BAB
1
1.1.
Latar Belakang
Penyalahgunaan
NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di
seluruh wilayah RepublikIndonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan
sehingga cepat atau lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi
bangsa atau disebut dengan lost generation (Joewana, 2005). Faktor
individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga
lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga
terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada
kurang positifnya sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya
ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2003).
Ketergantungan obat telah menjadi
masalah yang besar, kompleks dan sukar diberbagai negara umpamanya Amerika
Serikat, Inggris, Belanda, Thailand, dan Jepang. Walaupun di Indonesia masalah
ini masih relatif kecil bila dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Namun,
pemerintah telah mengambil kebijaksanaan membentuk badan-badan resmi khusus untuk
menangani masalah ini, supaya jangan meluas seperti di negara lain. Pihak
swastapun bersama pemerintah mengambil bagian dalam pemecahan masalah
ketergantungan obat, terutama dalam bidang penerangan dan pengobatan
intoxikasi.
Penyebab tepat dari penyalahgunaan zat
masih belum jelas. Faktor-faktor genetika, mekanisme biokimia, lingkungan dan
faktor interpersonal, serta sikap budaya tentang zat dan penggunaannya, dapat
saling berimplikasi.
Berdasarkan
permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga kesehatan
khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang sedang dirawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang
perawatan dan pencegahan kembali penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindroma putus zat).
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian penyalahgunaan zat ?
2. Apa
saja etiologi penyalahgunaan zat ?
3. Apa
saja jenis-jenis zat yang dilarang ?
4. Bagaimana
terapi penanganannya ?
5. Bagaimana
aplikasi proses dalam keperawatan ?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Tujuan Umum
Makalah
ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam membandingkan antara teori dan
praktek dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan penyalahgunaan
zat, serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai penyalahgunaan zat.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui pengertiaan
penyalahgunaan zat
2.
Mampu memahami
etiologi penyalahgunaan zat
3.
Mengetahui
jenis-jenis zat yang dilarang
4.
Mengetahui
terapi penanganan penyalahgunaan zat
5.
Mampu memahami cara
mengaplikasi proses dalam keperawatan
1.4.
Manfaat
1.4.1.
Bagi Penulis
Terpenuhinya tugas keperawatan jiwa yang berupa
makalah penyalahgunaan zat.
1.4.2.
Bagi Institusi
Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan.
1.4.3.
Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian,
penyebab, tanda gejala, serta tatalaksana dari penyalahgunaan zat tersebut.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Penyalahgunaan Zat
Penyalahgunaan zat adalah penyalahgunaan
suatu zat dengan konsekuensi merugikan yang kambuhan dan signifikan berkaitan
dengan penggunaan yang berulang. (Isaacs, 2004)
Zat psikoaktif adalah obat atau zat
kimia yang mengubah satu atau beberapa dari yang berikut ini : persepsi,
kewaspadaan, kesadaran, cara berfikir, penilaian, pengambilan keputusan,
wawasan, mood atau perilaku. (Isaacs,
2004)
Ketergantungan zat adalah sekumpulan
gejala kognitif, perilaku, dan fisiologik, yang mengindikasikan penggunaan zat
yang kontinu tanpa mempedulikan masalah kehidupan yang dihadapi berkaitan
dengan penggunaan tersebut. (Isaacs, 2004)
Di Indonesia mengenal istilah NAPZA yang
merupakan singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. Narkotika yaitu zat-zat alamiah maupun sintetik dari bahan yang dapat
menimbulkan kecanduan yang mempunyai efek menurunkan atau mengubah
kesadaran. Alkohol merupakan zat aktif dalam berbagai minuman keras. Di
dalam alkohol terkandung etanol yang berfungsi menekan syaraf pusat. Kemudian
psikotropika yaitu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif, yaitu perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Sedangkan zat-zat adiktif adalah zat-zat yang mengakibatkan
ketergantungan. Zat-zat ini berbahaya karena bisa mematikan sel otak.
2.2.
Etiologi Penyalahgunaan Zat
Menurut Ann Isaacs dalam bukunya yang
berjudul Lippincott’s review series: Mental Health and Psychiatric nursing, 3/e
menyebutkan penyebab dari seseorang menyalahgunakan zat adalah sebagai berikut
:
2.2.1. Teori
genetika
Terdapat bukti adanya keterlibatan
komponen genetika pada penyalahgunaan zat; tapi hampir semua penelitian yang
dilakukan adalah tentang penyalahgunaan alkohol.
1.
Metabolisme
alkohol memiliki satu komponen genetika, yang membantu
menjelaskan perbedaan angka alkoholisme pada berbagai kelompok budaya.
2.
