BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Carpal
tunnel syndrome (CTS)
atau sindroma terowongan karpal (STK) adalah salah satu gangguan pada lengan
tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan karpal,
baik akibat edema
fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan
sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus dipergelangan tangan. Carpal
Tunnel Syndrome diartikan
sebagai kelemahan pada tangan yang disertai nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus (Viera
,2003, Sidharta, 2006.
Carpal
tunnel syndrome (CTS)
merupakan neuropati tekanan saraf medianus terowongan karpal di pergelangan tangan dengan
kejadian yang paling sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan
pada malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf
medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar (Kao,2003, Susanto, 2004,
Aroori,2008). Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar
neuritis atau partialthenar
atrophy (De Jong,
1992)
Terowongan karpal terdapat di bagian
depan dari pergelangan tangan dimana tulang dan ligamentum membentuk suatu
terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus.
Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan
kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse
carpal ligament dan
palmar
carpal ligament)
yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut (Krames,
1994,Viera ,2003, Barnardo,2004, Davis,2005). Setiap perubahan yang mempersempit
terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya
yaitu nervus medianus.
1.1 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana konsep carpal tunnel sindrome (CTS)?
1.2.2 Bagaimana konsep proses keperawatan pada carpal
tunnel sindrome (CTS)?
1.2 Tujuan instruksional umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan carpal tunnel sindrome (CTS)
1.3 Tujuan instruksional khusus
1.4.1 Mengetahui definisi carpal tunnel sindrome
(CTS)
1.4.2 Mengetahui etiologi carpal tunnel sindrome
(CTS)
1.4.3 Mengetahui protagenis carpal tunnel sindrome
(CTS)
1.4.4 Mengetahui patofisiologi carpal tunnel
sindrome (CTS)
1.4.5 Mengetahui manifestasi klinis carpal tunnel
sindrome (CTS)
1.4.6 Mengetahui pemeriksaan diagnostik carpal
tunnel sindrome (CTS)
1.4.7 Mengetahui penatalaksanaan carpal tunnel
sindrome (CTS)
1.4.8 Mengetahui asuhan keperawatan pada carpal
tunnel sindrome (CTS)
1.4 Manfaat penulisan
1.5.1 Mahasiswa mampu dan mengerti tentang carpal
tunnel sindrome (CTS)
1.5.2 Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien carpal tunnel sindrome (CTS)
BAB 2
CARPAL
TUNNEL SINDROME
2.1 ANATOMI
DAN FISIOLOGI
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah
neuropati tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus
medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi
kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari
tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui
terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang
menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma
Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).
Carpal Tunnel Syndrome adalah suatu neuropati yang sering ditemukan,
biasanya unilateral pada tahap awal dan dapat menjadi bilateral. Gejala yang
ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala sensorik walaupun pada akhirnya dapat
pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya gejala yang sering dijumpai
adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran listrik (tingling)
pada daerah yang diinnervasi oleh nervus medianus. Gejala ini dapat timbul
kapan saja dan di mana saja, baik di rumah maupun di luar rumah. Seringkali
gejala yang pertama timbul di malam hari yang menyebabkan penderita terbangun
dari tidurnya. Sebagian besar penderita biasanya baru mencari pengobatan
setelah gejala yang timbul berlangsung selama beberapa minggu. Kadang-kadang
pijatan atau menggoyang-goyangkan tangan dapat mengurangi gejalanya, tetapi
bila diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus secara progresif dan
semakin memburuk. Keadaan ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan penderita
akan penyakit yang dideritanya dan sering dikacaukan dengan penyakit lain
seperti "reumatik".
Anatomi
Nervus Medianus melewati suatu
terowongan pada pergelangan tangan untuk mempersarafi kulit telapak
tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan
setengah sisi radial jari manis. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral
dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu
terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus.
Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan
kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal
ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas
tulang-tulang karpalia tersebut.
2.1 DEFINISI
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan
atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada
pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini
juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial
thenar atrophy Carpal Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu
sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius
bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan pertama kali dilaporkan oleh
Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah Carpal Tunnel Syndrome
diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938.
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari
pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan
sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang
karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan
atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan
palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia
tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.
2.2
PROTAGENESIS
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis dari Carpal
Tunnel Syndrome. Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik dan
vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya Carpal Tunnel Syndrome.
