BAB
1
PENDAHULUAN
1.1  Latar
Belakang
Globalisasi telah membuat perubahan
diberbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, persaingan kelompok dan
individu semakin ketat, dampak dari perubahan tersebut merupakan salah satu
stressor bagi individu, apabila seseorang tidak bisa bertahan dengan perubahan
yang terjadi. Hal tersebut akan dirasakan sebagai stressor yang berkepanjangan,
koping individu yang tidak efektif menjadikan seseorang mengalami gangguan
secara psikologis.
Masalah kesehatan jiwa sangat mempengaruhi
produktifitas dan kualitas kesehatan perorangan maupun masyarakat. Mutu sumber
daya manusia tidak dapat diperbaiki hanya dengan pemberian makanan atau gizi
seimbang, namun juga perlu memperhatikan aspek-aspek dasar berupa aspek
fisik/jasmani, mental-emosional/jiwa, dan social budaya / lingkungan. Gangguan
jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan
penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga, baik
mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan tidak lagi produktif.
Dampak gangguan kesehatan jiwa tidak
hanya dirasakan oleh si penderita, tetapi juga oleh keluarga, teman, pekerja,
dan komunitas. Sehingga akan mempengaruhi produktifitas komunitas dan berdampak
pada perekonomian serta kesejahteraan. Hal itu terlihat dari hasil studi Bank
Dunia tahun 1995 di beberapa negara yang menunjukkan bahwa 8,1 persen hari-hari
produktif hilang akibat beban penyakit disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa.
Angka itu lebih besar dibandingkan hari-hari produktif yang hilang akibat
penyakit tuberculosis (7,2 persen), kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4
persen) dan malaria (2,6 persen). Bunuh diri, yang terjadi karena gangguan
kesehatan jiwa, merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa
negara (Narishma, 2012).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun
2007 (Riskesdas) menunjukkan bahwa gangguan mental emosional (depresi dan
kecemasan) dialami oleh sekitar 11,6% populasi usia di atas 15 tahun (sekitar
24.708.000 orang). Sedangkan sekitar 0,48% populasi (1.065.000 orang) mengalami
gangguan jiwa berat atau psikosis (Depkes, 2012).
Gangguan mental berupa depresi,
kecemasan, dan keluhan somatik didominasi perempuan dengan angka sekitar 1 dari
3 orang dalam masyarakat dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius. Unipolar depresi diperkirakan menjadi penyebab utama kedua beban
kecacatan global yang akan terjadi pada tahun 2020 dimana angka kejadian dua
kali lebih sering terjadi pada perempuan (Yasira, 2011).
Kecemasan atau ansietas masih menjadi
salah satu masalah kesehatan jiwa yang masih banyak terjadi kasus baik di
negara-negara maju  maupun di negara berkembang. Gangguan ansietas
merupakan gangguan mental emosional yang paling sering terjadi di Amerika
serikat. Setidaknya 17% individu dewasa di Amerika serikat menunjukkan satu
gangguan ansietas atau lebih dalam satu tahun. Gangguan ansietas lebih sering
di alami oleh individu wanita, individu berusia kurang dari 45 tahun, individu
yang bercerai atau berpisah, dan individu yang berasal dari status
sosio-ekonomi rendah (Videbeck, 2008, hal. 308).
Didalam makalah ini, kelompok akan
membahas mengenai ansietas atau kecemasan, yang dapat menjadi sebuah masalah
kesehatan jiwa apabila respons yang diberikan berlebihan dan mengganggu
kehidupan sehari-hari. Pada makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar
tentang ansietas, penyebab, mekanisme terjadinya, hingga respons yang dapat
terjadi pada setiap individu dan tingkatannya. Serta akan dijelaskan mengenai
pendekatan konsep asuhan keperawatan yang akan diberikan pada masalah kesehatan
jiwa berupa kecemasan atau ansietas ini. Penanganan masalah gangguan mental
emosional ini sangat penting, karena apabila tidak dapat ditangani dengan baik
maka bisa saja dapat berlanjut kepada masalah gangguan jiwa.  
1.2  Rumusan
Masalah
1.2.1   Apakah
pengertian dari ansietas?
1.2.2   Apa
saja  teori-teori  yang mendasari ansietas?
1.2.3   Apakah
penyebab dari ansietas?
1.2.4   Apa
saja tingkatan dari amsietas?
1.2.5   Bagaiman
respon dari ansietas?
1.2.6   Bagaiman
respon setiap tingkat ansietas?
