BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tubuh senantiasa terpelihara dalam posisi tegak
seimbang berkat ada alat kontrol organ keseimbangan di dalam ruang telinga
tengah. Organ keseimbangan bekerja sebagai sebuah sistem. Ada tiga gelung pipa (semicircular canal)
berisi cairan yang ketiganya bermuara ke ruang vestibule.
Di setiap ujung gelung pipa terdapat ujung-ujung saraf
cupula yang berada dalam ruang ampula. Cupula ini bersifat peka rangsangan jika
tersentuh oleh aliran cairan dalam gelung pipa yang mengalir hilir mudik,
sesuai posisi dan gerakan kepala. Dalam posisi kepala tertentu kadang aliran
dalam gelung menyentuh cupula, kadang pula tidak.
Ada
tidaknya sentuhan aliran cairan dalam masing-masing gelung pipa terhadap
masing-masing cupula yang akan memberi informasi ke otak lewat saraf
keseimbangan (vestibular nerve). Informasi ini yang mengabarkan ke otak sedang
dalam posisi apa tubuh berada dari saat ke saat. Lalu otak menata psosisi
seimbang dengan memerintahkan kepala dan postur tubuh jika ternyata tidak
berada dalam posisi tidak, atau kurang seimbang, sehingga tubuh senantiasa
terpelihara dalam posisi tegak seimbang. Untuk itu, perlu koordinasi dengan
mata juga.
Keluhan vertigo muncul jika kerja organ keseimbangan
ini mengalami gangguan. Gangguan bisa terjadi di komponen mana saja. Bisa di
organ keseimbangan, bisa juga di tingkat pusat atau otak. Karena itu untuk
melacak penyebab vertigo-nya perlu dilakukan beberapa tes dan pemeriksaan di
bagian mana organ keseimbangan mengalami gangguan. Untuk itu diperlukan tes,
termasuk tes pendengaran, tes fungsi vestibule, foto tengkorak, pemeriksaan
cairan otak, rekam otak EEG, scan kepala, dan pemeriksaan pembuluh darah leher
serta kepala.
Penyakit telinga sendiri lebih dari sepuluh jenis.
Gangguan telingan bisa menjadi sumber penyebab vertigo, termasuk infeksi
radang, dan tumor di dalam ruang telinga tengah, tempat organ keseimbangan
berada. Infeksi dan tumor juga bisa mengenai saraf dan inti saraf di dalam
otak, selain jika terjadi kelainan bola mata , gangguan aliran darah leher,
penyakit saraf, atau tumor otak.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Neuronitis vestibular
a. apa definisi Neuronitis vestibular ?
b. bagaimana gejala klinis neuronitis vestibular
?
c. bagaimana pemeriksaan penunjang neuronitis
vestibular ?
d. bagaimana patofisiologi neuronitis vestibular
?
e. bagaimana factor pencetus neuronitis
vestibular ?
f. bagaimana penatalaksanaan neuronitis
vestibular ?
1.2.2
Vertigo
posisional benigna
a. apa definisi Vertigo posisional benigna ?
b. bagaimana gejala klinis Vertigo posisional benigna ?
c. bagaimana pemeriksaan penunjang Vertigo posisional benigna ?
d. bagaimana patofisiologi Vertigo posisional benigna ?
e. bagaimana
factor pencetus Vertigo posisional
benigna ?
f. bagaimana
penatalaksanaan Vertigo posisional
benigna ?
1.2.3
Bagaimana
tujuan dan contoh dari Latihan Vestibular ?
1.2.4
Bagaimana Asuhan Keperawatan ?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang nyeri
kepala yaitu neuronitis vestibular, Vertigo Posisional Benigna, dan Latihan Vestibular.
1.3.2
Tujuan
Khusus
a.
Mahasiswa dapat
mengetahui definisi
Neuronitis Vestibular,Vertigo Posisional benigna,dan Latihan Vestibular
b.
Mahasiswa
dapat mengetahui Manifestasi Klinisnya
c.
Mahasiswa
dapat mengetahui Pemeriksaan Penunjangnya
d.
Mahasiswa
dapat mengetahui patofisiologinya
e.
Mahasiswa
dapat mengetahui Faktor Pencetusnya
f.
Mahasiswa
dapat mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaannya
g.
