Rabu, 14 Desember 2011

neuronitis vestibular


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Tubuh senantiasa terpelihara dalam posisi tegak seimbang berkat ada alat kontrol organ keseimbangan di dalam ruang telinga tengah. Organ keseimbangan bekerja sebagai sebuah sistem. Ada tiga gelung pipa (semicircular canal) berisi cairan yang ketiganya bermuara ke ruang vestibule. 
Di setiap ujung gelung pipa terdapat ujung-ujung saraf cupula yang berada dalam ruang ampula. Cupula ini bersifat peka rangsangan jika tersentuh oleh aliran cairan dalam gelung pipa yang mengalir hilir mudik, sesuai posisi dan gerakan kepala. Dalam posisi kepala tertentu kadang aliran dalam gelung menyentuh cupula, kadang pula tidak. 
Ada tidaknya sentuhan aliran cairan dalam masing-masing gelung pipa terhadap masing-masing cupula yang akan memberi informasi ke otak lewat saraf keseimbangan (vestibular nerve). Informasi ini yang mengabarkan ke otak sedang dalam posisi apa tubuh berada dari saat ke saat. Lalu otak menata psosisi seimbang dengan memerintahkan kepala dan postur tubuh jika ternyata tidak berada dalam posisi tidak, atau kurang seimbang, sehingga tubuh senantiasa terpelihara dalam posisi tegak seimbang. Untuk itu, perlu koordinasi dengan mata juga. 
Keluhan vertigo muncul jika kerja organ keseimbangan ini mengalami gangguan. Gangguan bisa terjadi di komponen mana saja. Bisa di organ keseimbangan, bisa juga di tingkat pusat atau otak. Karena itu untuk melacak penyebab vertigo-nya perlu dilakukan beberapa tes dan pemeriksaan di bagian mana organ keseimbangan mengalami gangguan. Untuk itu diperlukan tes, termasuk tes pendengaran, tes fungsi vestibule, foto tengkorak, pemeriksaan cairan otak, rekam otak EEG, scan kepala, dan pemeriksaan pembuluh darah leher serta kepala. 
Penyakit telinga sendiri lebih dari sepuluh jenis. Gangguan telingan bisa menjadi sumber penyebab vertigo, termasuk infeksi radang, dan tumor di dalam ruang telinga tengah, tempat organ keseimbangan berada. Infeksi dan tumor juga bisa mengenai saraf dan inti saraf di dalam otak, selain jika terjadi kelainan bola mata , gangguan aliran darah leher, penyakit saraf, atau tumor otak.

1.2        Rumusan Masalah
1.2.1   Neuronitis vestibular
a.  apa definisi Neuronitis vestibular ?
b.  bagaimana gejala klinis neuronitis vestibular ?
c.  bagaimana pemeriksaan penunjang neuronitis vestibular ?
d.  bagaimana patofisiologi neuronitis vestibular ?
e.  bagaimana factor pencetus neuronitis vestibular ?
f.   bagaimana penatalaksanaan neuronitis vestibular ?
1.2.2   Vertigo posisional benigna
a.  apa definisi Vertigo posisional benigna ?
b.  bagaimana gejala klinis Vertigo posisional benigna ?
c.  bagaimana pemeriksaan penunjang Vertigo posisional benigna ?
d.  bagaimana patofisiologi Vertigo posisional benigna ?
       e.  bagaimana factor pencetus Vertigo posisional benigna ?
       f.   bagaimana penatalaksanaan Vertigo posisional benigna ?
1.2.3   Bagaimana tujuan dan contoh dari Latihan Vestibular ?
1.2.4   Bagaimana Asuhan Keperawatan ?

1.3        Tujuan
1.3.1   Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang nyeri kepala yaitu neuronitis vestibular, Vertigo Posisional Benigna, dan Latihan Vestibular.

1.3.2   Tujuan Khusus
a.    Mahasiswa dapat mengetahui definisi Neuronitis Vestibular,Vertigo Posisional benigna,dan Latihan Vestibular
b.    Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi Klinisnya
c.    Mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan Penunjangnya
d.    Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologinya
e.    Mahasiswa dapat mengetahui Faktor Pencetusnya
f.      Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaannya
g.    Mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Neuronitis Vestibular,Vertigo Posisional Benigna, dan Latihan Vestibular.



