BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik
pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi
intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. Meningkatnya teknik
pencitraan, pencahayaan dan pembesaran yang telah di buat memungkinkan mendapat
gambaran tiga dimensi daerah yang di operasi. Alat-alat bedah mikro
diperkenankan digunakan untuk memisahkan jaringan yang sulit tanpa trauma.
Sistem diseksi ultrasonik memungkinkan otak tertentu dan tumor medula spinalis
diangkat dengan cepat dan tepat. Probe ditempatkan di dalam jaringan
otak untuk radiasi interstisial, hipertermia atau kemoterapi. Bahan penjahit
lebih kecil dari sehelai rambut, yang digunakan untuk menjahit syaraf-syaraf
kecil dan pembuluh darah dan anastomosis.
Terdapat beberapa gejala / kumpulan gejala yang karakteristik pada penyakit
intrakranial yang sering merupakan masalah utama bagi pasien untuk memperoleh
pertolongan medis. Gejala / kumpulan gejala tersebut tidak jarang menimbulkan
persepsi atau interpretasi yang berbeda di antara yang mengeluh (Pasien).
Dengan yang mendengarkannya dalam hal ini tenaga kesehatan. Tidak jarang pula
suatu gejala medis tertentu diekspresikan secara berbeda – beda, bergantung
latar belakang pendidikan / sosial budaya pasien sehingga diperlukan teknik
anamnesis yang spesifik untuk menyamakan persepsi. Tindakan bedah Intrakranial
atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan
masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi dilakukan dengan maksud
pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat terganggunya fungsi
neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan
yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
bagaimana
definisi dari tumor otak dan craniostomy ?
1.2.2
apa saja
etiologi dari tumor otak ?
1.2.3
apa saja
manifestasi klinis dari tumor otak?
1.2.4
Apa saja
pemeriksaan penunjang pada pasien tumor otak ?
1.2.5
Bagaimana
pengobatan pada pasien tumor otak ?
1.2.6
Bagaimana
komplikasi dari tumor otak ?
1.2.7
Bagaimana
asuhan keperawatan post operasi pada tumor otak ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan kami dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan Post Operasi Tumor Otak.
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui definisi dari tumor otak dan craniostomy
b.
Mengetahui etiologi dari tumor otak
c.
Mengetahui manifestasi klinis
dari tumor otak
d.
Mengetahui pemeriksaan
penunjang pada pasien tumor otak
e.
Mengetahui pengobatan pada
pasien tumor otak
f.
Mengetahui komplikasi dari
tumor otak
g.
Mengetahui asuhan
keperawatan post operasi tumor otak
1.4
Manfaat
Dengan selesainya makalah yang kami buat, kami harap
mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti dan memahami tentang penyakit kanker
laring, serta mahasiswa dan mahasiswi dapat menerapkan asuhan keperawatan
sesuai dengan prosedur.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
2.1.1
Tumor
otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.
2.1.2
Craniopharyngioma
adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica
2.1.3
Craniotomy
adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk
mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
2.1.4
Post
operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien keruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik
atau dirumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi kompleks akibat
fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi pasca atau post operasi
ini, perawat mengandalkan informasi yang berasal dari hasil pengkajian
keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki klien tentang prosedur
pembedahan dann hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini membantu perawat mendeteksi adanya perubahan.
2.1.5
Jadi post
kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak
untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau
menghentikan perdarahan.
2.2
Etiologi
Kongenital
: Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma, berasal dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan
neoplastik
2.3
Manifestasi Klinik
2.3.1
Manifestasi
klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)
a.
Sakit kepala
b.
Nausea atau muntah proyektit
c.
Pusing
d.
Perubahan mental
e.
Kejang
2.3.2
Manifestasi
klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak
- Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema.
- Perubahan bicara, msalnya: aphasia
- Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
- Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
- Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi.
- Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
- Perubahan dalam seksual
2.4
Pemeriksaan Penunjang
Untuk
membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan
:
2.4.1
CT-Scan
memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas tumor,
serta meluasnya edema serebral sekunder.
2.4.2
MRI membantu mendiagnosis tumor potak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas
tumor yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan
tumor-tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis.
2.4.3
Biopsy
stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan
informasi prognosis.
2.4.4
Angiografi
serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
2.4.5
EEG dapat
mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
2.5
Pengobatan
2.5.1
Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang
paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak
tumornya dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
a.
