenital
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar
hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang
tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.
Tabel
: Skor Apgar pada hipotiroid kongenital
|
|
Gejala klinis
|
Skore
|
Hernia umbilicalis
|
2
|
Kromosom Y tidak ada (wanita)
|
1
|
Pucat, dingin, hipotermi
|
1
|
Tipe wajah khas edematus
|
2
|
Makroglosi
|
1
|
Hipotoni
|
1
|
Ikterus lebih dari 3 hari
|
1
|
Kulit kasar, kering
|
1
|
Fontanella posterior terbuka (>3cm)
|
1
|
Konstipasi
|
1
|
Berat badan lahir > 3,5 kg
|
1
|
Kehamilan > 40 minggu
|
1
|
Total
|
15
|
2.11
Pencegahan
2.11.1. Diet
Makanan yang seimbang
dianjurkan, antara lain memberi cukup yodium dalam setiap makanan. Tetapi
selama ini ternyata cara kita mengelola yodium masih cenderung salah. Yodium
mudah rusak pada suhu tingggi. Padahal kita selama ini memasak makanan pada
suhu yang panas saat menambah garam yang mengandung yodium, sehingga yodium
yang kita masak sudah tidak berfungsi lagi karena rusak oleh panas. Untuk itu,
sebaiknya kita menambahkan garam pada saat makanan sudah panas dan cukup dingin
sehingga tidak merusak kandungan yodium yang ada pada garam.
Selain itu, makan-makanan
yang tidak mengandung pengawet juga diperlukan. Asupan kalori disesuaikan
apabila BB perlu di kurangi. Apabila pasien mengalami letargi dan defisit
perawatan diri, perawat perlu memantau asupan makanan dan cairan.
2.11.2.
Aktivitas
Kelelahan akan menyebabkan pasien tidak bisa melakukan aktivitas
hidup sehari-hari dan kegiatan lainnya. Kegiatan dan istirahat perlu diatur
agar pasien tidak menjadi sangat lelah. Kegiatan ditingkatkan secara bertahap.
2.11.3.
Pada masa kehamilan hindari penggunaan
obat-obatah antitiroid secara berlebihan, yodium profilaksis pada daerah-daerah
endemik, diagnosis dini melalui pemeriksaan penyaringan pada neonatus.
2.11.4.
Sedangkan pada hipotiroidisme dewasa
dapat dilakukan dengan pemeriksaan ulang tahunan.
2.12 Penatalaksanaan
2.12.1.
Pengobatan
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian
tiroksin, biasanya dalam dosis rendah sejumlah 50 µg/hari dan setelah beberapa
hari atau minggu sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhirnya mencapai
dosis pemeliharaan maksimal sejumlah 200 µg/hari. Pengukuran kadar tiroksin
serum dan pengambilan resin T3 dan kadar TSH penderita hipotiroidisme primer
dapat digunakan untuk menentukan menfaat terapi pengganti.
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis
rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang
serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal.
Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti
hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan
saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa
diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan
kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat
mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain
adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid
dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping
yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali
normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan
selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid.
Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka
dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
2.12.2. Terapi sulih hormon
obat pilihannya adalah sodium levo-thyroxine.
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel
berikut :
Umur
|
Dosis g/kg BB/hari
|
0-3
bulan
3-6
bulan
6-12
bulan
1-5
tahun
2-12
tahun
>
12 tahun
|
10-15
8-10
6-8
5-6
4-5
2-3
|
a. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak
ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai
dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu. Bila ada perbaikan klinis, dosis dapat
ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 μg/m2/hari.
b. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon
klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung
dari etiologi hipotiroid.
2.12.3. Pembedahan
Tiroidektomi dilaksanakan
apabila goiternya besar dan menekan jaringan sekitar. Tekanan pada trakea dan
esofagus dapat mengakibatkan inspirasi stridor dan disfagia. Tekanan pada
laring dapat mengakibatkan suara serak.
