Selasa, 03 April 2012

DIABETES MELITUS


BAB 2
DIABETES MELITUS

2.1         Anatomi dan Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata-rata 60 sampai 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1.    Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2.    Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1.    Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity .
2.    Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3.    Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak

2.2         Definisi DM
Diabetes Melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormon insulin, menurunnya efek insulun atau keduanya. (Kowalak, 2011)
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang komplek yang dikarakteristikan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan perkembangan dari mikrovaskuler (kental kapiler),arterisklerosis, makrovaskuler komplikasi dan neuropatik. (Subhan, 2003)


2.2.1   Klasifikasi
a.         DM tipe 1 : insufisiensi absolut insulin.
Biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun (meskipun dapat terjadi pada semua usia)
b.        DM tipe 2 : resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin dengan derajat bervariasi
Biasanya terjadi pada dewasa yang obese diatas usia 40tahun dan diatasi dengan diet serta latihan bersama pemberian obat-obat antidiabetes oral meskipun terapinya dapat pula meliputi pemberian insulin. (Kowalak, 2011)
c.       Diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil
Orang yang mengalami abnormalitas glukosa/gangguan selama hamil.  Tidak termasuk DM bila selama hamil dapat diketahui.
d.      DM Malnutrisi: sangatmembutuhkan insulin timbul ketoacidosis.

2.3         Etiologi DM
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.    Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.    Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.    Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.    Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
5.    Kehamilan

2.4         Patofisiologi DM
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1.    Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.    Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.    Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pada individu yang secara genetik rentan terhadap DM tipe 1, kejadian pemicu yakni kemungkinan infeksi virus, akan menimbulkan produksi autoantibodi terhadap sel-sel beta pankreas. Destruksi sel beta yanng diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi insulin dan akhirnya kekurangan hormon insulin. Defisiensi insulin mengakibatkan keadaan hiperglikemia, peningkatan lipolisis (penguraian lemak) dan katabolisme protein. Karakteristik ini terjadi ketika sel-sel beta yang mengalami destruksi melebihi 90%.
DM tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor berikut : kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat di dalam hati atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer. Faktor genetik merupakan hal yang signifikan dan awitan diabetes dipercepat oleh obesitas serta gaya hidup sedentari (sering duduk). Sekali lagi stres tambahan dapat menjadi faktor penting.
Diabetes gaestasional terjadi ketika seorang wanita yang sebelumnya tidak didiagnosis sebagai penyandang diabetes memperlihatkan intoleransi glukosa selama kehamilannya. Hal ini dapat terjadi jika hormon-hormon plasenta melawan balik kerja insulin sehingga timbul resistensi insulin. Diabetes kehamilan merupakan faktor risiko yang signifikan bagi terjadinya diabetes melitus tipe 3 di kemudian hari
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat  menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.






2.5        
Faktor lingkungan
WOC
DIABETES MELITUS

lipolisis
katabolisme protein
asam amino dan glikoneogenesis
Defisiensi insulin
ambilan glukosa
herediter
G3n sistem imun
obesitas
kehamilan
Kelainan sel beta pankreas
Kegagalan sel beta melepas insulin
DM TIPE 1
obesitas
KH dan gula berlebihan
autoimunitas
Intoleransi glukosa
Resistensi insulin
Pembentukan sel antibodi antipankreas
Reseptor insulin <
Hormon plasenta melawan balik kerja insulin
G3n kepekaan
Kerusakan sel-sel penyekresi insulin
DM TIPE 2
DM GAESTASIONAL

 

glukosuria
Tubulus renalis tdk dpt menyerap semua glukosa
diuresis osmotik
Tdk dpt mempertahankan kadar glukosa plasma
Poliuri
polidipsi
dehidrasi
Kekurangan volume cairan
Glukosa keluar bersama urine
Keseimbangan protein negatif
BB
Polifagia
Perubahan nutrisi < dari kebutuhan
Berkurangnya penggunaan KH utk energi
Energi <
Glukosa
Penglihatan kabur
Cepat lelah
G3n penglihatan
aterosklerosis
Risiko tinggi thd perubahan sensori persepsi
kelelahan
Penebalan membran basalis
makroangiopati
Penyumbatan pembuluh dara besar
mikroangiopati

Perubahan saraf perifer
Bercak gangreng kecil

Perubahan atrofi kulit

ulserasi

Risiko infeksi

gangreng

Gangguan perfusi jaringan
Aliran darah <

Gangguan integritas jaringan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Kurangnya pengetahuan