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.    Neuronitis Vestibular
2.1.1. Definisi Neuronitis Vestibular
Neuronitis Vestibularis (Vestibular Neuronitis) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya serangan vertigo (perasaan berputar) mendadak akibat peradangan pada saraf yang menuju ke kanalis semisirkularis. Neuronitis vestibularis dikenal juga sebagai vestibulopati perifer akut.

2.1.2. Gejala Klinis Neuronitis Vestibular
Neuronitis vestibularis ditandai oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering disertai mual, muntah, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase lambat ke arah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang menurun pada telinga yang sakit.
Serangan vertigo yang pertama sangat berat, disertai dengan mual dan muntah dan berlangsung selama 7-10 hari. Bola mata bergerak-gerak diluar kesadaran ke arah telinga yang terkena (gejala ini disebut nistagmus). Penyakit ini membaik dengan sendirinya. Bisa terjadi dalam bentuk serangan tunggal atau beberapa kali serangan dalam waktu 12-18 bulan. Serangan berikutnya biasanya berlangsung lebih sebentar dan lebih ringan dibandingkan dengan serangan pertama kali. Penyakit ini tidak mempengaruhi fungsi pendengaran.
Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia. Vertigo akut biasanya sembuh spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh lagi setelah berhari atau berminggu-minggu.
Beberapa pasien mengalami gejala sisa gangguan fungsi vestibular, yang menimbulkan kondisi disekuilibrium kronis yang paling terasa bila pasien bergerak. Separuh dari pasien akan mendapat serangan ulang berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian.
 










2.1.3. Pemeriksaan Penunjang Neuronits Vestibular
a.   Dilakukan pemeriksaan fungsi pendengaran dan elektronistagmografi (rekaman pergerakan mata dengan menggunakan metoda elektronik). Pemeriksaan nistagmus lainnya adalah dengan memasukkan sejumlah kecil air es ke dalam setiap saluran telinga lalu pergerakan mata penderita direkam.
b.   Untuk membedakan neuronitis vestibularis dari penyebab vertigo lainnya bisa dilakukan pemeriksaan MRI kepala.
c.   Nistagmus
1.   Tes Romberg yang dipertajam (sharpen Romberg Test)
      Tes Romberg ditujukan untuk adanya disfungsi sistem vestibular. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama minimal 30 detik. Pada tes ini pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit yang satu berada di depan jari kaki lain. Lengan dilipat ke dada dan mata ditutup.
2.      Stepping test
Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dengan mengatakan sebelumnya bahwa pasien harus berusaha agar tetap di tempat dan tidak beranjak selama tes. Tes ini dapat mendeteks gangguan vestibular. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari 1 meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat.
3.      Salah tunjuk (past pointing)
Pasien diminta merentangkan tangan dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa, kemudian disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk (deviasi) dan demikian juga dengan gangguan serebellar.

2.1.4. Pathofisiologi Neuronitis Vestibular













Rounded Rectangle: vestibular
Rounded Rectangle: Non vestibular


 



















2.1.5. Faktor Pencetus Neuronitis Vestibular
a.   Infeksi virus pada alat keseimbangan di telinga dalam
b.   Radang/infeksi saraf keseimbangan (vestibular neuritis),biasanya terjadi serangan vertigo berulang beberapa jam atau beberapa hari setelah serangan pertamanya,seringkali disertai perasaan cemas,seringkali dialami setelah infeksi virus sebelumnya,tidak disertai gangguan maupun penurunan pendengaran.

2.1.6. Penatalaksanaan Neuronitis Vestibular
a.   Tindakan independen keperawatan
1.   Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
2.   Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
3.   Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan terjadinya ver­tigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat.
4.   Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi.
5.   Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.
6.   Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan vestibu­lar akut.