2.13
Komplikasi
2.13.1. Koma miksedema
Koma miksedema adalah situasi
yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Dalam keadaan darurat
(misalnya koma miksedema), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
2.13.2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
(Kretinisme)
Jika hipotiroidisme yang
berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal, maka kita akan mendapatkan penderita
yang cebol dan mungkin imbesil. Pada waktu lahir tidak ditemukan kelainan
tetapi pada umur 2-3 bulan sudah bisa timbul gejala lidah tebal dan jarak
antara ke dua mata lebih besar dari biasanya. Pada waktu ini kulit kasar dan
warnanya agak kekuningan. Kepala anak besar, mukanya bulat dan raut mukanya
(ekspresi) seperti orang bodoh sedangkan hidungnya besar dan pesek, bibirnya tebal,
mulutnya selalu terbuka dan juga lidah yang tebal dikeluarkan. Pertumbuhan
tulang juga terlambat. Sedangkan keadaan psikis berbeda-beda biasanya antara
agak cerdik dan sama sekali imbesil.
2.13.3. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan
HT dan stabilisasi semua gejala dengan segera.
2.13.4. Penyakit Hashimoto
Disebut
tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantobodi yang merusak jaringan tiroid.
Ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat
umpan balik negatif yang minimal.
2.13.5. Gondok Endemic
Hipotiroid
akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua
iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH
dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.
2.13.6. Karsinoma Tiroid
Karsinoma
Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid.
Terapi- terapi tersebut akan merangsan proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
(Long,
Barbara.C,2000:261 dan Hudak and Gallo,1996:479)
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Dampak
penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu
lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak
mungkin informasi antara lain:
3.1.1.
Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak
kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama
3.1.2. Kebiasaan hidup
sehari-hari seperti:
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien
menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3.1.3. Tempat tinggal klien
sekarang dan pada waktu balita
3.1.4. Keluhan utama klien,
mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh:
a. Sistem pulmonary
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem musculoskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik
3.1.5. Pemeriksaart fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien
terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta
roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban.
Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensie.
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
3.1.6. Pengkajian psikososial klien sangat sulit
membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat
malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep
diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
3.1.7. Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan
kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer
akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH
dapat menurun atau normal).
3.2
Diagnosa
3.2.1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan
kelelahan dan penurunan proses kognitif.
3.2.2. Perubahan suhu tubuh
3.2.3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
3.2.4. Kurangnya pengetahuan tentang program
pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup
3.2.5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
depresi ventilasi
3.2.6. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan
gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
3.2.7. Miksedema dan koma miksedema.
3.3
Intervensi dan Rasional
3.3.1.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan
penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas dan kemandirian
Intervensi:
a.
Atur
interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang
dapat ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil
memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b.
Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika
pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien
untuk berpartisipasi dalamaktivitas perawatan mandiri.
c.
Berikan stimulasi melalui percakapan dan
aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa
terlalu menimbulkan stress pada pasien.
d.
Pantau respons pasien terhadap peningkatan
aktititas.
Rasional
: Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
3.3.2.
Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi:
a.
Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan
selimut.
Rasional
: Meminimalkan kehilangan panas
b.
Hindari
dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut
listrik atau penghangat).
Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi
perifer dan kolaps vaskuler
c.
Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan
penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan
dimulainya koma miksedema.
d.
Lindungi
terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angina
Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan
pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
3.3.3. Konstipasi
berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan :
Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi:
a. Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional
: Meminimalkan kehilangan panas.
b. Berikan makanan yang kaya
akan serat
Rasional
: Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
c. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis
makanan yang banyak mengandung air.
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan
kepada pasien agar . feses tidak keras
d. Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan
pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e. Dorong klien untuk
meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional
: Meningkatkan evakuasi feses
f. Kolaborasi : untuk
pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional
: Untuk mengencerkan feces.
3.3.4. Kurangnya pengetahuan
tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup
Tujuan :
Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Intervensi:
a. Jelaskan dasar pemikiran
untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional
: Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang
diresepkan, kepada pasien.
b. Uraikan efek pengobatan
yang dikehendaki pada pasien.
Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali
perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon
tiroid.
c. Bantu pasien menyusun
jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian
hormon tiroid.