Statistik
a. Risiko
menjadi lakoholik bagi kerabat tingkat pertama adalah 50%.
b. Angka
herediter untuk kembar monozigot bila salah satu kembarannya bermasalah dengan
alkohol adalah 70%, sementara angka herediter untuk kembar dizigot adalah 30%.
c. Kromosom
1, 3 dan 7 rentan terhadap penyalahgunaan alkohol.
2.2.2. Teori
psikobiologik
Penelitian menunjukkan bahwa zat adiktif
dapat mengaktifkan neurotransmiter dalam jalur reward mesolimbik dopaminenergik di dalam otak.
1. Stimulasi
jaras ini dapat memperkuat sifat “mabuk”.
2. Bila
keseimbangan neurotransmiter di dalam otak berubah, muncullah kebutuhan untuk
terus ketergantungan terhadap obat ini.
2.2.3. Teori
psikososial dan lingkungan
1. Teori
perkembangan (psikodinamika)
a. Individu
mengalami kerusakan ego dan gangguan kesadaran tentang dirinya; ketergantungan
pada suatu zat dapat meningkatkan harga diri dan memperbaiki kemampuan individu
tersebut untuk berinteraksi dengan orang lain.
b. Perasaan
bersalah dan malu dapat timbul akibat penggunaan zat yang kontinu.
2. Teori
keluarga
Mengimplikasikan
sistem keluarga yang tidak berfungsi, dicirikan dengan keluarga-keluarga yang
terperangkap tempat anak-anak merasakan adanya peningkatan ketergantungan dan
berpaling ke zat untuk pseudoseparasi
(memberontak).
3. Teori
sosial budaya
a. Berbagai
zat digunakan untuk mengurangi keputusasaan yang dialami akibat kemiskinan dan
pengangguran kronis.
b. Ambivalensi
sosial tentang penggunaan zat terlihat dari pesan-pesan iklan yang secara
dominan mengatakan bahwa penggunaan obat dapat mengatasi masalah.
4. Teori
perilaku-kognitif
Penyalahgunaan
zat merupakan respons yang dipelajari terhadap stimulus yang menyebabkan stres;
respon ini menguat karena penggunaan berbagai zat tersebut dapat secara
temporer mengurangi ansietas dan menambah perasaan sejahtera.
2.3.
Jenis-jenis Zat yang Dilarang
2.3.1.
Alkohol
1.
Efek langsung
Intoksikasi akut
menyebabkan bicara tidak jelas, kurang koordinasi, cara berjalan tidak stabil,
dan gangguan perhatian dan memori. Dosis tinggi dapat menyebabkan stupor dan
koma.
Penggunaan kronis
Alkohol
dapat menyebabkan disfungsi multisistem, yaitu :
a. Efek gastrointestinal
meliputi gastritis, pankreatitis, dan sirosis hati.
b. Efek SSP
berkaitan dengan efek defisiensi tiamin (Vitamin B1).
1) Gejala Wernicke
adalah keadaan konfusi akut yang dicirikan dengan ataksia, delirium dan
neuropati perifer. Pengobatan dengan tiamindapat menyembuhkan gangguan ini.
2) Gejala Korsakoff
adalah kerusakan kognitif kronis (demensia) yang dicirikan dengan atrofi
selebri dan hilangnya daya ingat. Gangguan ini diatasi dengan sikap mendukung
seperti halnya terhadap gangguan demensia yang lain.
3) Masalah kardiovaskuler meliputi anemia,
kardiomiopati dan gangguan pembekuan darah
c. Amnesia
anterograd terjadi pada penggunaan alkohol kronis dna dicirikan dengan
hilangnya memori jangka pendek. Individu tetap berfungsi dalam situasi sosial
selama ia mengalami blackouts, tetapi
nantinya ia tidak dapat mengingat apapun yang terjadi pada saat itu.
d. Masalah reproduksi
meliputi sindrom alkohol janin (fetal
alcohol syndrome[FAS]) pada bayi dan ibunya mengalami gangguan FAS
dicirikan dengan berat badan lahir rendah, gambaran wajah abnormal,
mikrosefali, retardasi mental, abnormalitas jantung dna genital, masalah
penglihatan dan pendengaran.
1.
Kadar alkohol dalam darah Kadar alkohol dalam darah (blood alcohol level [BAL]) merupakan hal penting dalam definisi hukum tentang intoksikasi. BAL menentukan kriteria tindakan hukum yang berkaitan dengan berkendara di bawah pengaruh alkohol (driving under the influence [DUI]).
a. BAL
mencapai puncaknya dalm waktu 50 menit sampai 3 jam setelah minum minuman
keras.
b. Definisi
hukum dari intoksikasi berfariasi antara negara yang satu dengan negara yang
lain, BAL berkisar antara 80 sampai 100 mg/dl (0,08 sampai 0,1 g/dl)
c. Koma
biasanya terjadi dengan BAL 0,4 g/dl dan depresi pernapasan dengan BAL 0,5
g/dl.
d. Individu
yang telah mengalami toleransi dapat mengalami peningkatan BAL dengan perubahan
perilaku minimal dna karenanya dapat berisiko mengalami gejala putus zat yang
parah.