Umumnya Carpal Tunnel Syndrome terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan
fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan
yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan
intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti
yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh
anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan
kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural.
Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan
sembab yang timbul terutama pada malam hari dan/pagi hari akan berkurang
setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat
terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut
akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar
menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Pada Carpal Tunnel Syndrome akut
biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga
terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan
berlanjutnya gangguan aliran darah.
Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan
edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada
saraf tersebut. Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan
invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf
terganggu.
2.3
ETIOLOGI
Terowongan karpal yang
sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon
fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini
dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah
Carpal Tunnel Syndrome.
Pada sebagian kasus
etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa
penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan
dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk. Carpal
Tunnel Syndrome
Pada kasus yang lain etiologinya adalah :
2.3.1
Herediter : neuropati herediter yang
cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN ( hereditary motor and sensory
neuropathies) tipe III.
2.3.2
Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom
pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan.
Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
2.3.3
Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi
dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang
sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain
musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya
juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.
2.3.4
Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis,
sarkoidosis.
2.3.5
Metabolik : amiloidosis, gout.
2.3.6
Endokrin : akromegali, terapi estrogen
atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroid, kehamilan.
2.3.7
Neoplasma : kista ganglion, lipoma,
infiltrasi metastase, mieloma.
2.3.8
Penyakit kolagen vaskular : artritis
reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
2.3.9
Degeneratif : osteoartritis.
2.3.10
Iatrogenik : punksi arteri radialis,
pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti
koagulan.
2.3.11
Faktor stress
2.3.12
Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa
yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan
carpal tunnel syndrome
2.4
MANIFESTASI KLINIS
Pada tahap awal gejala
umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada
keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan
setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh
jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah
nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering
membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila
penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan
tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila
penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut,
rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering
bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan
atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal
pergelangan tangan .
Dapat pula dijumpai
pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan
terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai
mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls
sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.
Pada tahap yang lebih
lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat
menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat
dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami
penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita
Carpal Tunnel Syndrome pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar
dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus.
2.5
PATOFISIOLOGI / WOC
Syaraf
Median lewat melalui kumparan tunnel pada tulang yang terjadi karena carpal
dorsalis dan ligamen transversal. Pada carpal tendon fleksor bergerak melalui
parallel tunnel menuju syaraf median. Radang dan pembengkakan dari garis
sinofial selaput tendon mempersempit ruang yang ada dan menyebabkan tekanan
syraf median. Gangguan kesehatan dan gejala kesemutan dan nyeri ,akibabkan oleh
pembengkakan syaraf yang melewati terowongan carpal di pergelangan tangan ,
penekanan yang berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya
2.6
PENATALAKSANAAN
Sebuah tim orthopedic sudah membuat suatu
latihan khusus yang dapat membantu menangani penderita CTS. Latihan ini harus
dimulai pada awal ketika akan bekerja, dan pada akhir selesai bekerja. Latihan
ini dapat menurunkan tekanan pada nervus medianus yang bertanggungjawab pada
CTS.Pada pasien dengan diagnosa baru CTS sebaiknya mengurangi aktivitas rutin
seperti mengepel. Memegang cangkir, selama ± 7 – 10 hari aktivitas ringan ini
ternyata secara substansial dapat menaikkan tekanan pada sisi dalam kanalis karpalis
yang di dalamnya terdapat nervus medianus.Berdasarkan penelitian di USA pada
102 tangan (92 orang) 4 total 81 tangan didapatkan CTS, dengan 21 tangan
penderita terkontrol. Tekanan kanal tengah pada pasien dengan CTS ± -43,8 mmHg
sampai dengan 24 mmHg.Adapun latihan yang dianjurkan untuk mengurangi tekanan
pada CTS, dengan cara-cara non bedah antara lain :
2.6.1
Penarikan dan penegangan kedua
pergelangan tangan dan jari-jari secara kuat tahan ± 5 menit
2.6.2
Luruskan tangan dan lemaskan
jari-jari
2.6.3
Kepalkan tinju dan tangan
diluruskan
2.6.4
Tinju tetap dikepalkan dengan
pergelangan tangan diturunkan ± 5 hitungan
2.6.5
Luruskan tangan dan lemaskan
jari-jari
2.6.6
Latihan minimal selama 10
menit, kemudian biarkan tangan tergantung di sisi badan tanpa tenaga dan
digoyang-goyangkan selama beberapa menit. Adapun penderita CTS antara lain
penggunaannya sebagai., juru ketik, pekerja pabrik, operator keyboard yang
sering mempergunakan tangannya dengan posisi yang sama dalam waktu yang
lama.Dengan lari yang jauh dan modifikasi dalam bekerja dapat menghemat uang
pasien tanpa harus ada intervensi bedah.
a.
