BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi talasemia
2.1.1
Thalasemia adalah penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada
anak-anaknya secara resesif. (Menurut Hukum Mandel)
2.1.2
Thalasemia adalah sekelompok
penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis
rantai polipeptida terganggu.
2.1.3
Thalasemia adalah suatu
gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi ) pada haemoglobin.
(Suryadi, 2001)b atau (aproduksi rantai
2.1.4
Thalasemia merupakan penyakit
anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
2.1.5
Thalasemia adalah sekelompok
kelainan keturunan yang berhubungan dengan defek sintesis rantai hemoglobin
(Arif Muttaqin, 2009)
Jadi Thalasemia adalah penyakit
anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga
umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi
produksi satu , yang diturunkan dari keduab dan aatau lebih dari satu jenis rantai orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
2.2
Etiologi Talasemia
Ketidakseimbangan dalam rantai
protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin,
disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini,
seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan
gejala-gejala dari penyakit ini.
2.3
Klasifikasi Talasemia
2.3.1
Thalasemia digolongkan
bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
a.
Alfa – Thalasemia (melibatkan
rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang
kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
b.
Beta – Thalasemia (melibatkan
rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan
Asia Tenggara.
2.3.2
Secara umum, terdapat 2 (dua)
jenis thalasemia yaitu :
a.
Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen
dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya
kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang
bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat
rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan
transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan
tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bias muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi
darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita
thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita
harus menjalani transfusi darah.
b.
Thalasemia Minor, individu hanya membawa
gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit
thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
2.4
Patofisiologi
2.5
Manifestasi Klinis
Secara klinis Thalasemia dapat
dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis : mayor,
intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas.
2.5.1 Thalasemia mayor
(Thalasemia homozigot)
a.
Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
b.
Pembesaran hati dan limpa
terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra
modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan
darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan
dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
c.
Perubahan pada tulang karena
hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama
kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang,
disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
d.
Pertumbuhan gigi biasanya
buruk.
e.
Gejala lain yang tampak ialah
anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang,
perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit
menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
2.5.2 Thalasemia intermedia.
a.
Keadaan klinisnya lebih baik
dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7
– 10,0 g/dl).
b.
Gejala deformitas tulang,
hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
2.5.3 Thalasemia minor atau
troit ( pembawa sifat)
a.
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis
yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa
anemia atau anemia ringan.
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara
lain:
1.
Letargi
2.
Pucat
3.
Kelemahan
4.
Anoreksia
5.
Sesak nafas
6.
Tebalnya tulang cranial
7.
Pembesaran limpa
8.
Menipisnya tulang kartilago
2.6
Penatalaksanaana.
2.6.1
Transfusi darah berupa sel
darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya
10 – 20 ml/kg BB.
2.6.2
Asam folat teratur (misalnya 5
mg perhari), jika diit buruk
2.6.3
Pemberian cheleting agents
(desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan
secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap
unit darah transfusi.
2.6.4
Vitamin C, 200 mg setiap,
meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin.
2.6.5
Splenektomi mungkin dibutuhkan
untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6
tahun karena resiko infeksi.
2.6.6
Terapi endokrin diberikan baik
sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
2.6.7
Pada sedikit kasus transplantsi
sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung
dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya
mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)
2.7
Komplikasi
2.7.1
Akibat anemia yang berat dan
lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari
proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan,
kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
2.7.2
gangguan pertumbuhan, gangguan
endokrin dan infeksi virus Hepatitis B, C, dan HIV.3,10,21-23 Komplikasi
tersebut terjadi akibat pemberian transfusi yang tidak benar, deposit
hemosiderin pada organ-organ yang berperan dalam pertumbuhan atau karena tidak
mendapat zat pengikat besi yang adekuat.
2.8
Pencegahan
2.8.1
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling)
untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
2.8.2
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami
istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi
buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah
carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
3.1.1
Pengkajian Fisik
a.
Melakukan pemeriksaan fisik.
b.
Kaji riwayat kesehatan, terutama
yang berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
c.
Observasi gejala penyakit
anemia.
3.1.2
Pengkajian Umum
a.
Pertumbuhan yang terhambat
b.
Anemia kronik.
c.
Kematangan seksual yang
tertunda.
3.1.3
Krisis Vaso-Occlusive
Sakit yang dirasakan
Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang
berhubungan.
a.
Ekstremitas: kulit tangan dan
kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
b.
Abdomen : sakit yang sangat
sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
c.
Cerebrum : stroke, gangguan
penglihatan.
d.
Pinggang : gejalanya seperti
pada penyakit paru-paru basah.
e.
Liver : obstruksi jaundise,
koma hepatikum.
f.
Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
a.
Hati: cardiomegali, murmur
sistolik
b.
Paru-paru: gangguan fungsi
paru-paru, mudah terinfeksi.
c.