Operasi
Untuk membuka tulang tengkorak disebut
kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai,
rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala
menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari
tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut
dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah
kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan
saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari
setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah
sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah
operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala.
Masalah lain yang
kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan cerebrospinal di otak
yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk
meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk
mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan
tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke
bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke
perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.
Infeksi
adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan
antibiotic).
Operasi
otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius.
Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga
mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini
berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa
permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi
kerja.
b.
Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery
strereotatic adalah tehnik "knifeless" yang
lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk
menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi
diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya
bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan
foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan
dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada
pasien dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya
sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi,
serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi.
Kadang-kadang
operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau
daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor
tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi
atau perawatan lainnya.
2.5.2
Radiasi/Radioterapi
Radioterapi
menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan
pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke
seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi
biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang
mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan
sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan
ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi
biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
a.
Beberapa bentuk terapi radiasi :
1. Fraksinasi: Radioterapi biasanya diberikan lima hari seminggu
selama beberapa minggu. Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu
melindungi jaringan sehat di daerah tumor.
2. Hyperfractionation: Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua
atau tiga kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari.
Efek
samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah berkepanjangan, mual,
muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit (seperti terbakar) di lokasi
radiasi, sakit kepala dan kejang (gejala nekrosis radiasi).
2.5.3
Kemoterapi
Kemoterapi,
yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh.
Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode
pengobatan dan periode pemulihan.
Untuk
beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah
biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi
wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut,
melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel kankernya.
Efek samping dari
kemoterapi, antara lain: mual dan muntah, sariawan, kehilangan nafsu makan,
rambut rontok, dan banyak lainnya. Untuk menangani efek samping dari
kemoterapi, diskusikan hal ini dengan dokter Anda.
a.
Sitostatika
INDIKASI
ANTI KANKER
GOLONGAN OBAT
|
INDIKASI
|
I.
ALKILATOR
Mekloretamin
Siklofosfamid
Ifosfamid
Melfalan
Klorambusil
Trietilenmelamin (TEM)
Trietilentiofosforamid (Thiotepa)
Prokarbazin
Busulfan
Karmustin (BCNU)
Lomustin (CCNU)
Semustin (metal CCNU)
Streptozosin
Sisplatin
Karboplatin
Oksaliplatin
|
Penyakit Hodgkin, limfosarkoma karsinoma mama
dan karsinoma ovarium
Leukemia limfositik kronik, penyakit Hodgkin,
limfoma non-Hodgkin, mieloma multiple, neuroblastoma, tumor payudara,
ovarium, paru, cervix, testis, jaringan lunak, tumor Wilm
-
Mieloma multiple, kanker payudara, ovarium
Leukemia limfositik kronik, penyakit Hodgkin dan
limfoma non-Hodgkin, makroglobulinemia primer
Penyakit Hodgkin, limfosarkoma, retinoblastoma, tumor payudara dan ovarium
Penyakit Hodgkin, limfosarkoma, retinoblastoma, tumor payudara dan ovarium
limfoma Hodgkin
Leukemia mielositik kronik
Penyakit Hodgkin yang refrakter terhadap
pengobatan, melanoma malignum, mieloma multiple (kombinasi dengan prednisone)
Karsinoma paru dan kolorektal, limfoma Hodgkin
dan limfoma non-Hodgkin dan karsinoma renal
Karsinoma paru Lewis, melanoma malignum, tumor
otak metastatik, Penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin dan eoplasma saluran
cerna
Karsinoma pancreas
Kanker testis, ovarium, buli-buli, esophagus,
paru, kolon
-
-
|
II.
ANTIMETABOLIT
5- fluorourasil (5FU)
6-Azauridin
Floksuridin (FUDR)
Sitarabin
Fludarabin
Gemsitabin
6-Merkaptopurin
6-Tioguanid (T6)
Metotreksat
pemetrexed
|
Kanker payudara, kolon, esophagus, leher dan
kepala
Leukemia limfositik dan mielositik akut, limfoma
non-Hodgkin
Mikosis fungoides, polisitemia vera
Leukemia limfositik akut dan kronik, leukemia
granulositik akut dan kroniik, koriokarsinoma
-
Hairy cell leucimia, Leukemia limfositik kronik, limfoma non-Hodgkin sel kecil
Kanker paru, pancreas dan ovarium
Leukemia limfositik akut dan kronik, leukemia
mieloblastik akut dan kronik, koriokarsinoma
-
Leukemia limfositik akut, koriokarsinoma, kanker
payudara, leher dan kepala, paru, buli-buli, sarcoma osteogenik
Mesotelioma, kanker paru
|
III.