Pada kebanyakan kasus,
terkadang intervensi bedah tidak dapat dihindari, pembedahan dilakukan untuk
melebarkan kanalis karpalis sehingga hasil dapat dinikmati dengan cepat,
semuanya manifestasi klinis dapat segera hilang.
b.
Intervensi bedah dilakukan
antara lain dengan melepaskan ligamentum yang menjerat/menjepit atap dari
kanalis karpalis dibuka kemudian dilebarkan ruangannya sehingga dapat
menurunkan tekanan pada nervus medianus.Cara standar dengan membuat sayatan
kecil di atas telapak tangan dengan dengan pergelangan tangan. Melalui sayatan
tersebut, ahli orthopaedi dengan menggunakan penglihatan extra hari-hati
melonggarkan jeratan ligamentum yang meliputi kanalis carpalis.Cara lain dengan
endoscopic teknik dengan sayatan kecil ¾ inch, ahli orthopedic meletakkan
telescope kecil pada canal dengan menggunakan pisau micro kemudian memotong
ligamentum yang menjerat kanal. Tapi cara ini cukup merepotkan, karena ahli
bedah itu sendiri tidak dapat melihat anatomi dengan jelas. Jadi dengan incisi
sudah cukup baik.Pada dasarnya ada beberapa cara intervensi bedah, tapi goalnya
adalah sama, yaitu melonggarkan kanal dan menurunkan tekanan di dalam kanal
itu.Memang dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dapat kembali menjadi normal,
gejala CTS memang tidak sekonyong-konyong hilang begitu saja walaupun sudah
dilakukan pembedahan (tidak semua kasus).
a.
Aspek dari fungsi N. medianus.
b.
Kanalis karpalis ada di bawah
pergelengan tangan, terdiri dari tulang-tulang pada pergelangan tangan dan
ligamentum transversum carpalis. Meningkatnya tekanan pada kanal dapat
menimbulkan efek pada N. medianus.
c.
Goal dan pembedahan adalah
membebaskan ligamentum dan memberikan ruang pada N. medianus di dalam kanalis
carpalis.
2.7 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada
penderita
dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom
tangan.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan
diagnosa CTS adalah :
a.
Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi
tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS,
tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b.
Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan
pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan
sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS,
tesini menyokong diagnosa.
c.
Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila
timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika
dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi.
d.
Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan
tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang
akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai
pada penyakit Raynaud.
e.
Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat
ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
f.
Menilai
kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat
dinamometer.
g.
Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi
tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga
dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka
tes ini menyokong diagnosa CTS.
h.
Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan
karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik
timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i.
Luthy's sign (bottle's
sign) : Penderita
diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila
kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosa
j.
Pemeriksaan
sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada
jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan
menyokong diagnosa
k.
Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita
diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang
terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung
diagnosa CTS (Greenberg,1994).
Dari
pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah sangat
patognomonis
untuk CTS (Barnardo,2004, Davis,2005, Aroori, 2008))
2.7.1
Pemeriksaan neurofisiologi
(elektrodiagnostik).
a.
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya
fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada
otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus Carpal Tunnel Syndrome.
b.
Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25%
kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten
distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi
safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten
motorik.
c.
Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat
apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan
dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
d.
Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi Carpal Tunnel Syndrome belum jelas, misalnya pada penderita
usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah
lengkap.
2.8.2 terapi
Selain ditujukan langsung terhadap Carpal Tunnel
Syndrome terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang
mendasari terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. Oleh karena itu sebaiknya terapi
Carpal Tunnel Syndrome dibagi atas 2 kelompok, yaitu :
a.
Terapi langsung terhadap Carpal Tunnel
Syndrome. :
1.