Mahasiswa
dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan Neuronitis Vestibular,Vertigo Posisional Benigna, dan Latihan Vestibular.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Neuronitis
Vestibular
2.1.1. Definisi Neuronitis Vestibular
Neuronitis Vestibularis (Vestibular Neuronitis) adalah
suatu penyakit yang ditandai oleh adanya serangan vertigo (perasaan berputar)
mendadak akibat peradangan pada saraf yang menuju ke kanalis semisirkularis.
Neuronitis vestibularis dikenal juga sebagai vestibulopati perifer akut.
2.1.2. Gejala Klinis Neuronitis Vestibular
Neuronitis vestibularis ditandai oleh serangan vertigo
yang mendadak dan berlangsung lama, sering disertai mual, muntah, disekuilibrium, dan muka pucat
pasi. Gejala dipicu oleh gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa
sakit berat dan lebih suka diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus
spontan dapat timbul, dengan fase lambat ke arah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang
menurun pada telinga yang sakit.
Serangan vertigo yang pertama sangat berat, disertai
dengan mual dan muntah dan berlangsung selama 7-10 hari. Bola mata
bergerak-gerak diluar kesadaran ke arah telinga yang terkena (gejala ini
disebut nistagmus). Penyakit ini membaik dengan sendirinya. Bisa terjadi dalam
bentuk serangan tunggal atau beberapa kali serangan dalam waktu 12-18 bulan.
Serangan berikutnya biasanya berlangsung lebih sebentar dan lebih ringan
dibandingkan dengan serangan pertama kali. Penyakit ini tidak mempengaruhi
fungsi pendengaran.
Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia.
Vertigo akut biasanya sembuh spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh
lagi setelah berhari atau berminggu-minggu.
Beberapa pasien mengalami gejala sisa gangguan fungsi
vestibular, yang menimbulkan kondisi disekuilibrium kronis yang paling terasa
bila pasien bergerak. Separuh dari pasien akan mendapat serangan ulang
berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian.
2.1.3. Pemeriksaan Penunjang Neuronits Vestibular
a. Dilakukan
pemeriksaan fungsi pendengaran dan elektronistagmografi (rekaman pergerakan
mata dengan menggunakan metoda elektronik). Pemeriksaan nistagmus lainnya
adalah dengan memasukkan sejumlah kecil air es ke dalam setiap saluran telinga
lalu pergerakan mata penderita direkam.
b. Untuk
membedakan neuronitis vestibularis dari penyebab vertigo lainnya bisa dilakukan
pemeriksaan MRI kepala.
c. Nistagmus
1. Tes
Romberg yang dipertajam (sharpen Romberg Test)
Tes
Romberg ditujukan untuk adanya disfungsi sistem vestibular. Orang yang normal
mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama minimal 30 detik. Pada
tes ini pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit
yang satu berada di depan jari kaki lain. Lengan dilipat ke dada dan mata
ditutup.
2.
Stepping test
Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan
biasa dengan mengatakan sebelumnya bahwa pasien harus berusaha agar tetap di
tempat dan tidak beranjak selama tes. Tes ini dapat mendeteks gangguan
vestibular. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih
dari 1 meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat.
3.
Salah tunjuk (past pointing)
Pasien diminta merentangkan tangan dan telunjuknya menyentuh telunjuk
pemeriksa, kemudian disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi
dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada gangguan vestibular didapatkan
salah tunjuk (deviasi) dan demikian juga dengan gangguan serebellar.
2.1.4. Pathofisiologi Neuronitis Vestibular
2.1.5. Faktor Pencetus Neuronitis Vestibular
a. Infeksi virus pada alat
keseimbangan di telinga dalam
b. Radang/infeksi
saraf keseimbangan (vestibular neuritis),biasanya terjadi serangan vertigo
berulang beberapa jam atau beberapa hari setelah serangan pertamanya,seringkali
disertai perasaan cemas,seringkali dialami setelah infeksi virus
sebelumnya,tidak disertai gangguan maupun penurunan pendengaran.
2.1.6. Penatalaksanaan Neuronitis Vestibular
a. Tindakan independen keperawatan
1. Karena
gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam
kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
2. Fiksasi
visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo
pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis
vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada
suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke
depan, temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
3. Karena
aktivitas intelektual atau konsentrasi mental
dapat memudahkan terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil
dengan relaksasi mental disertai
fiksasi visual yang kuat.