PRODUK ALAMIAH
Vinkristin (VCR)
Vinblastin (VLB)
Vinorelbin
Paklitaksel
Dosetaksel
Etoposid
Teniposid
Irinotekan
Topotekan
Daktinomisin (aktinomisinD)
Antrasiklin :
Daunorubisin
Doksorubisin
Mitramisin
Antrasenedion :
Mitoksantron
Bleomisin
Mitomisin C
L-asparaginase
|
Leukemia limfositik akut, neuroblastoma, tumor Wilms,
rabdomiosarkoma, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin
Penyakit Hodgkin, limfosarkoma, koriokarsinoma
dan tumor payudara
-
Kanker ovarium, payudara, paru, buli-buli, leher
dan kepala
-
Kanker testis, paru, payudara, limfoma Hodgkin
dan non-Hodgkin, leukemia mielositik akut, sarcoma Kaposi
-
Karsinoma ovarium, karsinoma paru sel kecil,
karsinoma kecil
-
Korio-karsinoma, tumor Wilms, testis,
rabdomiosarkoma, sarcoma Kaposi
Leukemia limfisitik dan mieloblastik akut
Sarcoma jaringan lunak, sarcoma osteogenik,
limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, leukemia akut, karsinoma payudara,
genitor-urinaria, tiroid, paru, lambung, neuroblastoma dan sarcoma lain pada
anak-anak
Leukemia mieloblastik akut, kanker prostate dan
payudara
Kanker paru, lambung dan anus
Karsinoma testis, serviks, limfoma Hodgkin dan
non-Hodgkin
Kanker lambung
Leukemia limfositik akut
|
IV.
HORMON DAN ANTAGONIS
Prednison
Hidroksiprogesteron kaproat
Medroksiprogesteron asetat
Megestrol asetat
Dietilstilbestrol
Etinil estradiol
Tamoksifen, toremifen
Testosterone propionate
Fluoksimesteron
Flutamid
Mititan, aminoglutetimid
Leuprolid
Anastrozol, letrozol, eksemestan
|
Leukemia limfositik akut dan kronik, limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin, tumor payudara
Karsinoma payudara dan endometrium
Tumor endometrium
Tumor endometrium
Karsinoma prostate dan payudara
-
Tumor payudara
Tumor payudara
-
Karsinoma prostate
Karsinoma kortek adrenal, karsinoma payudara
Karsinoma prostate
Karsinoma payudara
|
V.
LAIN-LAIN
Hidroksiurea
Prokarbazin
Tretinoin
Arsen trioksid
Imatinib
Gefitinib
Bortezumib
Interveron alfa, interleukin 2
|
Leukemia mielositik kronik, melanoma malignum, polisitemia vera, trombositosis
esensial
-
Leukemia promielositik akut
-
Leukemia mielositik kronik, tumor stroma GI, sindrom hiper eosinofilia
Non small cell lung cencer
Mieloma multiple
Hairy cell leukemia,
sarcoma Kaposi, melanoma malignum, tumor karsinoid, ginjal. Ovarium,
buli-buli, limfoma non-Hodgkin, mycosis
fungoides, mieloma multiple, leukemia mielositik kronik.
|
b.
obat penurun TIK
1.
D-Manitol. C6H14O6
Indikasi : menurunkan TIK yangtinggi
karena edema serebral,meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau pengobatan
oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular,
meningkatkan ekskresi urine senyawa toksik, sebagai larutan irigasi
genitouriner pada operasi prostat atau operasi transuretral
2. Pemberian steroid (dexa 4 mg 4x sehari)
selama 2-3 hari sebelum operasi sangat efektif untuk menurunkan edema sekitar
tumor dan menurunkan TIK.
c.
Antibiotic
Antibiotika diberikan minimal
selama enam minggu, dengan atau tanpa pembedahan. Bila belum ada hasil kultur,
diberikan dosis tinggi Ampisilin (dewasa : 12 - 24 gram / hari, anak-anak 200 -
300 mg / kg) dan Metronidazole (3 x 1 gram selama lima hari). Pilihan lainnya
sebelum ada hasil kultur, dapat dipertimbangkan sesuai fokus infeksi primer,
status imunologis penderita dan riwayat alergi terhadap antibiotika
d.
penghilang nyeri
Meredakan
Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di
atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala
setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral,
biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin,
deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi
supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro
supratentorial. Kadar serum
dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
2.6
Komplikasi Post Operasi
2.6.1
Edema cerebral
2.6.2
Perdarahan subdural, epidural,
dan intracerebral
2.6.3
Hypovolemik syok
2.6.4
Hydrocephalus
2.6.5
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
2.6.6
Gangguan
perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis
2.6.7
Infeksi
2.6.8
Kerusakan
integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
3.1.1
primary
survey
a. airway
1. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda
asing (padat, cair) setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Meletakan tangan di atas
mulut atau hidung.