2.6         Tanda dan Gejala DM
1.      Poliuri dan polidipsia yang disebabkan oleh osmolalitasserum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang tinggi
2.      Anoreksia (sering terjadi) atau polifagia (kadang-kadang terjadi)
3.      Penurunan berat badan
4.      Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang dan gangguan pada kinerja sekolah serta pekerjaan
5.      Mual, diare, atau konstipasi akibat dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit ataupun neuropati otonom
6.      Infeksi atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya; rasa gatal pada kulit
7.      Gangguan penglihatan serta penglihatan kabur, akibat pembengkakan yang disebabkan glukosa
8.      Gangguan rasa nyaman nyeri pada abdomen neuropati otonom yang menimbulkan gastroparesis dan konstipasi
9.      Kesemutan akibat kerusakan jaringan saraf

2.7         Komplikasi
1.      Penyakit mikrovaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dan neuropati
2.      Dislipedimia
3.      Penyakit makrovaskuler termasuk penyakit arteri koroner, arteri perifer, dan arteri serebri
4.      Ketoasidosis diabetik
5.      Sindrom hiperosmoler hiperglikemik nonketotik
6.      Kenaikan berat badan yang berlebihan
7.      Ulserasi kulit
8.      Gagal ginjal kronis


2.8         Pemeriksaan Diagnostik DM
Pada dewasa dan wanita tidak hamil, penegakan diagnosis DM dilskuksn berdasarkan dua dari sejumlah kriteria berikut ini, yang diperoleh dengan selang waktu lebih dari 24 jam dengan menggunakan tes yang sama sebanyak dua kali atau kombinasi tes-tes ini
1.    Kadar glukosa plasma sebesar 126 mg/dl atau lebih sedikitnya pada dua kali pemeriksaan
2.    Gejala khas yang menunjukkan diabetes tak-terkontrol dan kadar gula darah sewaktu 200 mg/dl atau lebih
3.    Kadar glukosa darah 200 mg/dl atau lebih dua jam setelah mengkonsumsi 75 gram dekstrosa per oral.

Diagnosis diabetes melitus dapat pula didasarkan pada :
1.    Retinopati diabetik pada pemeriksaan oftalmologi
2.    Tes diagnosis serta pemantauan lain, termasuk urinalisis untuk mendeteksi aseton, dan pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi/HbA1c (yang mencerminkan kontrol glikemia selama dua hingga tiga bulan terakhir)

2.9         Penatalaksanaan DM
Terapi yang efektif bagi semua tipe diabetes akan mengoptimalkan kontrol glukosa darah dan mengurangi komplikasi.
2.9.1   Penanganan DM tipe 1 meliputi :
a.    Terapi sulih insulin, perencanaan makan dan latihan fisik (bentuk terapi insulin yang mutakhir meliputi penyuntikan preparat mixed insulin, split-mixed, dan penyuntikan insulin reguler (RI) lebih dari satu kali perhari serta penyuntikan insulin subkutan yang kontinyu)
b.    Transplantasi pankreas (yang kini memerlukan terapi imunosupresi yang lama)
2.9.2   Penanganan DM tipe 2 meliputi :
a.    Obat antidiabetik oral untuk menstimulasi produk insulin endogen, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin pada tingkat seluler, menekan glukoneogenesis hepar, dan memperlambat absorpsi karbohidrat dalam traktus GI (dapat mengguanakan kombinasi obat-obat tersebut)
2.9.3   Penanganan DM Kehamilan
a.    Terapi gizi medik
b.    Suntikan insulin jika kadar glukosa tidak bisa dicapai dengan diet
c.    Konseling pascapartum untuk menghadapi risiko tinggi diabetes pada kehamilan berikut dan diabetes tipe 2 di kemudian hari
d.   Latihan teratur dan pencegahan kanaikan berat badan untuk membantu mencegah DM tipe 2

2.10     Prinsip Etika Keperawatan
Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :
1.    Otonomi (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.
2.    Beneficience (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
3.    Justice (perlakuan adil)
Perawat hendaknya mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.
4.    Non maleficience (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
5.    Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.    Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.
7.    Moral right
Hak-hak klien harus dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri

2.11     Asuhan Keperawatan
2.11.1    Pengkajian
a.    Anamnesa
1.    Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2.    Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3.    Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4.    Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5.    Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6.    Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita
b.   Pemeriksaan fisik
1.    Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2.    Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3.    Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4.    Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
5.    Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6.    Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7.    Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8.    Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9.    Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
c.    Pemeriksaan laboratorium
1.    Pemeriksaan darah
2.    Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
3.    Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata  ( ++++ ).