4. Bila
mual dan muntah berat, cairan
intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi.
5. Bila
vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut
yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua.
Pasien merasa sakit berat dan sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi
penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan yang meyakinkan pasien
bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut
lainnya adalah jinak dan dapat
sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk beradaptasi akan
membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.
6. Latihan
vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini
untuk rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan
vestibular akut.
b. Farmakologis
Karena neuronitis vestibularis adalah penvakit yang dapat sembuh sendiri
dengan penyebab yang tidak diketahui, pengobatan diarahkan untuk nrenyupresi
gejala-gejalanya. Obat-obat berikut ini bermanfaat meredakan vertigo akibat
neuronitis vestibularis, mabuk kendaraan atau gangguan vetibuler lainnya. Bila
mual hebat maka obat antivertigo dapat diberikan supositoria atau injeksi. Perawatan
di rumah sakit diperlukan pada pasien yang disekuilibriumnya berat atau muntah-muntah terus sehingga membutuhkan rehidrasi intravena.
1. Antihistamin
Supresi vertigo bukan sifat umum dari semua antihistamin dan tidak
berkaitan dengan potensi perifernya sebagai antagonis histamin. Aktivitas
antihistamin yang benar-benar mengurangi vertigo (dimenhidrinat, difenhidramin,
meklizin, siklizin) ternyata spesifik dan tidak hanya mensupresi pusat muntah
batang otak. Sesungguhnya banyak antiemetik yang sering dipakai hanya sedikit
bermanfaat untuk mengatasi vertigo. Antihistamin-antivertigojuga menunjukkan
aktivitas antikolinergik pada sistem saraf pusat. Sifat ini mungkin merupakan
mekanisme biokimiawi dari aktivitas antivertigo yang mendasarinya.
Efek samping. Efek samping utama dari zat-zat ini adalah sedasi. Rasa
mengantuk ini terutama lebih menonjol dengan dimenhidrinat atau difenhidramin.
Efek sedatif ini bermanfaat pada pasien vertigo yang hebat. Bila pasien kurang
menyukai efek ini maka dapat diberikan meklizin atau siklizin atau betahistin
mesilat (Merislon, Betaserc). Efek samping antikolinergik berupa mulut kering
atau penglihatan kabur kadang-kadang terjadi.
2. Obat antikolinergik
Mensupresi aktif secara sentral dari aktivitas sistem
vestibular dan dapat berguna untuk mengurangi vertigo. Skopolamin metilbromida
(Holopon) 3 kali 1-2 mg sehari. Tetapi pada orang tua harus hati-hati sebab
dapat menimbulkan konfusi mental
dan obstruksi saluran keluar kandung kemih.
3. Prometazin dari golongan fenotiazin
Merupakan yang paling efektif dari golongan ini dalam
mengobati vertigo dan mabuk kendaraan. Efek samping utama adalah mengantuk.
4. Zat simpatomimetik juga mensupresi vertigo
Efedrin memiliki efek sinergis bila digabung dengan obat
antivertigo lainnya. Efek stimulan dari obat ini dapat mengatasi efek sedatif
dari obat lainnya tetapi dapat menyebabkan insomnia, gemetar dan palpitasi.
5. Penyekat saluran kalsium perifer seperti
flunarizin (Sibelium) 1-2 kali 5 mg/hari dapat diberikan pada kasus vertigo
dengan penyakit vaskular yang mendasarinya.
6. Penenang minor seperti diazepam atau
lorazepam bermanfaat dalam menghilangkan ansietas akut
yang sering menyertai vertigo. Hidroksizin (Iterax, Bestalin) merupakan
penenang yang juga memiliki sifat antihistamin serta antiemetik sehingga dapat
dipakai untuk antivertigo. Dosis dewasa yang lazim adalah 25-100 mg 3-4 kali
sehari.
7. Lama terapi bervariasi.
Pada kebanyakan pasien, obat dapat dihentikan bila
nausea dan vertigo mereda. Obat sedatif vestibular menghilangkan mekanisme
kompensasi sentral sehingga penggunaan yang lama dari obat ini dapat bersifat
kontraproduktif. Walaupun demikian, ada sebagian kecil pasien yang memerlukan dosis
kecil secara kronis.