Terapi konservatif.
a.
Istirahatkan pergelangan tangan.
b.
Obat anti inflamasi non steroid.
c.
Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam
hari selama 2-3 minggu.
d.
lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau
hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke
dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm
ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus
palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu
atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum
memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
e.
Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian
diuretika.
f.
Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis
berpendapat bahwa salah satu penyebab Carpal Tunnel Syndrome adalah defisiensi
piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari
selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan
dalam dosis besar
g.
Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan.
2.
Terapi operatif.
Tindakan operasi pada Carpal Tunnel Syndrome disebut
neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan
pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila
terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada
Carpal Tunnel Syndrome bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan
yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis
lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif
gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif
tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi Carpal Tunnel Syndrome
dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan
mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi
karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan
komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.. Beberapa penyebab
Carpal Tunnel Syndrome seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis
pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.
a.
Flick's sign.
Penderita
diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila
keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa. Carpal Tunnel
Syndrome Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit
Raynaud.
b.
Thenar wasting.
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan
adanya atrofi otot-otot thenar.
c.
Menilai kekuatan dan ketrampilan serta
kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta
untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan
ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari
tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan
gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
d.
Wrist extension test.
e.
Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti, Carpal Tunnel
Syndrome maka tes ini menyokong diagnosa. Carpal Tunnel Syndrome
f.
Phalen's test.
Penderita
melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul
gejala seperti Carpal Tunnel Syndrome, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa
Carpal Tunnel Syndrome.
g.
Torniquet test.
Dilakukan
pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan
sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti
Carpal Tunnel Syndrome, tes ini menyokong diagnosa.
h.
Tinel's sign.
Tes
ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi
nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi
tangan sedikit dorsofleksi
i.
Pressure test.
Nervus
medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam
waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti Carpal Tunnel Syndrome, tes
ini menyokong diagnosa.
j.
Luthy's sign (bottle's sign).
Penderita
diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila
kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
k.
Pemeriksaan sensibilitas.
Bila
penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada
jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan
menyokong diagnosa.
l.
Pemeriksaan fungsi otonom.
Diperhatikan
apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa Carpal
Tunnel Syndrome
1.
Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang
mendasari Carpal Tunnel Syndrome.
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya
Carpal Tunnel Syndrome harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan
kekambuhan Carpal Tunnel Syndrome kembali. Pada keadaan di mana Carpal Tunnel
Syndrome terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya Carpal Tunnel Syndrome atau mencegah kekambuhannya antara
lain :
a. Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
b. Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk.
c. Batasi gerakan tangan yang repetitif.
d. Istirahatkan tangan secara periodik.
e. Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar
pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.
f. Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan
secara teratur
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa
penyakit yang sering mendasari terjadinya Carpal Tunnel Syndrome seperti:
trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal
ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi,
akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi,
penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan,
obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau
menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.
2.8
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.8.1
Elektrodiagnostik
2.8.2
Rontgenograf
2.8.3
Falositas/ kecepatan dari syaraf
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Data Subyektif
Gejala yang dikeluhkan pasien adalah dari adanya
kompresi syaraf median diantaranya :
a.
Episode rasa nyeri yang panas atau rasa nyeri yang
berdenyut pada tangan dan keluhan berkurang bila mengguncang tangan atau dengan
menggerakkan tangan
b.
Hyposthesia
pada ibu jari, jari telunjuk dan jari manis, lebih-lebih setelah fleksi
pergelangan yang dipaksakan, karena seperti menjahit atau memegang buku
c.
Perasaan
bengkak pada area yang terkena
d.
Mengeluhkan kesukaran mengambil atau memegang benda
yang kecil, terasa kaku.
2.
Data Obyektif
a.
Tidak terdapat pembengkakan tangan, pergelangan atau
jari
Terlihat bagian yang melekuk atau tertekan dari
jaringan lunak pada sebelah bawah ibu jari pada telapak tangan (bagian telapak
tangan yang menonjol)
3.2
diagnosa
3.2.1
nyeri b.d stimulus nervus medianusn
3.2.2
ganggua mobilitas fisik b.d penurunan fungsi sendi pergelangan tangan
3.2.3
kelebihan volume cairan b.d terganggunya sirkulasi pembuluh darah
3.2.4 gangguan perfusi jaringan b.d
penurunan suplai oksigen ke jaringan
3.2.5 gangguan integritas kulit b.d
odema ,perubahan stuktur kulit.