4.    Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman

2.11.2    Diagnosa Keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik
b.    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan insulin
c.    Gangguan perfusi jaringan b/d melemahnya / menurunnya aliran darah  ke daerah gangren akibat adanya  obstruksi pembuluh darah.
d.   Gangguan integritas jaringan b/d adanya gangren pada ekstrimitas
e.    Kelalahan b/d penurunan produksi energi
f.     Risiko tinggi terhadap infeksi b/d perubahan pada sirkulasi
g.    Risiko tinggi terhadap perubahan sensiri persepsi b/d peningkatan glukosa
h.    Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b/d kurangnya informasi

2.11.3    Rencana Intervensi
a.    Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik
Tujuan           : tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil  :
1.    Hidrasi adekuat
2.    TTV normal
3.    Turgor kulit baik
Rencana tindakan
1.      Pantau TTV, catat adanya perubahan
R/ hipovolemi dapat dimanifestasikan atau hipotensi, takikardia.
2.      Suhu, warna kulit atau kelembabannya
R/ meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum, terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi
3.      Timbang berat badan setiap hari
R/ memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti
4.      Pasang/pertahankan lateter urine tetap terpasang
R/ memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran keluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan gangguan kantung kemih

b.    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan insulin
Tujuan           : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1.    Berat badan dan tinggi badan ideal
2.    Pasien mematuhi dietnya.
3.    Kadar gula darah dalam batas normal.
4.    Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
R/ Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.      Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R/ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.      Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
R/ Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.      Identifikasi perubahan pola makan.
R/ Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5.      Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
R/ Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi

c.    Gangguan perfusi jaringan b/d melemahnya / menurunnya aliran darah  ke daerah gangren akibat adanya  obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi  perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1.    Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2.    Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3.    Kulit sekitar luka teraba hangat.
4.    Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5.    Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1.    Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
R/ dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2.    Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah  : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah  dari jantung  ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
R/ meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3.    Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :  Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
4.    R/ kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya  vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
5.    Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
6.    R/ pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren

d.   Gangguan integritas jaringan b/d adanya gangren pada ekstrimitas
Tujuan           : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1.    Berkurangnya oedema sekitar luka
2.    pus dan jaringan berkurang
3.    Adanya jaringan granulasi.
4.    Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.    Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
R/ Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.    Rawat luka dengan baik dan benar  : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
R/ merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan  kultur pus  pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
R/ insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit

e.    Kelalahan b/d penurunan produksi energi
Tujuan           : memperbaiki aktivitas pasien
Kriteria Hasil :
1.      Mengungkapkan peningkatan tingkat energi
2.      Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Rencana tindakan
1.      Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
R/ pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah
2.      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup
R/ mencegah kelelahan berlebihan
3.      Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas
R/ mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis
4.      Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
R/ pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi setiap kegiatan

f.     Risiko tinggi terhadap infeksi b/d perubahan pada sirkulasi
Tujuan           : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1.    Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2.    Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,50C )
3.    Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1.      Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
R/ Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2.      Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
R/ Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman
3.      Lakukan perawatan luka secara aseptik.
R/ untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4.      Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
R/ Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
R/ Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.

g.    Risiko tinggi terhadap perubahan sensori persepsi b/d peningkatan glukosa
Tujuan           : mempertahankan tingkat mental
Rencana Tindakan
1.      Pantau TTV dan status mental
R/ sebagai dasaruntuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
2.      Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien
R/ meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir
3.      Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi
R/ edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak atau paralisis otot ekstraokuler sementara mengganggu penglihatan
4.      Berikan tempat tidur yang lembut
R/ meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas.

h.    Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b/d kurangnya informasi
Tujuan             : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1.    Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2.    Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
R/ Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.      Kaji latar belakang pendidikan pasien.
R/ Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.      Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman
4.      Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
R/ Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.      Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
R/ gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan

2.11.4    Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi  yang tepat dengan  selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien

2.11.5    Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.    Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.    Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.    Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2011. Pengkajian Umum Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. http://databasedemokrasi.blogspot.com/2011/08/pengkajian-umum-klien-dengan-gangguan.html
Anonymus. 2011. Pemeriksaan Diagnostik Sistem Endokrin. http://requestartikel.com/pemeriksaan-diagnostik-sistem-endokrin-201010116.html
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta : EGC
Kowalak, P. Jennifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)