8. Pada
umumnya, gabungan beberapa jenis obat dari golongan yang berbeda misalnya
antikolinergik dengan simpatomimetik atau fenotiazin memberikan efek sinergis
untuk mensupresi vertigo.
2.2. Vertigo posisional benigna
2.2.1 Definisi
Vertigo posisional benigna
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam
praktek, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil
(giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan
tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau
sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan
nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya
memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan
seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai
macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua
dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh
Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh
penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan
kelainan keseimbangan.1,2.
Vertigo posisi paroksismal jinak
(VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah
gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan
adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada
BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam,
yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada
tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan
menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.3,4,5
2.2.2 Gejala
Klinis Vertigo posisional benigna
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala
sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu
makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah,
puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata
merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
2.2.3 Pemeriksaan
Penunjang Vertigo posisional benigna
a. Pemeriksaan
fisik :
1. Pemeriksaan
mata
2. Pemeriksaan
alat keseimbangan tubuh
3. Pemeriksaan
neurologik
4. Pemeriksaan
otologik
5. Pemeriksaan
fisik umum.
b. Pemeriksaan
khusus
1. ENG
(elektro nystagmo graphy)
Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus posisional, nistagmus akibat
gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji kalori.
2.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dapat memberitahu ada
tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan hemostasis dapat membantu kita untuk
menduga iskemia.
3.
Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.
4.
Foto rontgen, CT-scan, atau MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor.
2.2.4 Pathofisiologi
Vertigo posisional benigna
Vertigo timbul jika
terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran.
Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik,
jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan
VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang
berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,
visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling
besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling
kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi
fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata
dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.
Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang
dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri / berjalan dan gejala lainnya.
2.2.5 Faktor
Pencetus Vertigo posisional benigna
a. Umur dibawah 50 tahun
dikarenakan Head Imbalalence
b. Diatas 50 tahun karena
Degeneratif Sistem Vestibular
c. Kerusakan utricula (cedera
kepala, infeksi)
d. Vestibular Neuritis
e. Penyakit Meniere’s
f. Stroke (Sindrom Artery
Inferior Cerebral)
2.2.6 Penatalaksanaan
Vertigo Posisional Benigna
Pengobatan simtomatik dengan salah satu obat sedatif vestibular jarang
bermanfaat sempurna. Melakukan kembali gerakan-gerakan yang memprovokasi
vertigo akhirnya akan melelahkan respon simtomatik sehingga remisi dapat
diperoleh dengan melakukan latihan kepala tersebut.
Pasien disuruh memiringkan kepalanya ke posisi yang memicu vertigo selama
30 detik. Ini diulang 5 kali setiap beberapa jam. Pendekatan fisik yang
sederhana ini akan menghilangkan sebagian besar kasus dalam beberapa minggu.
Beberapa pasien yang merasa bahwa latihan kepala terlalu berat dapat memperoleh
perbaikan simtomatik dengan memakai kolar servikal lunak, sehingga pasien dapat
membatasi posisi kepalanya sehingga dapat mencegah terjadinya vertigo.
Yang paling penting adalah meyakinkan pasien bahwa kondisi penyakitnya
dapat sembuh sendiri dan walaupun tidak enak, vertigo buknlah suatu penyakit
yang mengancam nyawa.