3.3
intervensi
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
1
|
MK:
nyeri
DS:mengunkapakan
secara verbal/ melaporkan ddengan isyarat tentang nyeri yang di rasakan.
P
:
Q
:
R
: Jari tangan
S
: 5-6
T
: Menetap.
DO:
gerakan menghindari rangsangan nyeri
Wajah
meringis
|
TUJUAN
: Setelah di lakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri berkurang.
NOC
:
1. Nyeri berkurang.1- 3
2. Mengenali faktor penyebab dan
menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan
psikologis.
4. Menunjukkan tekhnik relaksasi
secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
|
NIC
:
1. Kaji kualitas nyeri yang
komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, keparahan,
dan faktor presipitasinya.
2. Berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung, serta cara mengantisipasi
nyeri tersebut.
3. Ajarkan penggunaan tekhnik non
farmakologi untuk mengendalikan nyeri (distraksi dan relaksasi).
4. Kolaborasi pemberian analgetik.
|
1. Untuk
menentukan tingat keparahan serta membantu dalam pengambilan keputusan
selanjutnya.
2. Pengetahuan
pasien mengenai masalah kesehatan nyeri membantu dalam menemukan cara
mengantisipasi nyeri.
3. Tehnik
distraksi dan relaksasi membantu meredakan nyeri.
4. Analgetik
berfungsi meredakan nyeri.
|
2
|
MK:
Gangguan mobilitas fisik
DS
: Px mengatakan sukit bergerak.
Do
:
- Px
kesulitan bergerak.
- Px
dibantu keluarga saat beraktivitas.
Keterbatasan
rentang gerak (ROM)
|
TUJUAN : setelah di lakukan
tindakan selama 3 x 24 jam mobilitas fisik pasien mulai membaik.
NOC
:
1. Menunjukkan
penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
2. Meminta
bantuan untuk aktifitas mobilisasi jika di perlukan.
3. Melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu
4. ROM
aktif
|
NIC
:
1. Ajarkan
pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
2. Ajarkan
dan bantu pasien dalam proses perpindahan.
3. Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif / pasif.
4. Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik sebagai sumber dalam perencaanaan aktivitas perawatan pasien.
|
1. Membantu
pasien dalam melakukan aktifitas.
2. Menghindari
cedera akibat kurangnya pengetahuan mengenai mobilisasi.
3. Rom
aktif dan Pasiv meminimalisir terjadinya kekauan otot.
4. Membantu
menyusun rencana intervensi yang bisa dilakukan.
|
3
|
MK:
kelebihan volume cairan
DS:
Pasien mengatakan terjadi pembengkakan pada bagian jari.
DO:
Perubahan
tekanan darah
Pasien
tampak cemas.
|
TUJUAN
: Setelah di lakukan intervensi selama
1x24jam kelebihan volume cairan berkurang.
NOC
:
1. Menyetakan
pemahaman tentang pembatasan cairan dan dietnya secara verbal
2. Menyatakan
pemahaman tentang pengobatan yang di berikan secara verbal
3. Mempertahankan
TTV dalam batas normal untuk pasien.
4. Tidak
mengalami pernafasan dangkal.
|
NIC
:
1. Timbang
berat badan setiap hari dan pantau kemajuannya.
2. Ajarkan
pasien untuk mneghentikn penyebab dan mengatasi edema , pembatasan diet,dan
penggunaan dosis, dan efek samping, pengobatan yang di anjurkan.
3. Kaji
komplikasi pulmoner dan/atau kardiovaskuler yang diindikasikan dengan
meningkatnya distress pernafasan, meningkatkan frekuensi nadi, meningkatnya
tekanan darah,bunyi jantung tidak normal,dan/atau bunyi nafastidak normal.
4. Pantau
indikasi kelebihan / retensi cairan
|
1.
Membantu mengevaluasi status
cairan khususnya bila di bandingkan dengan berat badan.
2.
Membantu mengevaluasi evisiennya
dialisa atau hipervolemia.
3.
Membantu menyusun rencana
intervensi yang akan di lakukan.
4.
Untuk menimalisir terjadi
kelebihan volume cairan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)