Ginjal: ketidakmampuan memecah
senyawa urin, gagal ginjal.
d.
Genital: terasa sakit, tegang.
e.
Liver: hepatomegali, sirosis.
f.
Mata: ketidaknormalan lensa
yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya
lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
g.
Ekstremitas: perubahan
tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela
osteomyelitis.
3.2
Diagnosa Keperawatan
3.2.1
Nyeri berhubungan dengan anoxia
membran (vaso occlusive krisis)
3.2.2
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien
mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering
sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
3.2.3
Perubahan proses dalam keluarga
berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko
penyembuhan yang lama pada anak.
3.2.4
Resiko tinggi injuri (membrane) berhubungan
dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
3.3
Intervensi
Nyeri
berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
|
|
Tujuan :
-
Agar terhindar dari rasa
sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
|
|
Criteria hasil :
-
Agar terhindar dari rasa
sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Jadwalkan medikasi untuk
pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan
b.
Kenali macam – macam
analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan
c.
Yakinkan si anak dan keluarga
bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin
dibutuhkan dalam dosis yang tinggi
d.
Hindari pengompresan dengan
air dingin
|
a.
untuk mencegah sakit
b.
untuk mengetahui sejauh mana rasa
sakit dapat diterima
c.
karena rasa sakit yang
berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka
d.
karena dapat meningkatkan
vasokonstriksi
|
Gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan
pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak
kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
|
|
Tujuan :
- gangguan
perfusi jaringan teratasi
|
|
Kriteria Hasil :
-
Tanda vital normal N : 80 –
110. R : 20 – 30 x/m
-
Ektremitas hangat
-
Warna kulit tidak pucat
-
Sclera tidak ikterik
-
Bibir tidak kering
-
Hb normal 12 – 16 gr%
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Observasi Tanda Vital , Warna
Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
b.
Atur Posisi Semi Fowler
c.
Kolaborasi Dengan Dokter
Pemberian Tranfusi Darah
d.
Pemberian O2 kapan perlu
|
a.
Menunujukan informasi tentang
adekuat atau tidak perfusi jaringan dan dapat membantu dalam menentukan
intervensi yang tepat
b.
Pengembangan paru akan lebih
maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
c.
Memaksimalkan sel darah
merah, agar Hb meningkat
d.
Dengan tranfusi pemenuhan sel
darah merah agar Hb meningkat
|
Perubahan proses
dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak
|
|
Tujuan :
-
Agar mendapatkan pemahaman
tentang penyakit tersebut
-
Agar menerima dorongan yang
cukup
|
|
Criteria hasil :
-
Anak dan keluarga dapat benar
– benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi –
terapinya
-
Keluarga dapat mengambil
manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari
fasilitas yang tepat
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Ajari keluarga dan anak yang
lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran
b.
Tekankan akan pentingnya
menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak
c.
Jelaskan tanda – tanda adanya
peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
d.
Berikan gambaran tentang
penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang
genetik keluarga mereka.
e.
Daftarkan anak pada klinik
anemia
|
a.
untuk meminimalkan
komplikasi.
b.
untuk mendapatkan hasil
kemajuan dari perawatan yang tepat
c.
untuk menghindari
keterlambatan perawatan
d.
agar keluarga tahu apa yang
harus dilakukan
e.
untuk mendapatkan perawatan
yang tepat.
|
Resiko tinggi injuri
(membran) berhubungan dengan hemoglobin abnormal,
penurunan kadar oksigen , dehidrasi
|
|
Tujuan :
-
Jaga agar pasien mendapat
oksigen yang cukup
-
Jaga agar anak tidak
mengalami dehidasi
-
Bebas dari infeksi
-
Menurunnya resiko yang
berhubungan dengan efek pembedahan
|
|
Criteria hasil :
-
Hindarkan anak dari situasi
yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
-
Anak banyak minum dan jumlah
cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
-
Anak terbebas dari infeksi.
-
Ketika anak dioperasi tidak
mengalami krisis.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Ukur tekanan untuk
meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
b.
Observasi cairan infus sesuai
anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
c.
Meningkatkan jumlah cairan
infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam
krisis
d.
Beri inforamasi tertulis pada
orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik
e.
Beri informasi pada keluarga
tentang tanda – tanda dehidrasi
f.
Beri terapi antibiotika
g.
Kolaborasi untuk pemberian
oksigen
|
a.
menghindari penambahan
oksigen yang dibutuhkan. Jangan sampai terjadi infeksi. Jauhkan dari
lingkungan yang beroksigen rendah.
b.
agar kebutuhan cairan ank
dapat terpenuhi
c.
agar tercukupi kebutuhan
cairan melalui infuse
d.
untuk mendorong compliance
e.
untuk menghindari penundaan
terapi pemberian cairan
f.
untuk mencegah dan merawat
infeksi
g.
untuk menambah kadar
hemoglobin
|
3.4
Implementasi
3.5
Evaluasi
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)