1.2.7   Bagaimana
rentang respon?
1.2.8   Bagaiman
penatalaksanaan pada ansietas?
1.3  Tujuan
1.3.1   Tujuan
Umum
Memberikan gambaran tentang ansietas serta penanganannya dalam proses keperawatan.
1.3.2       
Tujuan Khusus
1.      Mengerahui
pengertian dari ansietas
2.      Mengetahui
teori-teori  yang mendasari ansietas
3.      Mengetahui
penyebab dari ansietas
4.      Mengetahui
tingkatan dari amsietas
5.      Mengetahui
respon dari ansietas
6.      Mengetagui
respon setiap tingkat ansietas
7.      Mengetahui
rentang respon
8.      Mengetahui
penatalaksanaan pada ansietas
1.4  Manfaat
Meningkatkan kemampuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan ansietas
BAB
2
PEMBAHASAN
KONSEP
DASAR ANSIETAS
2.1 Pengertian
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti
dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik.
Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart & Laraia 2005, hal.260 ).
Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005,
hal.260 ) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak
maju perkembangan 
 dan pengalaman
mengatasi kecemasan.
Tetapi
pada keadaan lanjut perasaan
cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
Ansietas adalah perasaan
takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008, hal.
307).
Ansietas atau kecemasan
adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami
dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005, hal. 108 ).
Ansietas adalah suatu
kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif,
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Jadi,  kecemasan
merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap
stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu
dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam rasa cemas tersebut
dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan
yang berarti.
2.2 Teori-Teori yang
mendasari ansietas
Teori yang
dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah
( Stuart & Sundeen,1998, 177-181 ) :
2.2.1 Teori psikoanalitik
Menurut Sigmund Freud struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu id, ego, dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai
mediator antara tuntutan dari id dan superego.
Menurut teori psikoanalitik, ansietas merupakan
konflik emosional yang terjadi  antara  id  dan 
superego,  yang  berfungsi  memperingatkan
 ego  tentang  sesuatu
bahaya yang perlu diatasi.
2.2.2 Teori interpersonal
Ansietas terjadi dari
ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal
ini juga dihubungkan
dengan trauma masa pertumbuhan 
seperti kehilangan,  perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang
mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah
untuk mengalami ansietas yang berat.
2.2.3 Teori prilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi
dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Para
ahli prilaku menganggap ansietas
merupakan  sesuatu
 dorongan  yang  dipelajari
 berdasarkan  keinginan
 untuk menghindarkan
rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa individu yang pada awal
kehidupannya dihadapkan pada rasa takut berlebihan akan menunjukkan kemungkinan
ansietas berat pada kehidupan masa dewasanya.
2.2.4 Kajian keluarga
Kajian
 keluarga  menunjukkan
 bahwa  gangguan  ansietas
 merupakan  hal 
yang  biasa ditemui dalam suatu
keluarga.
2.2.5 Kajian biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Selain itu kesehatan
umum seseorang mempunyai predisposisi terhadap
ansietas. Ansietas mungkin disertai
dengan gangguan fisik
dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengatasi stressor.
2.3 Penyebab
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada
diri seseorang. Faktor
genetik juga merupakan faktor yang dapat
menimbulkan gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang
mengalami kesulitan menghadapi situasi,
masalah dan
tujuan hidup (Videbeck, 2008, hal. 312). Setiap individu menghadapi stres dengan cara yang berbeda-beda, seseorang dapat tumbuh dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan stres berat pada orang
lain.
a.    Faktor Predisposisi
1.      Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara
dua elemen kepribadian, id dan superego.
Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan
superego mencerminkan
hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya.
2.      Menurut  pandangan  interpersonal,  ansietas  timbul  dari
 perasaan  takut terhadap ketidaksetujuan dan
penolakan interpersonal.
3.       Menurut  pandangan
 perilaku,  ansietas  merupakan  produk  frustasi
 yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan.
4.      Kajian keluarga
menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi
dalam keluarga. Gangguan
ansietas juga tumpang
tindih dengan depresi.
5.      Sedangkan kajian biologis menunjukkan bahwa otak megandung
reseptor khususuntuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi
asam-asam
gama-aminobutirat (GABA), yang berperan
penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas.
b.    Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi
adalah semua ketegangan
dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005, hal 114 ). Stresor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.    Ancaman  terhadap  integritas  fisik.  Ketegangan
 yang  mengancam integritas fisik yang
meliputi :
·     
Sumber 
internal,  meliputi  kegagalan  mekanisme
 fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan
biologis normal (misalnya
: hamil).
