BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kognitif
adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan peran
penting dalam intilegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat, dimana
proses tersebut melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan memanggil ulang
semua atau beberapa kejadian yang pernahh dialami.
Gangguan kognitif yang paling sering ditemui
meliputi Demensia dan Delirium. Banyak orang mensalah artikan antara Demensia,
Delirium dan Depresi. Juga tentang respon kognitif yang maladaptive pada
seseorang. Hal ini merupaka tugas perawat sebagai tenaga professional yang
mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan asuhan keperawatan khususnya pada
klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas oleh kelompok kali ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa
pengertian dari gangguan kognitif?
1.2.2
Apa
saja macam-macam dari gangguan kognitif?
1.2.3
Apa
perbedaan dari delirium, depresi dan demensia?
1.2.4
Apa
yang dimaksud dengan classical conditioning dan operant conditioning?
1.2.5
Bagaimana
peran perawat dalam pemberian terapi kognitif?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan
Umum
Diharapkan untuk dapat memahami
tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya pada klien dengan gangguan kognitif.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1. Pengertian dari gangguan kognitif
2. Macam-macam dari gangguan kognitif
3. Perbedaan dari delirium, depresi dan demensia.
4. Pengertian classical conditioning dan operant
conditioning Stressor
5. Peran perawat dalam pemberian terapi kognitif
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Pengertian
Kognitif adalah Kemampuan berpikir dan
memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi
dan memperhatikan. (Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612). Gangguan kognitif erat
kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan
dipengaruhi oleh keadaan otak.
Respon kognitif maladaptif meliputi
ketidakmampuan untuk membuat keputusan, kerusakan memori dan penilaian,
disorientasi, salah persepsi, penurunan rentang perhatian, dan kesulitan
berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara episodik atau terjadi
terus-menerus. Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai dengan penurunan
fungsi secara progresif tergantung stressor.
2.1.1 Fungsi
Otak
a.
Lobus
Frontalis. Pada
bagian lobus ini berfungsi untuk : Proses belajar : Abstraksi, Alasan.
b.
Lobus
Temporal. Berfungsi
untuk : Diskriminasi bunyi, perilaku verbal, dan berbicara.
c.
Lobus
Parietal. Berfungsi untuk : Diskriminasi waktu, fungsi somatic, dan fungsi motorik.
d.
Lobus
Oksipitalis. Berfungsi untuk : Diskriminasi visual, dan diskriminasi beberapa aspek memori.
e.
Sisitim
Limbik. Berfungsi untuk : Perhatian, flight of idea, memori, dan daya ingat.
Secara
umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala
yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :
a.
Gangguan
pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala:
1)
Kemampuan
memecahkan masalah berkurang.
2)
Hilang
rasa sosial dan moral.
3)
Impilsif.
4)
Regresi.
b.
Gangguan
pada lobus temporalis akan ditemukan gejala :
1)
Amnesia.
2)
Dimentia.
c.
Gangguan
pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir
sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.
d.
Gangguan
pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara lain :
1)
Gangguan
daya ingat.
2)
Memori.
3)
Disorientasi.
2.2
Jenis
Gangguan Kognitif
Gangguan
kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah delirium dan demensia.
Tabel berikut menjelaskan karakteristik delirium dan demensia. Depresi pada
lansia seringkali salah didiagnosis sebagai demensia, tabel dibawah dapat
digunakan sebagai acuan.