2. Potency jalan nafas,
3. Periksa keadekwatan
expansi paru
4. Periksa kesimetrisan
5. Auscultasi paru
b. Breathing
1. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
2. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan
kedalaman). RR < 10 X / gangguanà depresi narcotic, respirasi cepat,
dangkal, cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang
meningkat.
3. Inspeksi: Pergerakan dinding dada,
penggunaan otot bantu pernafasan efek
anathesi yang berlebihan, obstruksi, diafragma, retraksi sternal
c. Circulation
Efek peningkatan tekanan
intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
1. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
3. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
1. Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda
respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital.
2. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah
bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan
visual dan gelisah.
e. Exposure
1. Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya
perdarahan.
3.1.2
Secondary Survey : Pemeriksaan
fisik
Pasien nampak tegang, wajah
menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg,
N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
a. Abdomen.
1. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati
teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising
usus 14 X/menit.
2. Distensi abdominal dan peristaltic usus
adalah pengkajian yang harus dilakukan pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
1. Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan
otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c. Integumen.
1. Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat
terjadi :
1. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori).
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), deviasi pada mata.
4. Terjadi penurunan daya pendengaran,
keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena
kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak
lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
3.1.3
Tersiery
Survey
a. Kardiovaskuler
1. Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva
pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler
refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
b. Brain
1. Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6
(total = 15), klien nampak lemah, refleks dalam batas normal.
c. Blader
1. Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna
kuning kecoklatan.
3.2
Diagnosa
Keperawatan
3.2.1
Pola
nafas inefektif b/d efek anastesi
3.2.2
Kekurangan volume cairan b/d perdarahan post
operasi.
3.2.3
Ganggguan
rasa nyaman nyeri b/d luka insisi.
3.2.4
Kerusakan
integritas kulit b/d luka insisi.
3.2.5
Gangguan
perfusi jaringan b/d pendarahan.
3.3
Intervensi
Keperawatan
Pola nafas inefektif b/d efek anastesi
|
|
KH : dalam waktu 2 x 24jam pasien merasa :
-
pola nafas
efektif
-
hilangnya
sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1. pertahankan jalan udara pasien dengan
memiringkan kepala
2. auskultasi suara nafas
3. observasi frekuensi dab kedalaman pernafasan,
otot-otot pernafasan, perluasan rongga dada
4. letakkan pasien pada posisi yang sesuai,
tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan
KOLABORASI
1. berikan tambahan oksigen sesuai dengan kebutuhan
2. berikan/pertahankan alat bantu pernafasan (ventilator
|
1.
mencegah
obstruksi jalan nafas
2.
kurangnya
suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat
dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan
3.
untuk
efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan
4.
elevasi
kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah
1.
untuk
meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan O2 yang akan diikat
oleh hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong pengeluaran gas
tersebut melalui zat-zat inhalasi
2.
dilakukan
tergantung pada penyebab depresi pernafasan atau jenis pembedahan
|
Kekurangan volume cairan b/d perdarahan post operasi.
|
|
KH : dalam waktu 2 x 24 jam, pasien menyatakan :
-
TTV stabil
-
Palpasi
denyut nadi dengan kualitas yang baik
-
Turgor
kulit normal
-
Membran
mukosa lembab
-
Pengeluaran
urine individu normal
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk cairan GI)
2. Catat munculnya mual/muntah
3. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer
KOLABORASI
1. Pasang kateter urinarius dengan atau tanpa
urimeter sesuai kebutuhan
2. Berikan antiemitk sesuai kebutuhan
3. Pantau studi laboratorium, misalnya Hb, Ht.
Bandingkan studi darah praoperasi dan pascaoperasi
|
1. Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan
yang mempengaruhi intervensi
2. Wanita, pasien dengan obesitas dan mereka yang
memiliki kecenderungan mabuk perjalanan penyakit memiliki resiko mual/muntah
yang lebih tinggi pada pascaoperasi
3. Kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah
mengidentifikasi penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian
cairan tambahan.