·     
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
2.    Ancaman terhadap
harga diri meliputi sumber
internal dan eksternal.
·     
Sumber internal :
kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
·     
Sumber eksternal :
kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
2.4    Tingkat
Ansietas
Menurut Stuart dan
Sundeen (1998, hal.175-176), tingkat
ansietas sbb
:
2.4.1   Ansietas Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2.4.2   Ansietas
Sedang
Memungkinkan seseorang untuk berfokus pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat berfokus untuk
melakukan sesuatu yang lebih terarah.
2.4.3   Ansietas
Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cendrung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain.
2.4.4   Tingkat
Panik
Dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah
dari  proporsinya,  tidak  mampu
 melakukan  sesuatu  walaupun
dengan pengarahan. Panik
melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi
peningkatan   aktivitas 
 motorik,   menurunnya   kemampuan   berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran rasional.
2.5    Respon
Ansietas 
2.5.1   Respon
Fisiologis
| 
Sistem tubuh | 
Respons | 
| 
Kardiovaskuler | 
  Palpitasi 
  Jantung
  berdebar-debar 
  Tekanan darah
  tinggi 
  Rasa mau pingsan 
  Pingsan 
  Tekanan darah
  menurun 
  Denyut nadi
  menurun | 
| 
Pernapasan | 
  Napas cepat 
  Napas pendek 
  Tekanan pada
  dada 
  Napas dangkal 
  Pembengkakan
  tenggorok 
  Sensasi
  tercekik 
  Terengah-engah | 
| 
Neuromuskular | 
  Refleks
  meningkat 
  Reaksi kejutan 
  Mata
  berkedip-kedip 
  Insomnia 
  Tremor 
  Rigiditas 
  Gelisah 
  Wajah tegang 
  Kelemahan umum 
  Kaki goyah 
  Gerakkan
  janggal | 
| 
Gastrointestinal | 
  Kehilangan
  napsu makan 
  Menolak makan 
  Rasa tidak
  nyaman pada abdomen 
  Mual 
  Diare 
  Rasa terbakar
  pada jantung | 
| 
Traktus urinarius | 
  Tidak dapat
  menahan kencing 
  Sering
  berkemih | 
| 
Kulit  | 
  Wajah
  kemerahan 
  Berkeringat
  setempat 
  Gatal 
  Rasa panas dan
  dingin pada kulit 
  Wjah pucat 
  Berkeringat
  seluruh tubuh | 
( Stuart & Sundeen ,
1998. Hal.178-179)
2.5.2   Respon
Prilaku, Kognitif, Afektif
| 
Sistem | 
Respons | 
| 
Perilaku | 
  Gelisah 
  Ketegangan
  fisik 
  Tremor 
  Gugup 
  Bicara cepat 
  Kurang
  koordinasi 
  Cenderung
  mendapat cidera 
  Menarik diri
  dari hubungan interpersonal 
  Mengahalangi 
  Melarikan diri
  dari masalah 
  Menghidar 
  Hiperventilasi | 
| 
Kognitif | 
  Perhatian
  terganggu 
  Konsentrasi
  buruk 
  Pelupa 
  Preokupasi 
  Salah dalam
  memberikan penilaian 
  Hambatan
  berpikir 
  Bidang
  presepsi menurun 
  Kreativitas menurun 
  Produktivitas
  menurun 
  Bingung 
  Sangat waspada 
  Kesadaran diri
  meningkat 
  Kehilangan
  objektivitas 
  Takut
  kehilangan kontrol 
  Takut padapada
  gambaran visual 
  Takut cedera
  atau kematian | 
| 
Afektif | 
  Mudah
  terganggu 
  Tidak sabar 
  Gelisah 
  Tegang 
  Nervus 
  Ketakutan 
  Alarm 
  Teror 
  Gugup | 
( Stuart & Sundeen ,
1998. Hal. 180-181)
2.6    Respon
Setiap Tingkat Ansietas
2.6.1   Ansietas ringan adalah
perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus.
Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk
belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi
diri sendiri. Menurut Videbeck (2008, hal. 311), respons dari ansietas ringan
adalah sebagai berikut :
1.    Respon fisik
·  Ketegangan otot ringan
·  Sadar akan lingkungan
·   Rileks atau sedikit gelisah
·   Penuh perhatian
·   Rajin
2.    Respon kognitif
·     
Lapang persepsi luas
·     
Terlihat tenang, percaya diri
·     
Perasaan gagal sedikit
·     
Waspada dan memperhatikan banyak hal
·     
Mempertimbangkan informasi
·     
Tingkat pembelajaran optimal
3.    Respon emosional
·     
Perilaku otomatis
·     
Sedikit tidak sadar
·     
 Aktivitas
menyendiri Terstimulasi
·     
Tenang
2.6.2   Ansietas sedang
merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda;
individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008, hal. 311), respons
dari ansietas sedang adalah sebagai berikut:
1.    Respon fisik
·     
Ketegangan otot sedang
·     
Tanda-tanda vital meningkat
·     
Pupil dilatasi, mulai berkeringat
·     
 Sering
mondar-mandir, memukul tangan
·     
 Suara
berubah : bergetar, nada suara tinggi
·     
Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
·     
Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur
berubah, nyeri punggung
2.    Respon kognitif
·     
Lapang persepsi menurun
·     
Tidak perhatian secara selektif 
·     
Fokus terhadap stimulus meningkat
·     
Rentang perhatian menurun
·     
Penyelesaian masalah menurun
·     
Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3.    Respon emosional
·     
Tidak nyaman
·     
Mudah tersinggung
·     
Kepercayaan diri goyang
·     
Tidak sabar
·     
Gembira
2.6.3   Ansietas berat, yakni
ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan
distress. Menurut Videbeck (2008, hal. 311), respons dari ansietas berat adalah
sebagai berikut :
1.    Respon fisik
·     
Ketegangan otot berat
·     
Hiperventilasi
·     
Kontak mata buruk
·     
Pengeluaran keringat meningkat
·     
Bicara cepat, nada suara tinggi
·     
Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
·     
Rahang menegang, mengertakan gigi
·     
Mondar-mandir, berteriak
·     
Meremas tangan, gemetar
2.    Respon kognitif
·     
Lapang persepsi terbatas
·     
Proses berpikir terpecah-pecah
·     
Sulit berpikir
·     
Penyelesaian masalah buruk
·     
Tidak mampu mempertimbangkan informasi
·     
Hanya memerhatikan ancaman
·     
Preokupasi dengan pikiran sendiri
·     
Egosentris
3.    Respon emosional
·     
Sangat cemas
·     
Agitas
·     
Takut
·     
Bingung
·     
Merasa tidak adekuat
·     
Menarik diri
·     
Penyangkalan
·     
Ingin bebas
2.6.4   Panik, individu
kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka
tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut Videbeck (2008,
hal. 311), respons dari panik adalah sebagai berikut :
1.    Respon fisik
·     
Flight, fight, atau freeze
·     
Ketegangan otot sangat berat
·     
Agitasi motorik kasar
·     
Pupil dilatasi
·     
Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
·     
Tidak dapat tidur
·     
Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
·     
Wajah menyeringai, mulut ternganga
2.    Respon kognitif
·     
Persepsi sangat sempit
·     
Pikiran tidak logis, terganggu
·     
Kepribadian kacau
·     
Tidak dapat menyelesaikan masalah
·     
Fokus pada pikiran sendiri
·     
Tidak rasional
·     
Sulit memahami stimulus eksternal
·     
Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3.    Respon emosional
·     
Merasa terbebani
·     
 Merasa
tidak mampu, tidak berdaya
·     
Lepas kendali
·     
Mengamuk, putus asa
·     
Marah, sangat takut
·     
Mengharapkan hasil yang buruk
·     
Kaget, takut
·     
Lelah
2.7    Rentang
Respon




 Respons adaptif                                                      
 Respons maladaptive
Respons adaptif                                                      
 Respons maladaptive   
               
Antisipasi       
 Ringan         Sedang                       Berat        
  Panik
Gambar Rentang Respons Ansietas (Stuart, 2007. Hal. 14)
Ciri-ciri ansietas yaitu
:
a. Ansietas Ringan   : Lebih    waspada,    gerakan    mata,  
 ketajaman pendengaran bertambah, dan kesadaran meningkat.
b.
Ansietas Sedang     : Berfokus  pada  dirinya
 (penyakitnya).  Menurunnya perhatian terhadap lingkungan secara terperinci.
c.
Ansietas Berat    
    :  Perubahan  pola  pikir,
 ketidak  selarasan  pikiran,
 tindakan dan perasaan. Lapangan persepsi menyempit.
d. Panik
               : Persepsi       terhadap     
 lingkungan       mengalamidistorsi;
ketidakmampuan  memahami 
situasi; respon tidak dapat diduga; aktivitas  motorik
yang tidak
menentu.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius (Hawari, 2008, hal. ??? ) selengkapnya seperti pada
uraian berikut :
a.      