Obat
|
Lama kerja (jam)
|
Dosis dewasa
|
Efek sedatif
|
sediaan
|
Dimenhidrinat
Difenhidramin
Prometazin
Skopolamin
Efedrin
Hidroksizin
Flunarizin
|
4-6
4-6
4-6
12
4-6
4-6
12-24
|
25-50 mg / 6jam
25-50 mg / 6jam
25 mg / 6 jam
0,5 mg / 12jam
25 mg / 6jam
25-100 mg / 8jam
5 mg / 12jam
|
++
++
++
+
-0
++
+
|
IM, IV, oral
IM, IV, oral
IM, IV, oral
IM, oral
IM, oral
Oral
oral
|
2.3. Latihan Vestibular
2.3.1 Tujuan
Latihan Vestibular
1. Melatih
gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk meningkatkan
kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih
gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata
3. Melatih
meningkatkan kemampuan keseimbangan
2.3.2 Contoh
Latihan Vestibular
1. Berdiri
tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup
2. Olahraga
yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring)
3. Dari
sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup
4. Jalan
di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup
5. Berjalan
lurus dengan tumit menempel di depan jari-jari kaki
6. Jalan
menaiki dan menuruni tangga
7. Melirikkan
mata ke arah horizontal dan vertikal berulang-ulang
8. Melatih
gerakan mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga memfiksasi obyek
yang diam
2.3.3 Contoh Lain
Duduk di pinggir tempat tidur, tungkai menggantung atau menapak di
lantai. Dengan cepat berbaring ke samping pada salah satu sisi (kiri atau
kanan), tungkai diangkat ke tempat tidur. Tetap berada dalam posisi ini selama
30 detik (akan terjadi vertigo, bila mampu tetap pertahankan posisi). Kemudian
kembali ke posisi semula, istirahat 30 detik. Ulangi sampai 3 kali. Latihan ini
dapat dilakukan pada vertigo posisional, 2-3 kali sehari, setiap hari sampai
vertigo hilang.
2.4. Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian
a. Aktivitas
/ Istirahat
1. Letih,
lemah, malaise
2. Keterbatasan gerak
3. Ketegangan mata, kesulitan membaca
4. Insomnia, bangun pada pagi hari
dengan disertai nyeri kepala.
5. Sakit kepala yang hebat saat
perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
1. Riwayat hypertensi
2. Denyutan vaskuler, misal daerah
temporal.
3. Pucat, wajah tampak kemerahan.
c.
Integritas
Ego
1. Faktor-faktor stress
emosional/lingkungan tertentu
2. Perubahan ketidakmampuan,
keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
3. Kekhawatiran, ansietas, peka
rangsangan selama sakit kepala
4. Mekanisme refresif/dekensif (sakit
kepala kronik).
5. Makanan dan cairan
6. Makanan yang tinggi vasorektiknya
misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan
berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
7. Mual/muntah, anoreksia (selama
nyeri)
8. Penurunan berat badan
d.
Neurosensoris
1 Pening, disorientasi (selama sakit
kepala)
2 Riwayat kejang, cedera kepala yang
baru terjadi, trauma, stroke.
3 Aura ; fasialis, olfaktorius,
tinitus.
4 Perubahan visual, sensitif terhadap
cahaya/suara yang keras, epitaksis.
5 Parastesia, kelemahan
progresif/paralysis satu sisi tempore
6 Perubahan pada pola bicara/pola
pikir
7 Mudah terangsang, peka terhadap
stimulus.
8 Penurunan refleks tendon dalam
9 Papiledema.
e.
Nyeri/
kenyamanan
1. Karakteristik nyeri tergantung pada
jenis sakit kepala, misal migrain,ketegangan otot, cluster, tumor otak,
pascatrauma, sinusitis.
2. Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah
wajah.
3. Fokus menyempit
4. Fokus pada diri sendiri
5. Respon emosional / perilaku tak
terarah seperti menangis, gelisah.
6. Otot-otot daerah leher juga
menegang, frigiditas vokal.
f.
Keamanan
1. Riwayat alergi atau reaksi alergi
2. Demam (sakit kepala)
3. Gangguan cara berjalan, parastesia,
paralisis
4. Drainase nasal purulent (sakit
kepala pada gangguan sinus).
5. Interaksi sosial
6. Perubahan dalam tanggung jawab/peran
interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
g.