2.4
Adaptasi Psikososial
2.3
Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia
Perbedaan
|
Delirium
|
Depresi
|
Demensia
|
Awitan
|
Cepat (beberapa jam sampai beberapa
hari)
|
Cepat (beberapa minggu sampai beberapa
bulan)
|
Bertahap (bertahun-tahun)
|
Proses gangguan
|
Fluktuasi luas; dapat berlangsung
terus selama beberapa minggu jika penyebab tidak diketahui
|
Mungkin ada pembatasan diri atau
menjadi kronik tanpa pengobatan
|
Kronik; lambat namun terus menurun
|
Tingkat kesadaran
|
Berfluktuasi dari waspadfa hingga
sulit untuk dibangunkan
|
Normal
|
Normal
|
Orientasi
|
Pasien disorientasi, bingung
|
Pasien mungkin tampak disorientasi
|
Pasien disorientasi, bingung
|
Afek
|
Berfluktuasi
|
Sedih, depresi, cemas, rasa bersalah
|
Labil, apatis pada tahap lanjut
|
Perhatian
|
Selalu terganggu
|
Kesulitan berkonsentrasi; menelaah
kembali semua tindakannya
|
Mungkin utuh; pasien dapat memusatkan
perhatian pada satu hal untuk waktu yang lama
|
Tidur
|
Selalu terganggu
|
Terganggu
|
Biasanya normal
|
Perilaku
|
Pasien agitasi, gelisah
|
Pasien mungkin lelah, apatis, mungkin
agitasi
|
Pasien mungkin agitas, apatis,
keluyuran
|
Pembicaraan
|
Jarang atau cepat; pasien mungkin
inkoheren
|
Datar, jarang, mungkin meledak-ledak;
dapat dimengerti
|
Jarang atau cepat; berulang-ulang,
mungkin inkoheren
|
Memori
|
Terganggu, terutama untuk peristiwa
yang baru saja terjadi
|
Bervariasi dari hari ke hari; lamban
dalam mengingat; sering defisit memori jangka pendek
|
Terganggu, terutama untuk peristiwa
yang sudah lama
terjadi
|
Kognisi
|
Gangguan berfikir
|
Mungkin tampak terganggu
|
Gangguan berfikir dan menghitung
|
Isi pikir
|
Inkoheren, bingung; waham; stereotip
|
Negatif; hipokondriasis, pikiran
tentang kematian; paranoid
|
Tidak teratur, kaya isi pikir, waham,
paranoid
|
Persepsi
|
Salah penafsiran, ilusi, halusinasi
|
Terganggu; pasien mungkin mengalami
halusinasi pendengaran; penafsiran terhadap orang lain dan kejadian
|
Tidak berubah
|
Penilaian
|
Buruk
|
Buruk
|
Buruk; perilaku tidak tepat secara
sosial
|
Daya tilik
|
Mungkin ada saat-saat berfikir jernih
|
Mungkin terganggu
|
Tidak ada
|
Penampilan pada penilaian status
mental
|
Buruk tetapi bervariasi; meningkat
saat berfikir jernih dan saat penyembuhan
|
Kerusakan memori; menghitung,
menggambar, mengikuti perintah biasanya tidak terganggu; sering menjawab
”Saya tidak tahu”
|
Secara konsisten buruk; makin
memburuk; pasien berupaya menjawab semua pertanyaan
|
2.4
Diagnosis
2.5
Penanganan Klien Dengan Gangguan Kognitif
Penanganan gangguan jiwa
harus dilakukan dengan tepat dan tepat serta terencana terutama keluarga.
Menurut Prof. Sasanto dalam Bali Post (2005), salah satu titik penting untuk
memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka
juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan sehingga
tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi penderita
gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun
diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan
pencegahan kekambuhan.
2.6.1
Classical Conditioning
Classical conditioning merupakan pengkondisian klasik yang melibatkan stimulus tak
terkondisi (UCS) yang secara otomatis dapat membangkitkan respon berkondisi
(CR), yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) bila diasosiasikan dengan
stimulus tak berkondisi (UCS). Hal inilah yang dinamakan proses pembelajaran
yang dikarenakan asosiasi.
2.6.2
Operant Conditioning
Operant
conditioning merupakan salah satu dari dua jenis pengondisian dalam
pembelajaran asosiasi (associative learning). Pembelajaran asosiatif adalah
pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan dua
peristiwa. Dalam operant conditoning, individu belajar mengenai hubungan antara
sebuah perilaku dan konsekuensinya. Sebagai hasil dari hubungan asosiasi ini,
setiap individu belajar untuk meningkatkan perilaku yang diikuti dengan
pemberian ganjaran dan mengurangi perilaku yang diikuti dengan hukuman.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian operant conditioning adalah
sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana konsekuensi dari sebuah
perilaku mengubah kemungkinan berulangnya perilaku (King, 2010 :356).
a.
Prinsip Operant Conditioning
1)
Penguatan (reinforcement)
Penguatan
adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku
dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi
menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
a)
Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
Penguatan
positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk
memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons
menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Dua hal penting dalam menggunakan penguatan
positif adalah timing (pengaturan waktu) dan konsistensi dalam pemberian
penguatan. Timing (pengaturan waktu) -> stimulus positif harus diberikan
dalam jangka waktu yang singkat mengikuti respon dari objek. Consistency ->
merupakan sifat dasar dari awal proses blajar berdasarkan jadwal pemberian
penguatan positif dimana penguat positif harus diberikan setelah ada respon
dari objek.
b)
Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)
Negative
Reinforcement adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena
hilangnya rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan). Perbedaan
mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan
dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu
perilaku yang baik. Dua tipe kondisi penguatan negatif yaitu :
1)
Escape Conditioning adalah bentuk penguatan negatif karena sesuatu yang negatif dihilangkan. Escape conditioning merupakan penguatan perilaku
karena adanya suatu kejadian menghasilkan efek negatif. Beberapa stimulus atau kejadian yang bilamana dihentikan atau
dihilangkan akan meningkatkan atau memelihara kekuatan respon.