1.
Gejala putus zat
a. Gemetar ringan (“goncangan”)
dapat terjadi 3 sampai 36 jam setelah minuman terakhir dan dicirikan dengan
ansietas, agitasi, tremor, anoreksia, mual, berkeringat, dan peningkatan
frekuensi nadi dan tekanan darah.
b. Sindrom putus alkohol berat
(delirium tremens) dapat terjadi 24 sampai 72 jam setelah
minuman terakhir dan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, frekuensi nadi,
dan tekanan darah; banyak keringat; halusinasi pendengaran, penglihatan dan
taktil; gelisah; konfusi; dna kejang.
2.3.1.
Depresan SSP
Depresan SSP lain termasuk barbiturat,
nonbarbiturat sedatif-hipnotik dan ansiolitik.
1. Metode penggunaannya adalah secara oral
1. Efek langsung
meliputi euforia, gangguan perhatian dan memori, sedasi, retardasi psikomotor,
wajah kemerahan, bradikardia, dan hipotensi. Dosis tinggi dapat menyebabkan
depresi pernapasan, koma dan kematian.
2. Penggunaan kronis.
Efek psikologis (misal; depresi, paranoia) akibat penggunaan yang kronis,
bergantung pada zat spesifik yang digunakan dan efeknya pada sistem tubuh.
3. Sifat sinergis.
Efek depresan SSP adalah saling menambah satu sama lain, dan begitu juga dengan
alkohol. Oleh karena itu, efekdepresan akan bertambah bila zat dari kelompok
ini dikonsumsi lebih dari satu; akibat dari hal tersebut tidak dapat diprediksi
dan seringkali bersifat fatal.
4. Overdosis
a. Tidak
ada antidotum untuk overdosis depresan SSP
b. Stimulan
SSP dapat secara temporer menyadarkan individu yang mengalami overdosis, tetapi
sampai saat ini tidak ada obat yang dapat menghilangkan depresan dari reseptor
otak dan membalikkan efeknya.
5. Gejala putus zat
a. Gejala
putus zat terjadi sampai 24 sampai 72 jam setelah dosis terakhir. Pada zat
dengan waktu paruh yang panjang, gejala putus obat dapat tidak terjadi sampai 1
minggu.
b. Gejala
putus zat ditandai dengan ansietas, tremor, insomnia, anoreksia, mual dan
muntah. Gejala-gejala yang lebih berat seperti hipertensi, takikardia,
delirium, dan halusinasi juga dapat terjadi.
2.3.1.
Opioid
1. Metode
yang digunakan dapat secara oral, dihisap, dihirup
atau injeksi.
2. Efek langsung
meliputi euforia, agitasi, apatis, penurunan sensasi nyeri, gangguan perhatian
dan memori, sedasi (“noding out”),
retardasi psikomotor, pinpoint pupil,
mula, dan muntah. Efek yang lebih parah meliputi berkurangnya tekanan darah,
hipotermia, depresi pernapasan, dan kematian.
3. Penggunaan kronis,
dapat menyebabkan masalah fisik dan sangat merusak fungsi sosial dan okupasi.
a. Gaya hidup
penyalahgunaan heroin dicirikan dengan perilaku mencari sampai meninggalkan
aktivitas hidup sehari-hari
1) Penyalahguna
heroin jarang dapat mempertahankan pekerjaan tetap yang akan mendukung
kebiasaan mereka.
2) Mendapatkan
dana secara ilegal merupakan hal yang umum dilakukan.
b.
Efek
fisik
1) Efek
gastrointestinal meliputi lambatnya peristaltik dan konstipasi kronis
2) Individu
yang menyalahgunakan heroin secara intravena dapat mengalami abses kulit
multipel pada ekstremitas serta vena yang menjadi gelap, keras dna berjaringan
parut
3) Penggunaan
jarum yang terkontaminasi dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi, termasuk
hepatitis B, C dan D serta AIDS.
4.
Overdosis
a. Overdosis
opioid merupakan kedaruratan medis yang menempatkan individu pada bahaya henti
nafas.
b. Nalokson
(Narcan), sebuah antagonis opioid, diberikan secara intravena untuk mengatasi
overdosis. Nalokson bekerja singkat dan harus diberikan dalam dosis berulang,
dan klien harus diobservasi dengan cermat untuk adanya hipotensi.
c. Penggantian
volume digunakan untuk mengatasi hipotensi.
5.
Pajanan
terhadap janin
a. Terpajannya
janin toleh opioid berhubungan dengan meningkatnya angka prematuritas dan
berisiko 5 samapi 10 kali lebih tinggi mengalami sindrom kematian bayi mendadak
(sudden infant death syndrom [SIDS])
b. Bayi
baru lahir dari ibu yang kecanduan juga menderita gejala putus zat, meliputi
sensitif terhadap suara, berkeringat, iritabilitas, tremor, hidung tersumbat,
dan sulit makan.