Rasional
: Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan.
d. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat
dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi
pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
e. Jelaskan perlunya tindak
lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional
: Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat
dideteksi dan diobati.
3.3.5. Pola napas tidak
efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan
pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi:
a. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan;
oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
Rasional
: Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya
dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan
pernapasan yang adekuat.
c. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan
hati-hati.
Rasional
: Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat
gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
d. Pelihara saluran napas
pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial
dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan.
3.3.6. Perubahan
pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
Intervensi:
a. Orientasikan pasien
terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat
percakapan dan aktifitas
Rasional
: Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
c. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan
proses penyakit.
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga
tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif
dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat.
3.3.7. Miksedema dan koma
miksedema
Tujuan:
Tidak ada komplikasi.
Intervensi:
a. Pantau pasien akan; adanya
peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
1.
Penurunan
tingkat kesadaran ; demensia
2.
Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah,
frekuensi, pernapasan, suhu tubuh, denyut nadi)
3.
Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan
menyadarkan pasien.
Rasional : Hipotiroidisme berat jika tidak
ditangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh
sistem tubuh
b. Dukung dengan ventilasi
jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
Rasional: Dukungan ventilasi diperlukan untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
c. Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin)
seperti yang diresepkan dengan sangat hati-hati.
Rasional : Metabolisme yang lambat dan
aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat
pemberian tiroksin.
d. Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan
interval waktu tertentu.
Rasional
: Meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.
e. Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik,
sedatif dan analgetik.
Rasional : Perubahan pada metabolisme
obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan
miksedema.yang, tidak bersifat mengancam.
.
BAB
4
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Berdasarkan Buku Patologi, disebutkan defisiensi ataupun resistensi perifer
terhadap hormon tiroid menimbulkan keadaan hipermetabolik terhadap
hipotiroidisme. Apabila kekurangan hormon timbul pada anak-anak dapat
menimbulkan kretinisme. Pada anak yang sudah agak besar atau pada umur dewasa
dapat menimbulkan miksedema, disebut demikian karena adanya edematus, penebalan
merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan mukopolisakarida hidrofilik
pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
Pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, kretinisme atau hipotiroidisme kongenital
dipakai kalau kelainan kelenjar tiroidea sudah ada pada waktu lahir atau
sebelumnya. Kalau kelainan tersebut timbul pada anak yang sebelumnya normal,
maka lebih baik dipakai istilah hipotiroidisme juvenilis atau didapat.
4.2.
Saran
Peran perawat dalam penanganan hipotiroidisme dan mencegah terjadinya
hipotiroidisme adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian
hipotiroidisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Amri.2010.Askep Hipotiroidisme. ( online http://amrilaril.blogspot.com/2010/12/askep-hipotiroidisme.html diakses tanggal 3 Maret 2012 pukul 16.00 WIB )
Brunner &Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Vol 2. Jakarta: EGC
Doenges,ME and moorhouse,MF.1999.Rencana
asuhan keperawatan,ed 3.Jakarta:EGC
dr. Jan Tambayong.2005.Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC
Karenz.2000.Askep Hipotiroid.( online http://kerenz-kerenz.blogspot.com/p/askep-hipotiroid.html diakses tanggal 3 Maret 2012 pukul 16.20 WIB )
(Online http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Hypothyroidism8 diakses tanggal 4 Maret 2012 pukul 20.15 WIB )
( Onlile http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=24&id=51903 diakses tanggal 5 Maret 2012 pukul 20.15 WIB )
Price,SA and wilson,LM.2005.Patofisiologi:
konsp klinis prose-proses penyakit,vol 2.Jakarta:EGC
Price,SA
dan Lorraine M.Wilson.1995.Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit edisi empat buku kedua.Jakarta:EGC
Risky,Tiara90.2011.Askep pada pasien kelenjar tyroid.http://riskytiara90.blog.com/2011/07/05/askep-pada-pasien-kelenjar-tyroid/ diakses tanggal 6 Maret 2012 pukul 12.35 WIB )
Sloane, Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC
Syaifuddin.1997.Anatomi
Fisiologi Untuk Siswa Perawat.Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)