2)
Penghindaran
(Avoidance conditioning) yaitu respon untuk mencegah sesuatu yang tidak
menyenangkan atau melakukan pencegahan.
2)
Hukuman (Punishment)
Hukuman
(punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan
kemungkian sebuah perilaku akan muncul.
a.
Hukuman
positif dan hukuman negatif
Dalam
hukuman juga terdapat pembagian antara positif dan negatif. Hukuman positif (positive
punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan
yang tidak menyenangkan, misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di
sekolah maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar
lebih giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak
tersebut akan mendapatkan nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment),
sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau
menyenagkan diambil.
b.
Permasalahan
yang timbul dalam stimulus yang tidak menyenangkan (Hukuman)
Ada
lima permasalahan yang timbul berhubungan dengan penggunaan stimulus yang
tidak menyenangkan berupa hukuman (punishment), yaitu :
1)
Jika
seseorang terbiasa menggunakan hukuman yang berat seperti membentak dengan
suara keras, maka seseorang tersebut menjadi contoh orang yang pemarah dan
galak saat menghadapi situasi yang menekan.
2)
Hukuman bisa
menimbulkan rasa takut, kemarahan, dan penghindaran. Hukuman pada dasarnya
mengajarkan orang-orang untuk menghindari sesuatu. Sebagai contoh, pada umumnya
murid tidak akan menyukai guru yang suka menghukum bahkan kemungkinan mereka
tidak mau bersekolah lagi.
3)
Seseorang
akan mengalami kecemasan dan marah saat mendapat hukuman sehingga tidak
akan berkonsentrasi terhadap tugas mereka selama beberapa waktu.
4)
Hukuman lebih
mengajarkan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan dibandingkan dengan
hal-hal yang seharusnya dilakukan.
5)
Terkadang
hukuman yang dimaksud untuk mengurangi perilaku buruk dapat berubah menjadi penguat
perilaku buruk tersebut. Seseorang berpikir saat mendapat hukuman dia
merasa dirinya lebih diperhatikan atau bahkan membuatnya menjadi lebih disegani
oleh orang-orang disekitarnya.
2.6
Peran Perawat Dalam Terapi Kognitif
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang
manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Fungsi
perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan
asuhan keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini dapat dicapai dengan
aktifitas perawat kesehatan jiwa yaitu :
a. Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik, mental dan
social sehingga dapat membentu penyembuhan pasien.
b. Bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now” yaitu dalam
membantu mengatasi segera dan tiak itunda sehingga tidak terjai penumpukan
masalah.
c. Sebagai model peran yaitu paerawat dalam memberikan bantuan kepada
pasien menggunakan dir sendiri sebagai alat melalui contoh perilaku yang
ditampilkan oleh perawat.
d. Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien merupakan hal
yang penting. dalam hal ini perawat perlu memasukkan pengkajian biologis secara
menyeluruh dalam mengevaluasi pasien kelainan jiwa untuk meneteksi adanya
penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.
e. Memberi pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien, keluarga
dan komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan jiwa,
cirri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, cirri-ciri gangguan jiwa, fungsi
dan ugas keluarga, dan upaya perawatan pasien gangguan jiwa.
f. Sebagai perantara social yaitu perawat
dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga dan masyarakat alam
memfasilitasi pemecahan masalah pasien.
g. Kolaborasi dengan tim lain. Perawat dalam
membantu pasien mengadakan kolaborasi dengan petugas lain yaitu dokter jiwa,
perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas), pekerja social, psikolog, dan
lain-lain.
h. Memimpin dan membantu tenaga perawatan
dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada management
keperawatan kesehatan jiwa. Sebagai pemimpin diharapkan dapat mengelola asuhan
keperawatan jiwa an membantu perawat yang menjadi bawahannya.
i.
Menggunakan
sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental. Hal ini penting untuk
diketahui perawat bahwa sumber-sumber di masyarakat perlu iidentifikasi untuk
digunakan sebagai factor penukung dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang
ada di masyarakat.
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KOGNITIF
3.1
Pengkajian
a.
Identitas Klien : Meliputi nama,
Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Alamat, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal masuk
Rumah Sakit, Tanggal Pengkajian, dan Sumber Data.
b.
Keluhan Utama
c.
Faktor Predisposisi, antara lain :
1)
Gangguan
fungsi susunan saraf pusat.
2)
Gangguan
pengiriman nutrisi.
3)
Gangguan
peredaran darah.
d.