6.
Gejala
putus zat
a. Gejala
dapat terjadi 6 sampai 24 jam setelah dosis terakhir.
b. Gejalanya
cukup menimbulkan stres, tetapi ringan secara medis, dna meliputi mual, muntah,
sakit otot, kram, lakrimasi, rinhorea, piloereksi, berkeringat, demam dan
insomnia. Takikardia dan hipertensi juga dapat terjadi akibat rebound norepinephrin.
2.3.2.
Inhalan
1. Metode
penggunaannya adalah menghirup asap dari zat
tersebut.
2. Efek
langsung meliputi euforia, pusing, ataksia, perilaku tidka
terkendali, rasa melayang dan perubahan persepsi (termasuk halusinasi). Inhalan
dapat menyebabkan depresi pernapasan dan jantung serta dapat menyebabkan
kematian mendadak.
3. Penggunaan kronis
dapat merusak ginjal, hati dan otak.
4.
Epidemiologi
a. Remaja
paling sering menggunakan inhalan, sering menjadi bagian dari aktivitas dan
tekanan kelompok sebaya.
b. Walaupun
penggunaan inhalan banyak dilakukan dan berbahaya, hanya sejumlah kecil saja
pengguna yang menjadi ketergantungan.
5.
Gejala
putus zat
a. Meskipun
gejala putus zat belum diketahui dengan baik, gejala-gejalanya telah dicatat 24
sampai 48 jam setelah dosis terakhir.
b. Gejalanya
meliputi gangguan tidur, tremor, iritabilitas, diaforesis, mual dan ilusi singkat.
2.3.3.
Amfetamin dan obat-obat terkait
1. Metode penggunaanya
meliputi oral, merokok, atau injeksi.
2. Efek langsung
meliputi peningkatan energi, euforia, kewaspadaan ekstrim, kekerasan, gangguan
penilaian, peningkatan tekanan darah, takikardia, dilatasi pupil, insomnia,
berkurangnya nafsu makan, mual dna muntah
3.
Penggunaan
kronis amfetamin
a. Penggunaan
kronis dapat menyebabkan paranoia dan malnutrisi.
b. Penggunaan
secara IV dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi, seperti hepatitis B, C,
D dan AIDS.
c. Individu
yang merupakan pengguan kronis berisiko tinggi mengalami stroke dan serangan
jantung.
4. Pola penggunaan.
Individu yang menyalahgunakan amfetamin dapat mengadakan pesta minuman yang
dilanjutkan dnegan peride kelelahan, depresi dan putus zat (“crash”).
5. Kafein dna Nikotin
saat ini merupakan stimulan yang paling banyak digunakan di Amerika Seriakt
(Townsend, 1999)
a. Kafein.
Asupan 500 sampai 600 mg/hari (sama dengan 4 cangkir kopi) dapat menyebabkan
ansietas, insomnia dan depresi.
1) Takikardia
dan aritmia juga dapat terjadi
2) Gejala
putus kafein juga belum dapat dimasukkan ke dalam the diagnosyic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi 4
(DSM-IV), namun gejala-gejala yang sudah didokumentasikan meliputi sakit
kepala, keletihan ansietas atau depresi, mual dan muntah.
b. Nikotin
terus menyerang 30% dari populasi
1) Disamping
risiko kesehatan secara keseluruhan sudah didokumentasikan dengan baik, nikotin
juga dapat menyebabkan takikardia, dan peningkatan tekanan darah.
2) Gejala
putus nikotin dapat menyebabkan depresi, insomnia, iritabilitas, ansietas,
bradikardia, dan peningkatan nafsu makan.
3) Pengobatan terhadap
gejala putus nikotin meliputi penggunaan permen karet nikotin atau koyo nikotin
dengan dosis yang dikurangi secara bertahap selama tiga minggu sampai tiga
bulan
6.
Gejala
putus amfetamin dan zat terkait
a. Gejala
putus zat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah dihentikannya
penggunaan zat tersebut.
b. Gejala putus zat
dicirikan dengan depresi, keletihan, mimpi yang sanagt nyata dan buruk,
insomnia atau hipersomnia, paranoia, dan retardasi psikomotor atau agatasi.
2.3.1.
Kokain
1. Metode penggunaannya
meliputi mengendus, merokok, atau injeksi.
2. Efek langsung
meliputi euforia, ansietas, marah, gangguan proses berfikir dan penilaian,
kewaspadaan terlalu tinggi.
a. Efek
fisik yang lebih buruk meliputi takikardia, aritmia jantung, dilatasi pupil,
peningkatan tekanan darah, konfusi dan kejang.
b. Kematian
dapat terjadi akibat aritmia jantung atau perdarahan intrakranial yang
disebabkan oleh hipertensi yang parah.
