BAB 1
ISI
1.1 Definisi
Empiema Paru
Empiema
adalah terkumpulnya cairan purulen(pus) di dalam rongga pleura. Awalnya, cairan
peleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali
berlanjut menjadi stadium fibroporulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana
paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika
abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Meskipun empiema sering kali
merupakan komplikasi dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan
yang terlambat. ( Irman Somantri,
2007)
1.2 Etiologi
1.
Infeksi yang
berasal dari dalam paru :
a.
Pneumonia
b.
Abses paru
c.
Bronkiektasis
d.
TBC paru
e.
Aktinomikosis
paru
f.
Fistel
Bronko-Pleura
2.
Infeksi yang
berasal dari luar paru :
a.
Trauma Thoraks
b.
Pembedahan
thorak
c.
Torasentesi pada
pleura
d.
Sufrenik abses
e.
Amoebic liver
abses
1.3 Klasifikasi
Empiema
dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1.
Fase eksudatif terjadi sebagai reaksi terhadap
inflamasi atau infeksi, dan ini ditandai dengan efusi pleura eksudatif.
2.
Fase fibrinopurulen ditandai khas dengan adanya nanah
intrapleural dan deposisi
fibrin pada permukaan pleura. Cairan akan lebih kental dan cenderung mengadakan
lukolasi. Paru-paru menjadi
terfixer.
3.
Fase organisasi ditandai khas dengan perlekatan
paru-paru dan terjadinya paru-paru reskriktif karena terbentuknya jaringan
fibroblastik. Sequelae yang sering terjadi adalah fistula bronchopleural atau
pleurocutancus.
1.4 Pathofisiologi
Akibat
invasi basil piogenik ke pleura akan mengakibatkan timbulnya radang akut yang diikuti
pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel PMN yang mati akan
meningkatkan kadar protein dimana mengakibatkan timbunan cairan kental dan
keruh. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang
melokalisasi nanah tersebut.
Apabila
nanah menembus bronkus, timbul fistel bronkus pleural. Sedangkan bila nanah
menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut emphiema nesessitasis.
Emphiema dapat digolongkan menjadi akut dan kronis. Emphiema akut dapat
berlanjut ke kronis. Organisasi dimuli kira-kira setelah seminggu dan proses
ini berjalan terus sampai terbentuknya kantong tertutup.
|
1.5 Manifestasi Klinis
1.
Emphiema akut
a.
Panas tinggi dan
nyeri pleuritik
b.
Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
c.
Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan
menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger
d.
Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan
menimbulkan fistel bronco-pleural
e.
Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk
produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali
2.
Emphiema kronis
a.
Disebut kronis
karena lebih dari 3 bulan
b.
Badan lemah, kesehatan semakin menurun
c.
Pucat, clubbing finger
d.
Dada datar
karena adanya tanda-tanda cairan pleura
e.
Terjadi
fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit
f.
Pemeriksaan
radiologi menunjukkan cairan
1.6 Pemeriksaan diagnostic
1.Foto thorak
2.Tes
kultur dan kepakaan dari drainase hasil aspirasi dari pleura
1.7 Komplikasi
1. Fistel
Bronko pleura
2. Syok
3. Sepsis
4. Gagal
jantung kongesti
1.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan
empiema adalah
1.
Pengosongan nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
a.
Closed drainage-tube toracostory water scaled drainage
dengan indikasi:
a)
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.
b)
Nanah terus terbentuk setelah dua minggu.
c)
Terjadinya piopneumotoraks.
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negatif sebesar 1020 cmH2O.
Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus diempuh cara lain seperti
empiema kronis.
b.
Drainage terbuka (open drainage)
Karena
menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi
tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa
terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi
yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus
mengganti atau membersihkan drain.
2.
Antibiotik
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka
antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu
diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik didasarkan
pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung
pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotik dapat diberikan secara
sistematik atau topikal. Biasanya diberikan penicilin.
3.
Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak
menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
a.
Dekortikasi
Tindakan
ini termasuk operasi besar dengan indikasi:
a)
Drain tidak berjalan baik karena banyak kantng-kantung.
b)
Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c)
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada leura
visceralis.
b.