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap
stress, dengan
cara :
1.     
Makan makan yang bergizi dan seimbang.
2.     
Tidur yang cukup.
3.     
Cukup olahraga.
4.     
 Tidak merokok.
5.     
 Tidak meminum minuman keras.
b.     
Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat- obatan yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat
otak (limbic system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
c.      
Terapi
somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai
gejala  ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan- keluhan somatik (fisik) itu dapat
diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
d.     
Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
1.     
Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
2.      Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3.      Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan
akibat stressor.
4.      Psikoterapi  kognitif,  untuk  memulihkan  fungsi  kognitif  pasien,
 yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya
ingat.
5.      Psikoterapi   psiko-dinamik,   untuk   menganalisa   dan   menguraikan   proses dinamika kejiwaan yang
dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6.      Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga  tidak  lagi  menjadi
 faktor  penyebab  dan 
faktor  keluarga  dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
e.      
Terapi psikoreligius
Untuk 
 meningkatkan 
 keimanan   seseorang   yang   erat  
hubungannya   dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
ANSIETAS SECARA TEORITIS
3.1    Pengkajian
a.       Perilaku
Ansietas dapat diekpresikan secara langsung
melalui perubahan fisiologis dan perilaku s dan secara tidak langsung melalui
timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
Intensitas perilaku meningkat sejalan dengan peningkatan ansietas. (Stuart,
2007, hal. 146 )
b.      Faktor
Predisposisi
Menurut Stuart (2007,
hal. 146 ) terdapat beberapa
teori yang dapat menjelaskan
ansietas,
diantaranya:
1.     
Pandangan  Psikoanalitis,  ansietas  adalah  konflik  emosional  yang
 terjadi antara antara dua elemen kepribadian: id dan superego.
Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan
tersebut   dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
2.     
Pandangan Interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan/ persetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkembangan
trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan,
yang menimbulkan kelemahan tertentu. Orang
yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3.     
Pandangan Perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang   mengganggu   kemampuan 
 seseorang  
untuk   mencapai   tujuan   yang diinginkan.
 Pakar  perilaku  menganggap  sebagai
dorongan  belajar  berdasarkan keinginan  dari 
dalam  untuk  menghindari  kepedihan.  Individu
 yang  terbiasa
dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
4.     
Kajian Keluarga, ansietas merupakan
hal yang biasa ditemui dalam keluarga.
Ada  tumpang
 tindih  dalam
 gangguan  ansietas
 dan  antara  gangguan
 ansietas dengan depresi.
5.     
Kajian Biologis, Otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA (asam gama- aminobutirat)  juga  berperan
 utama  dalam 
mekanisme  biologis  berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya
dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengatasi stressor.
c.       Faktor
Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan
menjadi ( Stuart & Sundeen, 1998 hal. 181 ):
1.     
Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
2.     
Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas ,
harga diri, dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang.
d.      Penilaian
Stressor
Pemahaman tentang ansietas perlu integrasi banyak
faktor, termasukpengetahuan dari perspektif psikoanalisis, interpersonal,
perilaku, genetik, dan biologis. Penilaian mendorong pengkajian perilaku dan
persepsi pasien dalam mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat.
Penilaian juga menunjukkan berbagai faktor penyebab dan menekankan hubunagn
timbal balik antara faktor0faktor tersebut dalam menjelaskan perilaku yang
terjadi. Dengan demikian , pemahaman yang benar tentang ansietas bersifat
holistik (Stuart, 2007, hal. 147 )
e.       Sumber
Koping
Individu dapat mengatasi stres dan
ansietas dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut yang berupa model ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya
dapat membantu individu mengintergrasikan pengalaman yang
menimbulkan stres dan mengadopsi strategi kopinng yang berhasil (Stuart, 2007, hal. 147 )
f.       Mekanisme
koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme  koping sebagai berikut
( Stuart & Sundeen, 1998 hal. 182 ):
1.      Reaksi yang
berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres, misalnya
perilaku menyerang untuk
mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan,  Menarik
 diri  untuk  memindahkan  dari  sumber  stress,  Kompromi untuk mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.
2.      Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi berlangsung tidak sadar dan
melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas dan
bersifat maladaptif
3.2    Diagnosa
Keperawatan
Perumusan diagnosa
keperawatan mengharuskan perawat
untuk menentukan kualitas (kesesuaian) respon pasien, kuantitas (tingkat) ansietas pasien, dan sifat adaptif
atau maladaptif mekanisme koping yang
digunakan.