3. Efek kronis
meliputi perforasi septum nasalis, kerusakan paru dan penyakit infeksi kronis
(hepatitis B, C, D dan AIDS) yang disebabkan oleh tranmisi IV. Kokain
menimbulkan euforia yang ekstrim dan karenanya dapat menyebabkan ketergantungan
fisiologis setelah penggunaan awal.
4. Pajanan
terhadap janin
a. Pajanan
janin terhadap kokain pada trimester pertama berkaitan dengan kerusakan
neurologik, yang menyebabkan terjadinya masalah belajar dan perilaku.
b. Setelah
dilahirkan, bayi-bayi tersebut mengalami pola tidur yang abnormal, tremor,
kejang (kadang-kadang), iritabilitas, dan sulit makan.
5. Gejala
putus zat ini sama dangan gejala putus zat pada stimulan-stimulan yang lain.
2.3.2.
Halusinogen
1. Metode
penggunaan dapat berupa oral. injeksi, rokok atau dihirup.
2. Efek
langsung meliputi persepsi yang menguat, termasuk respons yang meningkat
terhadap warna, tekstur, dan suara.
a. Ilusi
dan halusinasi, ansietas dan depresi juga dapat terjadi. Beberapa obat dalam
kelompok ini (misal; LSD, PCP) dapat menyebabkan dilatasi pupil dan takikardia
b. Efek
yang dihasilkan oleh zat ini tidak dapat diduga dan dapat berkaitan dengan obat
dan dosis tertentu serta keadaan mental individu tersebut.
c. Reaksi
panik (“bad trip”) dicirikan dengan tingginya tingkat ansietas, ketakutan dna
paranoia.
3.
Penggunaan
kronis
a. Kilas
balik (misal; pengulangan penglaman halusinogenik yang singkat dan spontan yang
terjadi selama zat tidak dikonsumsi), gangguan psikotik disertai waham, dan
gangguan mood serta ansietas juga
dapat terjadi bila zat ini digunakan sacara kronis.
b. Penggunaan
dan ketergantungan PCP dapat menyebabkan gejala seperti suka berkelahi,
menyerang, perilaku impulsif, agitasi psikomotor, dan gangguan penilaian.
Respons fisik meliputi hipertensi, takikardia, dan berkurangnya responsivitas
terhadap nyeri.
4. Gejala putus zat
meliputi letargi, depresi dan kemungkinan serangan panik.
2.3.3.
Kanabis
1. Metode penggunaanya
berupa oral atau rokok.
2. Efek langsung
meliputi perubahan persepsi sensorik, euforia, gangguan koordinasi, menarik
diri secara sosial, iritasi konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering,
dan takikardia.
3. Penggunaan kronis
dapat mengakibatkan letargi dan depresi ringan; reaksi paranoid juga dapat
terjadi.
a. Penggunaan
kronis dapat menyebabkan batuk kronis dan bertambahnya risiko penyakit paru
kronis, seperti emfisema dan kanker.
b. Berkurangnya
kadar testosteron juga dapat terjadi.
c. Kanabis
menembus plasenta dan berkaitan dnegan berat badan lahir rendah dan kecilnya
lingkar kepala.
4. Bahan-bahan psikoaktif utama dalam
kanabinoid adalah tetra-hidrokanabinol (THC). Penggunaan
paling bermanfaat dari obat ini adalah untuk mengatasi mual dan muntah akibat
kemoterapi.
5. Gejala putus zat
meliputi gelisah, iritabilitas, insomnia, tremor dna mual. Pengobatan gejala
putus obat biasanya bersifat suportif.
2.1.
Terapi Penanganan
2.4.1.
Pertimbangan Umum
Keputusan pengobatan, termasuk asuhan
yang direkomendasikan, bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi klien, antara
lain :
1. Jenis
zat yang disalahgunakan dan keparahan ketergantungan
2. Risiko
gejala putus obat
3. Fungsi
sosial dan okupasi saat ini
4. Jumlah
kekambuhan sebelumnya
5. Kemauan klien untuk
menerima pertolongan
2.4.2.
Program Rumah Sakit atau Residensial
Program-program ini biasanya dianjurkan
bagi pasien dengan ketergantungan yang berat terhadap zat atau gagal dalam
program rehabilitas berbasis komunitas. Pengobatan lanjutan direkomendasikan
setelah pengobatan rawat inap di rumah sakit.
Jenis-jenis program yang dianjurkan bagi
pasien yaitu :
1. Unit
detokxifikasi medis
Terdapat
di rumah sakit komunitas, menyediakan pelayanan detoksifikasi selama beberapa
hari sampai seminggu. Klien lalu dirujuk ke program residensial lainnya atau
program lanjutan berbasis komunitas.