KOLABORASI
1. Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran
urinarius secara akurat
2. Menghilangkan mual/muntah, yang dapat menyebabkan keseimbangan pemasukkan
3. Indikator hidrasi/volume.
|
Ganggguan rasa nyaman nyeri b/d luka insisi.
|
|
KH : dalam waktu 2 x 24 jam, hasil yang
diharapkan :
-
Pasien
menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/hilang
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1. Ulangi rekaman intraoperasi/ruang penyembuhan
untuk tipe anastesi dan medikasi yang diberikan sebelumnya
2. Kaji TTV
3. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin
selain dari prosedur operasi
4. Lakukan posisi sesuai petunjuk, misalnya
semi-Fowler ; miring
KOLABORASI
1. Berikan obat analgesik IV
|
1. Munculnya narkotik dan droperidol pada sistem
dapat menyebabkan analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan Flouthane
dan Ethrane yang tidak memiliki efek analgesik residual
2. Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan
ketidaknyamanan
3. Ketidaknyamanan mungkin disebabkan/diperburuk
dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur
parenteral
4. Mungkin mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan
sirkulasi.
1. Analgesik IV akan segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil
|
Kerusakan integritas kulit b/d luka insisi.
|
|
KH : dalam waktu 3 x 24 jam, hasil yang
diharapkan :
-
Mencapai
penyembuhan luka
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1. Beri penguatan pada balutan awal/penggantian
sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat
2. Secara hati-hati lepaskan perekat (sesuai arah
pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu mengganti
3. Gunakan sealant kulit sebelum perekat digunakan
KOLABORASI
1. berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan
2. irigasi luka; bantu dengan melakukan debridemen
sesuai kebutuhan
|
1. lindungi luka dari perlukaan mekanis dan
kontaminasi
2. mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada
luka
3. menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau
abrasi dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang
halus
1. menurunkan pembentukan edema yang mungkin
menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka selama periode
pasca operasi tertentu
2. membuang jaringan nekrotik/luka, eksudat untuk
meningkatkan penyembuhan
|
Gangguan perfusi jaringan b/d pendarahan.
|
|
KH : dalam waktu 3 x 24jam, hasil yang
diharapkan :
-
TTV stabil
-
Adanya
denyut nadi perifer yang kuat
-
Kesadaran
normal
-
Pengeluaran
urinarius individu sesuai
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1. Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan
pada saat pemindahan (terutama pada pasien yang mendapatkan obat anestesi
Fluothane)
2. Bantu latihan rentan gerak meliputi latihan
aktif kaki dan lutut
3. Cegah dengan menggunakan bantal dibawah lutut.
4. Pantau TTV; palpasi denyut nadi; catat
suhu/warna kulit dan pengisian kapiler
KOLABORASI
1. Beri cairan IV/produk-produk darah sesuai
kebutuhan
|
1. Mekanisme vasokontriksi ditekan dan akan
bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi
2. Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu
mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko pembentukan
trombus
3. Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis dan
menurunkan resiko tromboflebitis
4. Merupakan indikator volume sirkulasi dan fungsi
organ/perfusi jaringan yang adekuat
1. Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung
terjadinya perfusi jaringan
|
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.1.1 Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak
(tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
otak
4.1.2 Pengobatan tumor otak adalah pembedahan, radiasi
dan kemoterapi
4.1.3 Komplikasi yang bisa terjadi pada post operasi
adalah Edema cerebral, Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral, Hypovolemik
syok, Hydrocephalus, Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus), Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis, Infeksi,
Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn
E. 2002. Encana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Perawatan
Pasien edisi 3. Jakarta : EGC
Fak Kedokteran UI. Farmakologi
dan Terapi. Jakarta : FAK Kedokteran UI
Radit. 2009. Asuhan
Keperawatan Tumor Otak. http://radit11.wordpress.com/2009/04/14/6/ diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 04 : 30 pm)
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=33922
diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 04 : 10 pm)
huh ngeri juga, but thx atas pengetahuannya ,, istriku akan menjalani bedah kepala karna tumor otak sebesar 2 cm, kira2 berapa cm batok kepala yg di buka?
BalasHapussama2 pak
Hapustergantung letak tumornya berada dimana
terus terang saya belum tau pasti tentang berapa cm yang harus dibuka karena saya juga masih belajar
maaf jika penjelasan saya kurang bisa membantu
semoga istri bapak cepat sembuh
:)