Penyuluhan
/ pembelajaran
1. Riwayat hypertensi, migrain, stroke,
penyakit pada keluarga
2. Penggunaan alcohol/obat lain
termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera (resiko tinggi terhadap) b/d
vertigo
b. Gangguan pola pemenuhan nutrisi b/d mual
muntah
c. Cemas b/d kurang pengetahuan atau
ancaman/perubahan status kesehatan & efek ketidakmampuan vertigo
2.4.3 Rencana Intervensi dan Implementasi
a. Dx Keperawatan : Resiko cedera (resiko
tinggi terhadap) b/d vertigo
Tujuan :
melakukan tindaka pengamanan untuk mencegah terjadinya cedera
Kriteria
:
-
Pasien
tidak megalami cedera
Rencana
:
1. Gunakan lampu malam
R/
pasien akan merasa lebih nyaman ketika sinar cahaya rendah
2. Ajarkan menggunakan kruk, tongkat, walker,
prostese
R/
ketika vertigo pasien kambuh, pasien akan kehilangan keseimbangan, sehingga
diperlukan tongkat, prostese, walker untuk menghindari pasien terjatuh
3. Pertahankan tempat tidur pada ketinggian
yang paling rendah dengan pagar tempat tidur terpasang
R/ agar
pasien tidak terjatuh ketika vertigo kambuh
4. Letakkan pispot disebelah tempat tidur
atau pispot kursi di depan pasien ketika duduk dikursi
R/ untuk
menghindari pasien pergi ke kamar mandi sehingga mengurangi resiko
terjatuh/terpeleset di kamar mandi
5. Instruksikan kepada pasien untk memakai sepatu
yang pas dan mempuyai sol anti-slip
R/ untuk
menghindari pasien terjatuh ketika berjalan saat vertigo kambuh
6. Pasang pegangan tangan dikamar mandi
R/ agar
pasien tidak terpeleset ketika berada dikamar mandi
7. ajarkan teknik untuk mengubah posisi
dengan perlahan
R/
pasien vertigo akan merasa nyaman ketika pasien mengubah posisinya secara
perlahan.
b. Dx Keperawatan : Gangguan pola pemenuhan nutrisi b/d mual muntah
Tujuan :
Pola pemenuhan nutrisi kembali normal
Kriteria
: - Klien mampu menghabiskan menu dari RS
-
Klien
tidak muntah setelah makan
Rencana:
1. Jelaskan tentang nutrisi dan cara
pemenuhannya
R/ agar
klien kooperatif
2. Kaji antropometri
R/ untuk
mengetahui perkembangan status kesehatan klien dan dasar pelaksanaan tindakan
selanjutnya
3. Kaji tekanan darah dan nadi
R/ untuk
mengetahui perkembangan status kesehatan klien dan dasar pelaksanaan tindakan
selanjutnya
4. Anjurkan untuk makan dalam porsi kecil
tapi sering
R/ untuk
mengurangi rangsang muntah
5. Siapkan lingkungan yang menyenangkan
R/ agar
mengurangi irritabilitas dan membantu klien mendapatkan kembali ”appettite”nya.
6. Kolaborasi medis dalam pemberian obat anti
emetik
R/ untuk
mengurangi rangsang muntah
c. Dx Keperawatan : cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan :
rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria
:
-
Klien
dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
-
Emosi
stabil., pasien tenang.
-
Istirahat
cukup.
Rencana
:
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh
pasien.
R./
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan rasa cemasnya.
R./
Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar
terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang
proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan
keperawatan.
R./
Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa
perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan
yang terbaik dan seoptimal mungkin.
R./
Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga
untuk mendampingi pasien secara bergantian.
R./
Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R./
Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
2.4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Neuronitis Vestibularis (Vestibular Neuronitis) adalah
suatu penyakit yang ditandai oleh adanya serangan vertigo (perasaan berputar)
mendadak akibat peradangan pada saraf yang menuju ke kanalis semisirkularis.
Neuronitis vestibularis dikenal juga sebagai vestibulopati perifer akut.
Vertigo
adalah setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau
obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan
keseimbangan.1,2.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda
Juall. 1999. Rencana
Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif, ed. 2. Jakarta : EGC
Kamikazeners.
2009. Asuhan Keperawatan Vertigo. http://kamikazeners.blogspot.com/2009_06_01_archive.html diakses tanggal 13 Oktober 2011 pukul 7 :
10 pm )
Mansjoer,
Arif. 2000. Fakultas Kedokteran UI Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius
Mediasource.
2011. Apakah Anda Mengalami Vertigo. http://medisource.wordpress.com/2011/03/20/apakah-anda-mengalami-vertigo/ diakses tanggal 13 Oktober 2011
pukul 7 : 15 pm)
Wikimed. Neuronitis
Vestibularis. http://wikimed.blogbeken.com/neuronitis-vestibularis diakses tanggal 13 Oktober 2011 pukul 7 :
30 pm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)