Senin, 12 Desember 2011

bronkitis kronik


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

 Bronkitis kronik pada tingkat lanjut akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup penderita akibat menurunnya faal baru. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis klinis. Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang terjadi. Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas ciprofloxacin, suatu antibiotika baru golongan flurokuinolon yang berspektum luas dalam mengobati bronkitis kronik eksaserbasi akut. Untuk tujuan ini dilakukan perbandingan dengan Co amoxyclav suatu antibiotika yang sering digunakan dan merupakan standard untuk pengobatan bronkitis kronik eksaserbasi akut.
Penelitian bersifat uji klinik terbuka pada penderita bronkitis kronik eksaserbasi akut. Penderita mendapatkan ciprofloxiacin oral 2 x 500 mg atau Co amoxyclav oral 3 x 500mg. Penderita yang dapat dievaluasi berjumlah 24 orang yaitu 12 orang dari masing-masing kelompok pengobatan. Dari kelompok ciprofloxacin hasil pengobatan yang sembuh 50%, perbaikan 41,7% dan tidak ada respon 8,3%. Pada kelompok Co amoxyclav hasil pengobatan sembuh 33,3%, perbaikan 50% dan tidak respon 16,7%.
Disimpulkan bahwa ciprofloxacin baik untuk mengobati BKEA, demikian juga Co amoxyclav. Tidak aad perbedaan yang bermakna antara efektivitas kedua kelompok pengobatan. Dijumpai efek samping yang ringan pada 1 (8,3%) orang yang mendapat ciprofloxacin.

1.2              Rumusan Masalah
1.2.1        bagaimana definisi dari bronchitis kronis
1.2.2        bagaimana etiologi  bronchitis kronis
1.2.3        bagaimana patofisiologi bronchitis kronis
1.2.4        bagaimana manifestasi klinis bronchitis kronis
1.2.5        bagaimana penatalaksanaan bronchitis kronis
1.2.6        bagaimana pencegahan bronchitis kronis
1.2.7        bagaimana prognosis bronchitis kronis

1.3              Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui definisi dari bronchitis kronis
1.3.2        Untuk mengetahui etiologi  bronchitis kronis
1.3.3        Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis kronis
1.3.4        Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis kronis
1.3.5        Untuk mengetahui penatalaksanaan bronchitis kronis
1.3.6        Untuk mengetahui pencegahan bronchitis kronis
1.3.7        Untuk mengetahui prognosis bronchitis kronis



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1              Definisi
2.1.1        Bronkitis kronis didefinisikan dalam hal klinis sebagai batuk kronis dan batuk saat penyebab spesifik lain dari batuk dapat dikecualikan. Kronis berarti bahwa batuk dan dahak telah berlangsung selama minimal 3 bulan dan pola ini telah diulang selama setidaknya 2 tahun berturut-turut (American Thoracic Society)
2.1.2        Bronkitis Kronik yaitu penyakit dengan gangguan batuk kronik dengan dahak yang banyak terjadi hampir tiap hari minimal tiga bulan dalam setahun selama dua tahun berturut-turut. Produksi dahak yang berlebihan ini tidak disebabkan oleh penyakit tuberkulosis atau bronkiektasis
2.1.3        Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).

2.2              Etiologi
2.2.1        Asma
2.2.2        Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
2.2.3        Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
2.2.4        Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
2.2.5        Sindrom aspirasi.
2.2.6        Penekanan pada saluran napas
2.2.7        Benda asing
2.2.8        Kelainan jantung bawaan
2.2.9        Kelainan sillia primer
2.2.10    Defisiensi imunologis
2.2.11    Kekurangan anfa-1-antitripsin
2.2.12    Fibrosis kistik
2.2.13    Psikis, Asap rokok dan polusi

2.3              Klasifikasi
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
2.3.1        Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2.3.2        Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
2.3.3        Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.

2.4              Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
2.4.1        Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
2.4.2        Mukus lebih kental
2.4.3        Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).

Rounded Rectangle: Invasi kuman ke jalan nafas



2.5              Manifestasi klinis
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan normal saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa sendok teh setiap harinya. Apabila saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang, bronkus akan menghasilkan mukus dalam jumlah yang banyak yang akan memicu timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan shortness of breath.
2.5.1        Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a.       Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b.      Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c.       Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d.      Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
2.5.2        Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
a.       Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan anak kurang  istirahat.
b.      Daya tahan tubuh anak yang menurun.
c.       Anoreksia sehingga berat badan anak sukar naik.
d.      Kesenangan anak untuk bermain terganggu.
e.       Konsentrasi belajar anak menurun.