Torakoplasti
Jika
empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin
dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong
subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh kedalam rogga pleura karena
tekanan atmosfer.
4.
Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika,
terapi spesifik pada amoeniasis, dan sebagainya.
5.
Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum lau fisioterapi untuk membebaskan
jalan nafas.
Infeksi
dikontrol dengan pemberian obat Antimikrobial, berdasarkan hasil uji
sensitivitas kultur organism dari sputum. Pasien mungkin akan diberikan obat
antibiotic selama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai
dengan perubahan dalam interval. Beberapa dokter sering kali memeberikan
penyakit ISPA timbul. Pasien dianjurkan untuk diberikan vaksin ulangan
influenza dan pneumonia.
Postural
drainage merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan medis untuk
bronkhiektasis. Drainase yang memanfaatkan gaya gravitasi diharapkan akan
mengurangi jumlah sekret dan tingkat infeksi (seringkali sputum mukopurulen
harus diangkat dengan bronchospy). Pada area dada, lakukan perkusi untuk
membantu menaikkan sekresi. Postural drainase dimulai pada jangka waktu pendek
dan selanjutnya meningkat.
Untuk
meningkatkan pengenceran dan pengeluaran sputum, dapat diberikan aerosolized
nebulizerdan dapat meningkatkan intake cairan. Facetent sangat ideal untuk
memberikan kelembapan tambahan pada aerosol. Pasien harus dicegah untuk
merokok, karena hal tersebut akan dapat merusak drainase bronchial akibat dari
paralisis kerja siliari, meningkatkan sekresi bronchial, dan menyebabkan
peradangan pada membrane mukosa sehingga mengakibatkan hyperplasia dari
kelenjar mukus.
Intervensi
surgical, meskipun sering digunakan, diindikasikan untuk pasien dengan
pengenceran dan pengeluaran sputum yang berlanjut dalam jumlah besar, serta
pasien dengan pneumonia dan hemoptisis berulang karena tidak berobat secara
teratur.
1.9
Prognosis
Dipengaruhi oleh umur serta penyakit yag
melatarbelakanginya. Angka kematian meningkat pada usia tua, penyakit asal yang
berat, dan pengobatan yang terlambat.
BAB 2
Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Empiema Paru
2.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Riwayat
kesehatan : pernah mengalami pembedahan thorak, menderita abses paru, TBC,
Pneumonia
3. Data
obyektif :
a.
Suhu tubuh diatas normal saat inflamasi
akut pleura
b.
Perkusi paru redup
c.
Tidur miring kea rah yang sakit
d.
Pernafasan cupping hidung
e.
Ekspansi dada asimetri
f.
Penurunan atau tidak terdengar bunyi
nafas diatas area yang terkena
g.
Batuk produktif
h.
Malaise
i.
Keletihan
j.
Takikardia, takipnea
k.
Foto dada
l.
Torasentesis
m.
GDA : Pa O2
4. Data subjektif :
a. Mengeluh sesak nafas
b. Nyeri daerah dada yang mengalami pleuritis
c.
Nyeri
pada daerah insisi post pemasangan WSD
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan
produksi secret, kelemahan
2.
Pertukaran gas, kerusakan berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen , kerusakan alveoli .
3.
Nutrisi, perubahan, kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia, mual
muntah.
4.
Resiko infeksi
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurang informasi tentang penyakitnya
2.3 Intervensi Keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi secret, kelemahan
Kriteria
hasil
:
-
Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih
-
Menunjukkan perilaku batuk efektif dan mengeluarkan secret
Intervensi :
a.
Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi
nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
Rasional
: Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan
derajat yan ditemukan adanya proses infeksi akut.
b.
Catat adanya atau derajat dispneu,
gelisah ,ansietas dan distress pernafasan
Rasional
: Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat
menimbulkan infeksi atau reaksi alergi.
c.
Kaji
pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala tempat
tidur.
Rasional
: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
d.
Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Rasional
: Memberikan pasien berbagao cara untuk mengatasi dan mengontrol dispneu
dan menurunkan jebakan udara.
e.
Observasi karakteristik batuk
Rasional
: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia,
sakit akut, atau kelemahan.
f.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml
per hari sesuai toleransi jantung.
Rasional
: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret , mempermudah pengeluaran
g.
