Rabu, 14 Desember 2011

talasemia


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1        Definisi talasemia
2.1.1  Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif. (Menurut Hukum Mandel)
2.1.2  Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
2.1.3  Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi ) pada haemoglobin. (Suryadi, 2001)b atau (aproduksi rantai
2.1.4  Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
2.1.5  Thalasemia adalah sekelompok kelainan keturunan yang berhubungan dengan defek sintesis rantai hemoglobin (Arif Muttaqin, 2009)

Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu , yang diturunkan dari keduab dan aatau lebih dari satu jenis rantai  orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.

2.2        Etiologi Talasemia
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.













2.3        Klasifikasi Talasemia
2.3.1  Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
a.       Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
b.      Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

2.3.2  Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
a.       Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bias muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

b.      Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.




2.4        Patofisiologi













Rounded Rectangle: Gangguan Endokrin

























2.5        Manifestasi Klinis

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas.
2.5.1   Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
a.       Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
b.      Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
c.       Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
d.      Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
e.       Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
2.5.2   Thalasemia intermedia.
a.       Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl).
b.      Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
2.5.3   Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
a.  Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1.   Letargi
2.   Pucat
3.   Kelemahan
4.   Anoreksia
5.   Sesak nafas
6.   Tebalnya tulang cranial
7.   Pembesaran limpa
8.   Menipisnya tulang kartilago

2.6        Penatalaksanaana.
2.6.1   Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
2.6.2   Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
2.6.3   Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
2.6.4   Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin.
2.6.5   Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
2.6.6   Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
2.6.7   Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)

2.7        Komplikasi
2.7.1   Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
2.7.2   gangguan pertumbuhan, gangguan endokrin dan infeksi virus Hepatitis B, C, dan HIV.3,10,21-23 Komplikasi tersebut terjadi akibat pemberian transfusi yang tidak benar, deposit hemosiderin pada organ-organ yang berperan dalam pertumbuhan atau karena tidak mendapat zat pengikat besi yang adekuat.

2.8        Pencegahan
2.8.1   Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
2.8.2   Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.




BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1        Pengkajian
3.1.1  Pengkajian Fisik
a.       Melakukan pemeriksaan fisik.
b.      Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
c.       Observasi gejala penyakit anemia.
3.1.2  Pengkajian Umum
a.       Pertumbuhan yang terhambat
b.      Anemia kronik.
c.       Kematangan seksual yang tertunda.
3.1.3  Krisis Vaso-Occlusive
Sakit yang dirasakan
Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
a.       Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
b.      Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
c.       Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
d.      Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
e.       Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
f.       Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
a.       Hati: cardiomegali, murmur sistolik
b.      Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
c.       Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
d.      Genital: terasa sakit, tegang.
e.       Liver: hepatomegali, sirosis.
f.       Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
g.      Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.

3.2        Diagnosa Keperawatan
3.2.1  Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3.2.2  Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
3.2.3  Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
3.2.4  Resiko tinggi injuri (membrane) berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.

3.3        Intervensi

Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan :
-          Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Criteria hasil :
-          Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan
b.      Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan
c.       Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi
d.      Hindari pengompresan dengan air dingin
a.       untuk mencegah sakit


b.      untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima

c.       karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka


d.      karena dapat meningkatkan vasokonstriksi

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan :
-    gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria Hasil :
-          Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
-          Ektremitas hangat
-          Warna kulit tidak pucat
-          Sclera tidak ikterik
-          Bibir tidak kering
-          Hb normal 12 – 16 gr%
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas

b.      Atur Posisi Semi Fowler


c.       Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
d.      Pemberian O2 kapan perlu
a.       Menunujukan informasi tentang adekuat atau tidak perfusi jaringan dan dapat membantu dalam menentukan intervensi yang tepat
b.      Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
c.       Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
d.      Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat

Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak
Tujuan  :
-          Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
-          Agar menerima dorongan yang cukup
Criteria hasil :
-          Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi – terapinya
-          Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran
b.      Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak
c.       Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
d.      Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
e.       Daftarkan anak pada klinik anemia
a.       untuk meminimalkan komplikasi.


b.      untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat

c.       untuk menghindari keterlambatan perawatan

d.      agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan


e.       untuk mendapatkan perawatan yang tepat.



Resiko tinggi injuri (membran) berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi
Tujuan :
-          Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
-          Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
-          Bebas dari infeksi
-          Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan
Criteria hasil :
-          Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
-          Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
-          Anak terbebas dari infeksi.
-          Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional


b.      Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
c.       Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis
d.      Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik
e.       Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
f.       Beri terapi antibiotika

g.      Kolaborasi untuk pemberian oksigen
a.       menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan. Jangan sampai terjadi infeksi. Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
b.      agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi

c.       agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infuse


d.      untuk mendorong compliance


e.       untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan
f.       untuk mencegah dan merawat infeksi
g.      untuk menambah kadar hemoglobin

3.4        Implementasi

3.5        Evaluasi





BAB 4
PENUTUP

4.1        Kesimpulan

4.2        Saran




DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)