b.   Farmakologis
Karena neuronitis vestibularis adalah penvakit yang dapat sembuh sendiri dengan penyebab yang tidak diketahui, pengobatan diarahkan untuk nrenyupresi gejala-­gejalanya. Obat-obat berikut ini bermanfaat meredakan vertigo akibat neuronitis vestibularis, mabuk kendaraan atau gangguan vetibuler lainnya. Bila mual hebat maka obat antivertigo dapat diberikan supositoria atau injeksi. Perawatan di rumah sakit diperlukan pada pasien yang disekuilibriumnya berat atau muntah-muntah terus sehingga membutuhkan rehidrasi intravena.
1.   Antihistamin
Supresi vertigo bukan sifat umum dari semua antihistamin dan tidak berkaitan dengan potensi perifernya sebagai antagonis histamin. Aktivitas antihistamin yang benar-benar mengurangi vertigo (dimenhidrinat, difenhidramin, meklizin, siklizin) ternyata spesifik dan tidak hanya mensupresi pusat muntah batang otak. Sesungguhnya banyak antiemetik yang sering dipakai hanya sedikit bermanfaat untuk mengatasi vertigo. Antihistamin-antivertigojuga menunjukkan aktivitas antikolinergik pada sistem saraf pusat. Sifat ini mungkin merupakan mekanisme biokimiawi dari aktivitas antivertigo yang mendasarinya.
Efek samping. Efek samping utama dari zat-zat ini adalah sedasi. Rasa mengantuk ini terutama lebih menonjol dengan dimenhidrinat atau difenhidramin. Efek sedatif ini bermanfaat pada pasien vertigo yang hebat. Bila pasien kurang menyukai efek ini maka dapat diberikan meklizin atau siklizin atau betahistin mesilat (Merislon, Betaserc). Efek samping antikolinergik berupa mulut kering atau penglihatan kabur kadang-kadang terjadi.
2.   Obat antikolinergik
Mensupresi aktif secara sentral dari aktivitas sistem vestibular dan dapat berguna untuk mengurangi vertigo. Skopolamin metilbromida (Holopon) 3 kali 1-2 mg sehari. Tetapi pada orang tua harus hati-hati sebab dapat menimbulkan konfusi mental dan obstruksi saluran keluar kandung kemih.
3.   Prometazin dari golongan fenotiazin
Merupakan yang paling efektif dari golongan ini dalam mengobati vertigo dan mabuk kendaraan. Efek samping utama adalah mengantuk.
4.   Zat simpatomimetik juga mensupresi vertigo
Efedrin memiliki efek sinergis bila digabung dengan obat antivertigo lainnya. Efek stimulan dari obat ini dapat mengatasi efek sedatif dari obat lainnya tetapi dapat menyebabkan insomnia, gemetar dan palpitasi.
5.   Penyekat saluran kalsium perifer seperti flunarizin (Sibelium) 1-2 kali 5 mg/hari dapat diberikan pada kasus vertigo dengan penyakit vaskular yang mendasarinya.
6.   Penenang minor seperti diazepam atau lorazepam bermanfaat dalam menghilangkan ansietas akut yang sering menyertai vertigo. Hidroksizin (Iterax, Bestalin) merupakan penenang yang juga memiliki sifat antihistamin serta antiemetik sehingga dapat dipakai untuk antivertigo. Dosis dewasa yang lazim adalah 25-100 mg 3-4 kali sehari.


7.   Lama terapi bervariasi.
Pada kebanyakan pasien, obat dapat dihentikan bila nausea dan vertigo mereda. Obat sedatif vestibular menghilangkan mekanisme kompensasi sentral sehingga penggunaan yang lama dari obat ini dapat bersifat kontraproduktif. Walaupun demikian, ada sebagian kecil pasien yang memerlukan dosis kecil secara kronis.
8.   Pada umumnya, gabungan beberapa jenis obat dari golongan yang berbeda misalnya antikolinergik dengan simpatomimetik atau fenotiazin memberikan efek sinergis untuk mensupresi vertigo.

2.2.   Vertigo posisional benigna
2.2.1  Definisi Vertigo posisional benigna
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.1,2.
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.3,4,5


 











2.2.2  Gejala Klinis Vertigo posisional benigna
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

2.2.3  Pemeriksaan Penunjang Vertigo posisional benigna
a.   Pemeriksaan fisik :
1.   Pemeriksaan mata
2.   Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
3.   Pemeriksaan neurologik
4.   Pemeriksaan otologik
5.   Pemeriksaan fisik umum.


 









b.   Pemeriksaan khusus
1.   ENG (elektro nystagmo graphy)
Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji kalori.
2.      Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia.
3.      Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.
4.      Foto rontgen, CT-scan, atau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor.

2.2.4  Pathofisiologi Vertigo posisional benigna
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.
Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri / berjalan dan gejala lainnya.