2. Unit
ketergantungan obat
Terdapat
di rumah sakit jiwa atau pusat perawatan residensial khusus. Program jangka
pendek (3 sampai 6 minggu) memberikan pengobatan yang biasanya didasarkan pada
program 12 langkah (misal seperti yang direkomendasikan oleh Alcoholics Anonymous [AA] dan Narcotics Anonymous [NA]).
3. Program
residensial jangka panjang
Direkomendasikan
(3 sampai 6 bulan) untuk individu dengan riwayat penyalahgunaan zat yang sudha
lama dan multimasalah akibat dari penyalahgunaan tersebut. Program ini
memberikan lingkungan komunitas yang terapeutik untuk mengobati penyalahgunaan
dan melatih berbagai keterampilan hidup.
2.4.3.
Program Berbasis Komunitas
Saat ini lebih banyak terdapat di
lingkungan managed care, yang
menekankan efisiensi biaya dan perawatan di lingkungan yang paling tidak
restriktif.
1. Program
hospitalisasi parsial
Memberi
perawatan sampai 20 jam perminggu, dengan dukungan dan penyuluhan kelompok yang
terapeutik tentang kecanduan zat, keterampilan koping dan pembentukan harga
diri.
2. Konseling
rawat jalan
Diberikan
oleh ahli terapi, program terapi kelompok, atau konselor obat dan alkohol
tertentu dipekerjakan oleh klinik obat dan alkohol setempat atau pusat
kesehatan jiwa.
3. Kelompok
swadaya
Seperti
AA dan NA, memberikan bimbingan dan program spesifik yang dirancang untuk
membina dan memepertahankan gaya hidup yang bersih dan bebas obat-obatan
2.4.4.
Penatalaksanaan Farmakologi
1.
Heroin
Program
rumatan metadon berusaha menggantikan ketergantungan seseorang terhadap heroin
dengan menggunakan metadon (atau narkotik sintetis lainnya) yang terkendali
secara medis.
a. Metadon
memberikan keadaan noneuforik yang membebaskan individu ketergantungan dari
kebutuhan fisiologis terhadap heroin
b. Program
metadon cukup kontroversial karena terkadang gagal memberikan keadaan bebas
obat pada individu yang ketergantungan heroin.
2.
Alkohol
Saat
ini terdapat beberapa alternatif farmakologi bagi alkoholik, misal : Disulfiram
(Antabuse) dan Naltrekson (ReVia).
2.4.5.
Dukungan Keluarga
1.
Terapi keluarga
Anggota
keluarga dari seorang penyalahguna zat dianjurkan untuk mendefinisikan dan
mempertahankan fungsi diri yang bertanggung jawab sehingga dapat mengurangi
perilaku kodependen.
2.
Kelompok pendukung
Kelompok
pendukung seperti Alanon, Alateen, dan
Adult Children of Alcoholics, memberikan bantuan pada keluarga dengan
program 12 langkah. Program-program ini berfokus pada anggota keluarga yang
mengubah perilaku mereka sendiri dan bukan berusaha mengubah perilaku individu
dengan masalah penyalahgunaan zat.
2.4.6.
Pencegahan
Program pendidikan komunitas mempunyai
target kelompok-kelompok yang rentan dan populasi umum. Sebagai contoh, anggota
tim layanan kesehatan, termasuk perawat komunitas, yang menjadi pembicara dan
menggunakan materi tertulis untuk penyuluhan
Unsur-unsur program pencegahan meliputi
pengajaran tentang :
1. Konsep
penyalahgunaan dan ketergantungan zat, termasuk gejala dan tanda-tanda
bahayanya.
2. Konsekuensi
dari penyalahgunaan zat dan dampak zat tersebut pada tubuh dan fungsi hidup
secara umum.
3. Pilihan-pilihan
yang ada untuk memberikan bantuan dan pengobatan.
4. Alternatif
mekanisme koping untuk menghindari penyalahgunaan zat.
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
3.1.1. Identitas
1.
Perawat yang merawat klien
melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama perawat, nama
klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik yang akan dibicarakan.
2.
Usia dan No. RM (Lihat
RM)
3. Alamat
4. Pekerjaan
3.1.2. Alasan
masuk
Tanyakan
kepada klien/keluarga :
1. Apa yang
menyebabkan klien/keluarga datang ke Rumah Sakit saat ini?
2. Bagaimana gambaran gejala tersebut ?
3.1.3. Faktor
Presipitasi / riwayat penyakit sekarang
1. Tanyakan riwayat
timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini
2. Tanyakan penyebab
munculnya gejala tersebut.
3. Apa saja yang sudah
dilakukan oleh keluarga mengatasi masalah ini ?
4. Bagaimana hasilnya
?