Diagnosis keperawatan NANDA yang utama yang
berhubungan dengan respon ansietas disajikan pada kotak dibawah. Suatu
pengkajian keperawatan yang lengkap harus mencakup semua respon maladaptif
pasien. Banyak masalah keperawatan tambahan akan teridentifikasi pada saat
ansietas pasien mempengaruhi area lain kehidupan secara timbal balik. ( Stuart,
2007, hal. 151 )
| 
Diagnosis Keperawatan NANDA yang Berhubungan
  dengan Respons Ansietas | 
| 
Penyesuaian, Gangguan 
Ansietas* 
Pola Pernapasan, Ketidakefektifan 
Komunikasi, Hambatan Verbal 
Konfusi, Akut 
Koping , Ketidakefektifan* 
Koping Komunitas, Ketidakefektifan 
Diare 
Ketakutan* 
Pemeliharaan Kesehatan, Ketidakefektifan 
Cedera, Risiko 
Memori, kerusakan 
Nutrisi, Ketidakseimbangan 
Sindrom Pasca Trauma 
Ketidakberdayaan 
Ketidakberdayaan, Risiko 
Sindrom Stress akibat perpindahan, Risiko 
Harga Diri, Risiko rendah situasional 
Harga Diri, Rendah situasional 
Persepsi Sensori, Gangguan 
Pola Tidur, Gangguan 
Interaksi Sosial, Hambatan 
Proses Pikir, Gangguan 
Elimanisi Urin, Gangguan | 
(Stuart, 2007, hal. 151
)
3.3    Rencana
Keperawatan
| 
Ringkasan Rencana Asuhan Keperawatan: Respons
  Ansietas Berat dan Panik | ||
| 
Diagnosis Keperawatan : Ansietas Berat / Panik 
Kriteria Hasil : Pasien akan mengurangi
  ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan.  | ||
| 
Tujuan Jangka Pendek | 
Intervensi | 
Rasional | 
| 
Pasien akan terlindung dari bahaya. | 
v Pada awalnya kita menerima
  dan mendukung, bukan menyerang
  pertahanan diri pasien. 
v Kenalkan realitas kesedihan yang berhubungan dengan mekanisme koping pasien saat ini. 
Jangan fokuskan
  pada fobia, ritual atau keluhan fisik
  itu sendiri.
  Berikan umpan balik pada pasien tentang perilaku,
  stressor, penilaian
  stressor,
  dan sumber koping. 
v Perkuat ide bahwa kesehatan fisik
  berhubungan dengan kesehatan
  emosional dan bahwa
  area ini akan membutuhkan
  eksplorasi di masa depan. 
v Sementara itu, mulai terapkan batasan perilaku maladaptive pasien
  dengan cara yang mendukung. | 
v Ansietas berat dan panik dapat dikurangi dengan mengizinkan pasien
  untuk menentukan besarnya stres yang
  dapat ditangani. 
v Jika pasien tidak mampu menghilangkan
  ansietas, ketegangan dapat mencapai tingkat
  panik dan pasien dapat kehilangan kendali. 
v Saat ini pasien tidak memiliki alternatif untuk
  mekanisme koping. | 
| 
Pasien akan
  mengalami situasi
  yang lebih sedikit menimbulkan ansietas. | 
v Bersikap tenang terhadap pasien. 
v Kurangi stimulus lingkungan. 
v Batasi interaksi pasien
  dengan pasien lain untuk
  meminimalkan
  aspek menularnya ansietas. 
v Identifikasi dan modifikasi
  situasi yang
  dapat menimbulkan ansietas bagi pasien. 
v Berikan tindakan fisik
  yang mendukung seperti mandi
  air hangat dan  masase. | 
v Perilaku pasien dapat dimodifikasi dengan mengubah lingkungan dan interaksi pasien dengan lingkungan. | 
| 
Pasien akan
  terlibat dalam
  aktivitas yang dijadwalkan
  sehari-hari. | 
v  Pada awalnya, berbagi
  aktivitas dengan pasien untuk memberikan
  dukungan dan penguatan perilaku produktif secara
  sosial. 
v  Berikan beberapa jenis latihan
  fisik. 
v  Rencanakan jadwal atau daftar aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari. 