2.2.5  Faktor Pencetus Vertigo posisional benigna
a.   Umur dibawah 50 tahun dikarenakan Head Imbalalence
b.   Diatas 50 tahun karena Degeneratif Sistem Vestibular
c.   Kerusakan utricula (cedera kepala, infeksi)
d.   Vestibular Neuritis
e.   Penyakit Meniere’s
f.    Stroke (Sindrom Artery Inferior Cerebral)

2.2.6  Penatalaksanaan Vertigo Posisional Benigna
Pengobatan simtomatik dengan salah satu obat sedatif vestibular jarang bermanfaat sempurna. Melakukan kembali gerakan-gerakan yang memprovokasi vertigo akhirnya akan melelahkan respon simtomatik sehingga remisi dapat diperoleh dengan melakukan latihan kepala tersebut.
Pasien disuruh memiringkan kepalanya ke posisi yang memicu vertigo selama 30 detik. Ini diulang 5 kali setiap beberapa jam. Pendekatan fisik yang sederhana ini akan menghilangkan sebagian besar kasus dalam beberapa minggu. Beberapa pasien yang merasa bahwa latihan kepala terlalu berat dapat memperoleh perbaikan simtomatik dengan memakai kolar servikal lunak, sehingga pasien dapat membatasi posisi kepalanya sehingga dapat mencegah terjadinya vertigo.
Yang paling penting adalah meyakinkan pasien bahwa kondisi penyakitnya dapat sembuh sendiri dan walaupun tidak enak, vertigo buknlah suatu penyakit yang mengancam nyawa.
Obat
Lama kerja (jam)
Dosis dewasa
Efek sedatif
sediaan
Dimenhidrinat
Difenhidramin
Prometazin
Skopolamin
Efedrin
Hidroksizin
Flunarizin
4-6
4-6
4-6
12
4-6
4-6
12-24
25-50 mg / 6jam
25-50 mg / 6jam
25 mg / 6 jam
0,5 mg / 12jam
25 mg / 6jam
25-100 mg / 8jam
5 mg / 12jam
++
++
++
+
-0
++
+
IM, IV, oral
IM, IV, oral
IM, IV, oral
IM, oral
IM, oral
Oral
oral

2.3.   Latihan Vestibular
2.3.1  Tujuan Latihan Vestibular
1.    Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2.    Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata
3.    Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
2.3.2  Contoh Latihan Vestibular
1.    Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup
2.    Olahraga yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring)
3.    Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup
4.    Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup
5.    Berjalan lurus dengan tumit menempel di depan jari-jari kaki
6.    Jalan menaiki dan menuruni tangga
7.    Melirikkan mata ke arah horizontal dan vertikal berulang-ulang
8.    Melatih gerakan mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga memfiksasi obyek yang diam
2.3.3  Contoh Lain
Duduk di pinggir tempat tidur, tungkai menggantung atau menapak di lantai. Dengan cepat berbaring ke samping pada salah satu sisi (kiri atau kanan), tungkai diangkat ke tempat tidur. Tetap berada dalam posisi ini selama 30 detik (akan terjadi vertigo, bila mampu tetap pertahankan posisi). Kemudian kembali ke posisi semula, istirahat 30 detik. Ulangi sampai 3 kali. Latihan ini dapat dilakukan pada vertigo posisional, 2-3 kali sehari, setiap hari sampai vertigo hilang.
2.4.   Asuhan Keperawatan
2.4.1   Pengkajian
a.       Aktivitas / Istirahat
1.    Letih, lemah, malaise
2.    Keterbatasan gerak
3.    Ketegangan mata, kesulitan membaca
4.    Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
5.    Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b.      Sirkulasi
1.    Riwayat hypertensi
2.    Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
3.    Pucat, wajah tampak kemerahan.
c.         Integritas Ego
1.    Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
2.    Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
3.    Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
4.    Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
5.    Makanan dan cairan
6.    Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
7.    Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
8.    Penurunan berat badan
d.        Neurosensoris
1      Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
2      Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
3      Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
4      Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
5      Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
6      Perubahan pada pola bicara/pola pikir
7      Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
8      Penurunan refleks tendon dalam
9      Papiledema.
e.         Nyeri/ kenyamanan
1.    Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
2.    Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
3.    Fokus menyempit
4.    Fokus pada diri sendiri
5.    Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
6.    Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
f.          Keamanan
1.    Riwayat alergi atau reaksi alergi
2.    Demam (sakit kepala)
3.    Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
4.    Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
5.    Interaksi sosial
6.    Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
g.         Penyuluhan / pembelajaran
1.    Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
2.    Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.
2.4.2   Diagnosa Keperawatan
a.    Resiko cedera (resiko tinggi terhadap) b/d vertigo
b.    Gangguan pola pemenuhan nutrisi b/d mual muntah
c.    Cemas b/d kurang pengetahuan atau ancaman/perubahan status kesehatan & efek ketidakmampuan vertigo