3.1.4. Faktor
predisposisi
1. Riwayat penyakit
masa lalu
a. Tanyakan kepada
klien / keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, bila
ya beri tanda 3 pada kotak ya dan bila tidak beri tanda 3 pada kotak tidak.
b. Apabila pada poin 1
ya, maka tanyakan bagaimana hasil pengobatan sebelumnya. Apabila dia dapat
beradaptasi di masyarakat tanpa ada gejala-gejala gangguan jiwa maka beri tanda
3 pada kotak berhasil. Apabila dia dapat beradaptasi tapi masih ada
gejala-gejala sisa maka beri tanda 3 pada kotak kurang berhasil. Apabila tidak
ada kemajuan atau gejala-gejala bertambah atau menetap maka beri tanda 3 pada
kotak tidak berhasil.
c. Tanyakan apakah
klien pernah mengalami gangguan fisik / penyakit termasuk gangguan pertumbuhan
dan perkembangan
2. Riwayat psikososial
a. Tanyakan pada klien
apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami dan atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal. Beri tanda 3 sesuai dengan penjelasan klien /
keluarga apakah klien sebagai pelaku dan atau korban, dan atau saksi, maka beri
tanda 4 pada kotak pertama. Isi usia saat kejadian pada kotak ke dua. Jika
klien pernah mengalami pelaku dan jelas tentang kejadian yang dialami klien
b. Tanyakan pengalaman
masa lalu lain yang tidak menyenangkan baik bio, psiko, sosio, kultural,
spiritual seperti (kegagalan, kehilangan / perpisahan / kematian, trauma selama
tumbuh kembang) yang pernah dialami klien pada masa lalu
c. Bagaimana kesan
kepribadian klien ?
3. Riwayat penyakit
keluarga
a. Tanyakan kepada
klien / keluarga apakah ada anggota keluarga lainnya yang mengalami gangguan
jiwa, jika ada beri tanda 3 pada kotak ya dan jika tidak beri tanda 3 pada
kotak tidak. Apabila ada anggota keluarga lain yang mengalami gangguan jiwa
maka tanyakan bagaimana hubungan klien dengan anggota keluarga terdekat.
Tanyakan apa gejala yang dialami serta riwayat pengobatan dan perawatan yang
pernah diberikan pada anggota keluarga tersebut. Masalah keperawatan ditulis
sesuai dengan data
3.1.5. Status
mental
1.
Alam perasaan : khawatir (pada saat
sakaw), gembira berlebihan (pada saat menyalahgunakan zat)
2.
Afek : labil
3.
Interaksi selama wawancara :
curiga/paranoid terhadap pewawancara
4.
Persepsi : pasien berhalusinasi
5.
Mekanisme koping : maladaptif /
menghindar / mencederai diri.
3.1.6. Fisik
Pengkajian
fisik difokuskan pada sistem fungsi organ :
1. Ukur dan observasi
tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,
suhu, pernapasan klien.
2. Ukur tinggi badan
dan berat badan klien
3. Tanyakan apakah,
berat badan naik atau turun dan beri tanda 3 sesuai hasil.
4. Tanyakan kepada
klien / keluarga, apakah ada keluhan fisik yang dirasakan oleh klien, bila ada
beri tanda 3 di kotak ya dan bila tidak beri tanda 3 pada kotak tidak.
5. Kaji/lakukan
pemeriksaan fisik lebih lanjut sistem dan fungsi organ dan jelaskan sesuai
dengan keluhan yang ada.
6. Masalah keperawatan
ditulis sesuai dengan data yang ada
3.1.7. Pengkajian
psikososial (sebelum dan sesudah)
1. Konsep
diri
2. Genogram
3. Hubungan
sosial
4. Spiritual
3.1.8. Aktivitas
sehari-hari
1. Makan
a. Observasi dan
tanyakan tentang : frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka / tidak suka /
pantang) dan cara makan.
b. Observasi kemampuan
klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. BAB/BAK
a. Observasi kemampuan
klien untuk BAB/BAK
3. Mandi
a. Observasi dan
tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting
kuku, cukur (kumis, jenggot dan rambut)
b. Observasi
kebersihan tubuh dan bau badan
4. Berpakaian
a. Observasi kemampuan
klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan pakaian dan alas kaki
b. Observasi
penampilan dandanan klien
c. Tanyakan dan
observasi frekuensi ganti pakaian
d. Nilai kemampuan yang
harus dimiliki klien : mengambil, memilih dan mengenakan pakaian
5. Istirahat dan Tidur
a. Observasi dan
tanyakan tentang :
6. Penggunaan Obat
Observasi
dan tanyakan kepada klien dan keluarga tentang :
a. Penggunaan obat :
frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara pemberian.
b. Reaksi obat
7. Pemeliharaan
Kesehatan
a. Tanyakan kepada
klien dan keluarga tentang : apa, bagaimana,
kapan dan kemana perawat lanjut dan siapa saja sistem
pendukung yang dimiliki (keluarga, teman, instituisi dan lembaga pelayanan
kesehatan) dan cara penggunaannya
8. Aktivitas di Dalam
Rumah
Tanyakan
kemampuan klien dalam :
a. Merencanakan,
mengolah dan menyajikan makanan.