Aspek Fisik / Biologis
e.
Aspek Psikososial
f.
Status Mental
g.
Kebutuhan Persiapan Pulang
h.
Mekanisme Koping
1)
Dipengaruhi
pengalaman masa lalu.
2)
Regresi.
3)
Rasionalisasi.
4)
Denial.
5)
Intelektualisasi.
i.
Masalah Psikososial dan Lingkungan
3.2
Diagnosa
1.
Resiko perilaku mencederai diri
sendiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan proses pikir.
2.
Gangguan
proses pikir berhubungan dengan gangguan otak.
3.
3.3
Intervensi
Aa
Tgl
|
No.
|
Diagnosis
|
PERENCANAAN
|
|
INTERVENSI
|
|
Diagnosis
|
Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria Evaluasi
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|
|
Resiko perilaku mencederai diri sendiri dan orang
lain berhubungan dengan gangguan proses pikir.
|
TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, dan orang
lain.
TUK : 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya
|
1.1 Klien mau
membalas salam
1.2 Klien meu
menjabat tangan
1.3 Klien mau
menyebutkan nama
1.4 Klien mau
tersenyum
1.5 Klien mau
kontak mata
1.6 Klien mau
mengetahui nama perawat
|
1.1.1
Beri salam/panggil nama
1.1.2
Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1.1.3
Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.1.4
Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
1.1.5
Beri rasa aman dan empati
1.1.6
Lakukan kontak singkat tapi sering
|
|
|
|
TUK : 2
|
|
|
|
|
Gangguan
proses pikir bd
gangguan otak
|
TUM : Klien dapat melakukan aktifitas dengan benar
dan tidak terjadi gangguan proses pikir
TUK : 1
Pasien akan memenuhi kebutuhan
biologis dasar
TUK : 2
Pasien akan aman dari cedera
|
1.1
|
1.1.1
Pertahankan nutrisi yang adekuat; pantau asupan
dan keluaran cairan.
1.1.2
Berikan kesempatan untuk istirahat dan stimulasi.
1.1.3
Bantu ambulasi jika diperlukan.
1.1.4
Bantu aktivitas hygiene sesuai kebutuhan.
2.1.1
Kaji fungsi sensiori dan persepsi.
2.1.2
Berikan kemudahan untuk memperoleh kacamata, alat
bantu pendengaran, tongkat, alat bantu berjalan, dll,
jika diperlukan.
2.1.3
Amati dan jauhkan dari keadaan yang membahayakan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia
serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Respon kognitif maladaptif adalah ketidakmampuan untuk membuat
keputusan, kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah persepsi,
penurunan rentang perhatian, dan kesulitan berfikir logis. Macam gangguan kognitif melitputi Delirium dan
Demensia. Terdapat beberapa perbedaan antara Delirium, Demensia,
dan Depresi, terutama pada tingkat kesadaran pasien dimana pasien dengan
delirium dapat mengalami penurunan tingkat kesadaran. Delirum adalah suatu keadaan proses pikir yang terganggu,
ditandai dengan: Gangguan perhatian, memori, pikiran dan orientasi. Sedangkan demensia adalah suatu keadaan respon kognitif
maladaptif yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual/ kerusakan
memori, penilaian, berpikir abstrak.
4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini,
diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama
pemahaman yang berhubungan dengan klien yang mengalami gangguan kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Pilliteri, Adele. 2002.
Buku Saku Keperawatan. Jakarta: ECG
Simkin, Penny. 2007. Panduan Lengkap Kehamilan Dan Bayi Edisi
Revisi. Jakarta: ECG
Pillitteri, Adele.
2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC.
Simkin, Penny. 2007. Panduan
Lengkap Kehamilan, Melahirkan, dan Bayi Edisi Revisi. Jakarta: Arcan.
DEPKES RI. 1993. Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Hamil Dalam Konteks Keluarga. Jakarta. Bhakti husada
Bobak.2004.Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi
4.Jakarta:ECG
, 2011. Kehamilan Trimester III. (online) http://ilmu-ilmu
keperawatan. blogspot. com/2011/01/kehamilan-trimester-3.html,
diakses tanggal 23 September 2012 pukul 10.00
, 2011. Asuhan Keperawatan Kehamilan Trimester III (online) http:/
/rirhychayank. blogspot. com/2011/01/asuhan-keperawatan-kehamilan-trimester.
html
diakses tanggal 23 September 2012 pukul 10.00
, 2011. Asuhan Keperawatan Mandiri. (online) http://
asuhan-keperawatan- mandiri. blogspot. com/2011/12/ masa -kehamilan- trimester
3. html diakses tanggal 23 September 2012 pukul
10.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)