2.4.3   Rencana Intervensi dan Implementasi
a.     Dx Keperawatan : Resiko cedera (resiko tinggi terhadap) b/d vertigo
Tujuan : melakukan tindaka pengamanan untuk mencegah terjadinya cedera
Kriteria :
-         Pasien tidak megalami cedera
Rencana :
1.      Gunakan lampu malam
R/ pasien akan merasa lebih nyaman ketika sinar cahaya rendah
2.      Ajarkan menggunakan kruk, tongkat, walker, prostese
R/ ketika vertigo pasien kambuh, pasien akan kehilangan keseimbangan, sehingga diperlukan tongkat, prostese, walker untuk menghindari pasien terjatuh
3.      Pertahankan tempat tidur pada ketinggian yang paling rendah dengan pagar tempat tidur terpasang
R/ agar pasien tidak terjatuh ketika vertigo kambuh
4.      Letakkan pispot disebelah tempat tidur atau pispot kursi di depan pasien ketika duduk dikursi
R/ untuk menghindari pasien pergi ke kamar mandi sehingga mengurangi resiko terjatuh/terpeleset di kamar mandi
5.      Instruksikan kepada pasien untk memakai sepatu yang pas dan mempuyai sol anti-slip
R/ untuk menghindari pasien terjatuh ketika berjalan saat vertigo kambuh
6.      Pasang pegangan tangan dikamar mandi
R/ agar pasien tidak terpeleset ketika berada dikamar mandi
7.      ajarkan teknik untuk mengubah posisi dengan perlahan
R/ pasien vertigo akan merasa nyaman ketika pasien mengubah posisinya secara perlahan.

b.    Dx Keperawatan : Gangguan pola pemenuhan nutrisi b/d mual muntah
Tujuan : Pola pemenuhan nutrisi kembali normal
Kriteria :          -     Klien mampu menghabiskan menu dari RS
-         Klien tidak muntah setelah makan
Rencana:
1.      Jelaskan tentang nutrisi dan cara pemenuhannya
R/ agar klien kooperatif
2.      Kaji antropometri
R/ untuk mengetahui perkembangan status kesehatan klien dan dasar pelaksanaan tindakan selanjutnya
3.      Kaji tekanan darah dan nadi
R/ untuk mengetahui perkembangan status kesehatan klien dan dasar pelaksanaan tindakan selanjutnya
4.      Anjurkan untuk makan dalam porsi kecil tapi sering
R/ untuk mengurangi rangsang muntah
5.      Siapkan lingkungan yang menyenangkan
R/ agar mengurangi irritabilitas dan membantu klien mendapatkan kembali ”appettite”nya.
6.      Kolaborasi medis dalam pemberian obat anti emetik
R/ untuk mengurangi rangsang muntah

c.    Dx Keperawatan : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria :
-             Klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
-             Emosi stabil., pasien tenang.
-             Istirahat cukup.
Rencana :
1.      Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
R./ Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.      Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
R./ Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.      Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.      Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
R./ Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.      Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
R./ Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6.      Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
R./ Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.      Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R./ Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

2.4.5  Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)



BAB 3
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Neuronitis Vestibularis (Vestibular Neuronitis) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya serangan vertigo (perasaan berputar) mendadak akibat peradangan pada saraf yang menuju ke kanalis semisirkularis. Neuronitis vestibularis dikenal juga sebagai vestibulopati perifer akut.
Vertigo adalah setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.1,2.



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. Jakarta : EGC
Kamikazeners. 2009. Asuhan Keperawatan Vertigo. http://kamikazeners.blogspot.com/2009_06_01_archive.html diakses tanggal 13 Oktober 2011 pukul 7 : 10 pm )
Mansjoer, Arif. 2000. Fakultas Kedokteran UI Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Mediasource. 2011. Apakah Anda Mengalami Vertigo. http://medisource.wordpress.com/2011/03/20/apakah-anda-mengalami-vertigo/ diakses tanggal 13 Oktober 2011 pukul 7 : 15 pm)
Wikimed. Neuronitis Vestibularis. http://wikimed.blogbeken.com/neuronitis-vestibularis diakses tanggal 13 Oktober 2011 pukul 7 : 30 pm)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)