v  Libatkan anggota keluarga
  dan sistem pendukung
  lainnya sebanyak mungkin. | 
v  Dengan mendorong aktifitas keluar rumah
  perawat membatasi waktu pasien yang
  tersedia untuk
  mekanisme koping destruktif sambil
  meningkatkan partisipasi dan
  menikmati aspek
  kehidupan lainnya. | 
| 
Pasien akan
  mengalami penyembuhan dan gejala-gejala ansietas berat | 
v  Berikan medikasi yang
  dapat membantu mengurangi rasa
  tidak nyaman pasien. 
v  Amati efek samping medikasi
  dan lakukan penyuluhan kesehatan yang relevan. | 
v Efek hubungan terapeutik dapat ditingkatkan jika
  kendali kimiawi terhadap gejala memungkinkan
  pasien untuk mengarahkan
  perhatian pada konflik yang mendasari. | 
( Stuart, 2007 hal. 166 )
| 
Ringkasan Rencana Asuhan Keperawatan: Respons
  Ansietas Sedang | ||
| 
Diagnosis Keperawatan : Ansietas Sedang 
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan cara
  koping adaptif terhadap stress  | ||
| 
Tujuan Jangka Pendek | 
Intervensi | 
Rasional | 
| 
Pasien akan
  mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan tentang
  ansietas. | 
v  Bantu pasien
  mengidentisikasi
  dan menggambarkan perasaan yang mendasari. 
v  Kaitkan perilaku pasien dengan perasaan tersebut. 
v  Validasikan semua perubahan dan asumsikan kepada pasien. 
v  Gunakan pertanyaan
  terbuka untuk beralih dari topik yang
  tidak mengancam ke isu-isu konflik. 
v  Variasikan besarnya ansietas untuk
  meningkatkan motivasi
  pasien. 
v  Sementara itu,
  gunakan konfrontasi suportif dengan bijaksana. | 
v  Untuk mengadopsi respon koping
  yang baru, pasie pertama kali harus menyadari perasaan dan mengatai penyangkalan dan
  resistens yang
  disadari atau tidak
  disadari | 
| 
Pasien akan 
  mengidentifikasi penyebab ansietas. | 
v Bantu
  pasien menggambarkan situasi dan interaksi yang
  mendahului ansietas. 
v  Tinjau penilaian pasien terhadap stresor, nilai-nilai yang
  terancam, dan cara konflik
  berkembang. | 
v  Setelah perasaan
  ansietas dikenali, pasien harus mengenali perkembangannya termasuk stresor pencetus, penilaian stresor,
  dan sumber yang tersedia. | 
| 
Pasien akan
  mengidentifikasi penyebab ansietas. | 
v  Hubungkan pengalaman pasien saat ini dengan
  pangalaman yang relevan pada
  masa lalu. | 
v  Respon koping
  adpatif yang baru dapat dipelajari melalui analisis mekanisme koping yang dugunakan di masa lalu, penilaian ulang stresor,
  menggunakan sumber-sumber yang
  tersedia dan menerima tanggung
  jawab untuk berubah. | 
| 
Pasien akan
  menguraikan respon koping adaptif dan maladaptif. | 
v  Kaji bagaimana
  pasien menurunkan ansietasnya di masa
  lalu dan tindakan yang dilakukan untuk menurunkannya. 
v Tunjukan efek maladaptif dan
  destruktif dari respon koping saat
  ini. 
v Dorong pasien
  untuk menggunakan respon koping
  adaptif yang efektif dimasa lalu. 
v  Fokuskan tanggung jawab untuk
  berubah pada pasien. 
v  Bantu pasien
  secara aktif untuk
  mengaitkan hubungan sebab dan akibat sambil mempertahankan ansietas batasan yang
  sesuai. 
v Bantu pasien dalam menilai kembali nilai, sifat,
  dan arti stressor pada saat yang tepat. | |
| 
Pasien akan
  mengimplementasi
  kan dua respon adaptif untuk
  mengatasi ansietas | 
v Bantu pasien mengidentifikasi cara
  untuk membangun kembali pikiran, memodifikasi perilaku, menggunakan sumber-sumber dan menguji respon
  koping yang baru. 
v  Dorong pasien
  melakukan aktifitas fisik untuk mengeluarkan energi. 
v  Libatkan orang
  terdekat sebagai sumber dan
  dukungan sosial dalam membantu pasien mempelajari
  respon koping yang baru. 
v  Ajarkan
  pasien tentang teknik
  relaksasi untuk
  meningkatkan kendali dan
  percaya diri serta mengurangi stres. | 
v  Seseorang juga
  dapat mengatasi stres dengan mengatur distres emosional
  yang menyertainya melalui penggunaan
  teknik penatalaksanaan 
stres. | 
( Stuart, 2007 hal. 168
)
3.4    Implementasi
3.4.1   Intervensi pada Ansietas Tingkat Berat dan
Panik.