2.6              Penatalaksanaan
Pada bronkitis akut, tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa banyak masalah. Pada bayi kecil, drainase paru dipermudah dengan cara perubahan posisi. Anak yang lebih tua lebih enak dengan kelembapan tinggi. Anak dengan serangan bronkitis akut berulang perlu dievaluasi dengan cermat untuk kemungkinan anomali saluran pernafasan, benda asing, bronkiektasia, defisiensi imun, TBC, alergi sinusitis.
2.6.1        Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lendir :
a.       Sering mengubah posisi
b.      Banyak minum
c.       Inhalasi
d.      Nebulizer
e.       Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu  diberikan minum susu atau makanan lain

2.6.2        Tindakan Medis :
a.       Jangan beri obat antihistamin berlebih
b.      Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
c.       Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
d.      Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif

2.7              Pencegahan
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
2.7.1  Membatasi aktivitas anak
2.7.2  Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya
2.7.3  Hindari makanan yang merangsang
2.7.4  Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat
2.7.5  Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
2.7.6  Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

2.8              Prognosis
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa.

2.9              Komplikasi
2.9.1        Gagal napas
2.9.2        Kor pulmonale
2.9.3        Empisema
2.9.4        Polisitemi


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1              Pengkajian
3.1.1        Biodata klien.
3.1.2        Biodata Penanggung jawab.
3.1.3        Keluhan Utama : Klien Mengeluh Sesak.
3.1.4        Riwayat Kesehatan Sekarang
a.       P : Di Sebabkan oleh sesak.
b.      Q : Skala Nyeri, contoh: skala nyeri 3 daaalam rentang 0-5.
c.       R : Terasa di bagian dada
d.      S : #
e.       T : Sesak pada malam hari.
3.1.5        Riwayat kesehatan dahulu.
3.1.6        Riwayat kesehatan keluarga
3.1.7        Data Dasar .
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
a.      Aktivitas/istirahat
1.      Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
2.      Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
3.      Ketidakmampuan untuk tidur.
4.      Dispnoe pada saat istirahat.
5.      Tanda : Keletihan
6.      Gelisah, insomnia.
b.      Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
1.      Sirkulasi
a.)    Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
b.)    Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
c.)    Distensi vena leher
d.)    Edema dependent
e.)    Bunyi jantung redup
f.)      Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
g.)    Pucat, dapat menunjukkan anemia.
2.      Integritas Ego
a.)    Gejala : Peningkatan faktor resiko
b.)    Perubahan pola hidup
c.)    Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
c.       Makanan/cairan
1.      Gejala : Mual/muntah.
2.      Nafsu makan buruk/anoreksia
3.      Ketidakmampuan untuk makan
4.      Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
5.      Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
6.      Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
d.      Hygiene
1.      Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
2.      Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
e.      Pernafasan
1.      Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
2.      Episode batuk hilang timbul.
3.      Tanda : Pernafasan biasa cepat.
4.      Penggunaan otot bantu pernafasan
5.      Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal
6.      Bunyi nafas ronchi
7.      Perkusi hyperresonan pada area paru.
8.      Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
f.        Keamanan
1.      Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
2.      Adanya/berulangnya infeksi.
3.      Seksualitas
4.      Gejala : Penurunan libido
g.      Interaksi social
1.Gejala : Hubungan ketergantungan
2.Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
3.1.8        Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di lakukan secara head toe to ataupun persistem, namun pada saat pemeriksaan fisik data yang paling fokus adalah pada bagian dada.
3.1.9        Data Penunjang
Hasil Laboratorium dan ronsen.
3.1.10    Therapy
Antitusif, Ekspektoran, Antipiretik, Bronkodilator, Antibiotika.

3.2              Diagnosa Keperawatan
3.2.1        Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
3.2.2        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3.2.3        Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
3.2.4        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
3.2.5        Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
3.2.6        Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
3.2.7        Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3.2.8        Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah


3.3              Rencana Intervensi
3.3.1        Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
a.       Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
b.      Rencana Tindakan:
1.      Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2.      Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
3.      Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
4.      Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
5.      Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.

3.3.2    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
a.   Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
b.   Rencana Tindakan:
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
2.      Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk  menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
3.      Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
4.      Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
5.      Awasi GDA
Rasional : PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
6.      Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

3.3.2        Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
a.      Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
b.      Rencana Tindakan:
1.      Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
3.      Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

3.3.4    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
a.   Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
b.   Rencana Tindakan:
1.      Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
2.      Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
3.      Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
4.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
5.      Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.

3.3.5    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
a.   Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
b.   Rencana Tindakan:
1.      Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2.      Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
3.      Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
4.      Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
5.      Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.

3.4              Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

3.5              Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai, Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)



DAFTAR PUSTAKA

Cakmoki. 2010. Bronkitis Kronis. http://cakmoki86.wordpress.com/2010/04/22/bronkitis-kronis/ diakses tanggal 28 Nopember 2011 pukul 08 : 10 am)
Hardiyanto, Agustinus. Bronkitis. http://www.scribd.com/doc/32659325/BRONKITIS diakses tanggal 28 Nopember 2011 pukul 08 : 05 am)
Yunita. 2011. Askep Bronchitis Kronis. http://yunita2aakperpemda.blogspot.com/2011/10/askep-bronchitis-kronis.html diakses tanggal 28 Nopember 2011 pukul 08 : 00 am)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)