Memberikan obata sesaui indikasi
Rasional
: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme
jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
2. Pertukaran
gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan suplai oksigen , kerusakan
alveoli .
Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat,berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji
frekwensi,kedalaman pernapasan
Rasional : Berguna dalam evaluasi
derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit
b. Tinggikan
kepala tempat tidur
Rasional ; Pengiriman
oksigen dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolap jalan napas.
c. Auskultasi
bunyi nafas catat area penurunan aliran udara ,bunyi tambahan
Rasional : Bunyi nafas redup karena penurunan
aliran udara ,mengi ; indikasi spasme bronchus / tertahannya sekret,
Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi jantung.
d. Palpasi
primitus.
Rasional : Penurunan getarn fibrasi
diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak
e. Awasi
tanda vital dan irama jantung.
Rasional : Tachikardia ,disritmia,
perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung.
3.
Nutrisi, perubahan, kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia, mual
muntah.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan
berat badan mempertahankan berat badan
Intervensi
:
a.
Kaji kebiasaan diit ,catat derajat
kesulitan makan
Rasional
: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispneu, produksi
sputum.
b.
Auskultasi bunyi usus
Rasional
: Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan motilitas gaster dan
kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
c.
Hindari makan yang mengandung gas.dan
minuman karbonat
Rasional
: Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas abdomen dan gerakan
diagframa yang dapat meningkatan dispnea.
d.
Hindari makan yang sangat panas dan
dingin
Rasional
: Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk
e.
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional
: Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
f.
Kolaborasi dengan ahli gizi /
nutrisi.
Rasional
: Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien
/penggunaan energi
4.
Resiko
infeksi
Kriteria
hasil :
a. Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
b. Menunjukkan
teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi
:
a. Awasi
suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena
infeksi dan atau dehidrasi.
b. Observasi
warna ,bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning atau
kehijauan menujukkan adanya infeksi paru.
c. Dorong
kesimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Menurunkan konsumsi /
kebutuhan kesimbangan oksigen dan memperbaiki pertahan
pasien terhadapa infeksi, peningkatan penyembuhan .
d. Diskusi
masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e. Kolaborasi
pemeriksaan sputum.
Rasional : Dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti
microbial
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurang informasi tentang penyakitnya.
Kriteria
hasil : Nyatakan atau pemahaman kondisi atau proses penyakit.
Intervensi
:
a.
Jelaskan proses penyakit individu.
Rasional
: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
b.
Berikan latihan atau batuk efektif
Rasional
: Pernafasan bibir dan nafas abdomen / diagframatik menguatkan otot pernafasan,
membantu meminimalkan kolaps jalan nafas.
c.
Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan
untuk menghentikan rokok.
Rasional
: Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan PPOM
d.
Diskusi pentingnya mengikuti perawatan
medik ( Foto Thoraks dan kultur sputum )
Rasional
: Pengawasan proses penyakit untuk membuata program therapy.
e.
Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk
pasien
Rasional
: Menurunkan resiko kesalahan penggunaan oksigen dan komplikasi
lanjut.
2.4 Implementasi
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen
tahap Implementasi:
a.
Tindakan keperawatan mandiri
b.
Tindakan keperawatan kolaboratif
c.
Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien
terhadap asuhan keperawatan.
( Carol
vestal Allen, 1998 : 105 )
2.5 Evaluasi
Evaluasi
adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall
Capenito, 1999:28) Evaluasi disesuaikan dengan diagnosa dan intervensi yang
telah ditentukan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Empiema
adalah terkumpulnya cairan purulen(pus) di dalam rongga pleura. Awalnya, cairan
peleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali
berlanjut menjadi stadium fibroporulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana
paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika
abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Meskipun empiema sering kali
merupakan komplikasi dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika
pengobatan yang terlambat.
( Irman Somantri,
2007)
3.2
Saran
Sehat
merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang
sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami
hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada
didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem
organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan
keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien.
EGC.Jakarta.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC Jakarta.
http://sidikharipriono.wordpress.com/2011/11/01/empiema-paru/ Diakses tanggal 20 Desember 2011 jam 09.02
http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatan-klien-empiema.html
Diakses tanggal 20 Desember
2011 jam 09.35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)