Prioritas  tertinggi
 tujuan  keperawatan
 harus  ditunjukan    untuk  menurunkan ansietas tinggkat
berat atau panik pasien, dan
intervensi keperawatan yang berhubungan harus suportif dan protektif
3.4.2   Intervensi pada Ansietas Tingkat Sedang
Saat ansietas pasien menurun
sampai tingkat ringan atau sedang, perawat
dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan
reedukatif atau berorientasi pada pemahaman. Intervensi ini melibatkan pasien dalam proses penyelesaian masalah
(Stuart & Sundeen , 1998 hal. 189).
3.5    Evaluasi
1.      Ancaman
terhadap integritas fisik atau system diri pasien berkurang dalam sifat,
jumlah, asal, atau waktunya
2.      Perilaku
pasien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau lebih ringan
3.      Pasien
mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan terhadap perasaan
tersebut
4.      Pasien
belajar strategi adatif baru untuk mengurangi ansietas
5.      Pasien
menggunakan ansietas ringan untuk meningkatkan pertumbuhan atau perubahan
personal
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masalah
kesehatan jiwa sangat mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan
perorangan maupun masyarakat. Mutu sumber daya manusia tidak dapat diperbaiki
hanya dengan pemberian makanan atau gizi seimbang, namun juga perlu
memperhatikan aspek-aspek dasar berupa aspek fisik/jasmani, mental-emosional/jiwa,
dan sosial-budaya/lingkungan.
Gangguan
mental berupa depresi, kecemasan, dan keluhan somatik merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius. Sebagai contoh Kecemasan atau Ansietas masih
menjadi salah satu masalah kesehatan jiwa yang masih banyak terjadi kasus baik
di negara-negara maju  maupun di negara berkembang.
Kecemasan
merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap
stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu
dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam rasa cemas tersebut
dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan
yang berarti.
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada
diri seseorang. Faktor
genetik juga merupakan faktor yang dapat
menimbulkan gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang
mengalami kesulitan menghadapi situasi,
masalah dan
tujuan hidup
Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius
4.2 Saran
1.    Perawat diharapkan dapat
memahami masalah adaptasi bio – psiko – sosial – spiritual dan menerapkan
asuhan keperawatan pada klien dengan ansietas dengan baik. Seperti
penatalaksanaan pada tahap pencegahan , dengan melakukan metode
pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
2.    Institusi pelayanan
keperawatan khususnya rumah sakit maupun puskesmas diharapkan mampu menerapkan
asuhan keperawatan dengan klien ansietas pada setiap perawat yang ada, melalui
pendekatan terapeutik  dalam mengatasi masalah yang timbul. Selain itu
institusi pelayanan kesehatan juga harus mampu memberikan pelayan kesehatan
yang baik bagi  pasien-pasien yang terkena gangguan jiwa.
3.    Institusi pendidikan
keperawatan dapat memberikan pendidikan yang mendalam mengenai asuhan
keperawatan masalah adaptasi bio – psiko – sosial – spiritual khususnya asuhan
keperawatan klien dengan ansietas sehingga mahasiswa dapat memahami dan
membedakan serta memilah masalah – masalah tersebut menjadi terperinci dan
lebih mudah dibedakan juga dimengerti.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Ed.3.
Media Aesculapius: Jakarta.
Online
(www.scribd.com/doc/86528451/Status-Kesehatan-Jiwa-Global) diakses pada tanggal 2 Maret 2013
pada pukul 10.45
Online
(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1480-deteksi-kesehatan-jiwa-dilakukan-di-puskesmas.html) diakses pada tanggal 2 Maret 2013
pada pukul 10.50
Online
(http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2102283-definisi-kesehatan-jiwa) diakses pada tanggal 2 Maret 2013
pada pukul 11.05
Stuart
& Laraia. 2005. Principles and
practice of psychiatric nursing, 8ed. 
Elsevier Mosby, Philadelphia.S
Elsevier Mosby, Philadelphia.S
Stuart & Sundeen 1998. Buku saku keperawatan jiwa Ed.3. EGC: Jakarta.
Stuart, Gail W. 2007. Buku
saku keperawatan jiwa Ed.5. EGC: Jakarta.
Suliswati,dkk.2005. Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)