b. Merapikan rumah
(kamar tidur, dapur, menyapu, mengepel)
c. Mencuci pakaian
sendiri
d. Mengatur kebutuhan
biaya sehari-hari
9. Aktivitas di luar Rumah
Tanyakan
kemampuan klien
a. Belanja untuk
keperluan sehari-hari
b. Dalam melakukan
perjalanan mandiri dengan berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi,
kendaraan umum
c. Aktivitas lain yang
dilakukan di luar rumah (bayar listrik/telepon/air, kantor pos dan bank)
3.1.9. Mekanisme
koping
Data
didapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Beri tanda 3 pada kotak
koping yang dimiliki klien, baik adaptif maupun maladaptif.
3.1.10. Masalah
psikososial dan lingkungan
3.1.11. Kurang
pengetahuan tentang
Aspek medik
2.3.1.
Kokain
1. Metode penggunaannya
meliputi mengendus, merokok, atau injeksi.
2. Efek langsung
meliputi euforia, ansietas, marah, gangguan proses berfikir dan penilaian,
kewaspadaan terlalu tinggi.
a. Efek
fisik yang lebih buruk meliputi takikardia, aritmia jantung, dilatasi pupil,
peningkatan tekanan darah, konfusi dan kejang.
b. Kematian
dapat terjadi akibat aritmia jantung atau perdarahan intrakranial yang
disebabkan oleh hipertensi yang parah.
3. Efek kronis
meliputi perforasi septum nasalis, kerusakan paru dan penyakit infeksi kronis
(hepatitis B, C, D dan AIDS) yang disebabkan oleh tranmisi IV. Kokain
menimbulkan euforia yang ekstrim dan karenanya dapat menyebabkan ketergantungan
fisiologis setelah penggunaan awal.
4. Pajanan
terhadap janin
a. Pajanan
janin terhadap kokain pada trimester pertama berkaitan dengan kerusakan
neurologik, yang menyebabkan terjadinya masalah belajar dan perilaku.
b. Setelah
dilahirkan, bayi-bayi tersebut mengalami pola tidur yang abnormal, tremor,
kejang (kadang-kadang), iritabilitas, dan sulit makan.
5. Gejala
putus zat ini sama dangan gejala putus zat pada stimulan-stimulan yang lain.
2.3.2.
Halusinogen
1. Metode
penggunaan dapat berupa oral. injeksi, rokok atau dihirup.
2. Efek
langsung meliputi persepsi yang menguat, termasuk respons yang meningkat
terhadap warna, tekstur, dan suara.
a. Ilusi
dan halusinasi, ansietas dan depresi juga dapat terjadi. Beberapa obat dalam
kelompok ini (misal; LSD, PCP) dapat menyebabkan dilatasi pupil dan takikardia
b. Efek
yang dihasilkan oleh zat ini tidak dapat diduga dan dapat berkaitan dengan obat
dan dosis tertentu serta keadaan mental individu tersebut.
c. Reaksi
panik (“bad trip”) dicirikan dengan tingginya tingkat ansietas, ketakutan dna
paranoia.
3.
Penggunaan
kronis
a. Kilas
balik (misal; pengulangan penglaman halusinogenik yang singkat dan spontan yang
terjadi selama zat tidak dikonsumsi), gangguan psikotik disertai waham, dan
gangguan mood serta ansietas juga
dapat terjadi bila zat ini digunakan sacara kronis.
b. Penggunaan
dan ketergantungan PCP dapat menyebabkan gejala seperti suka berkelahi,
menyerang, perilaku impulsif, agitasi psikomotor, dan gangguan penilaian.
Respons fisik meliputi hipertensi, takikardia, dan berkurangnya responsivitas
terhadap nyeri.
4. Gejala putus zat
meliputi letargi, depresi dan kemungkinan serangan panik.
2.3.3.
Kanabis
1. Metode penggunaanya
berupa oral atau rokok.
2. Efek langsung
meliputi perubahan persepsi sensorik, euforia, gangguan koordinasi, menarik
diri secara sosial, iritasi konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering,
dan takikardia.
3. Penggunaan kronis
dapat mengakibatkan letargi dan depresi ringan; reaksi paranoid juga dapat
terjadi.
a. Penggunaan
kronis dapat menyebabkan batuk kronis dan bertambahnya risiko penyakit paru
kronis, seperti emfisema dan kanker.
b. Berkurangnya
kadar testosteron juga dapat terjadi.
c. Kanabis
menembus plasenta dan berkaitan dnegan berat badan lahir rendah dan kecilnya
lingkar kepala.
4. Bahan-bahan psikoaktif utama dalam
kanabinoid adalah tetra-hidrokanabinol (THC). Penggunaan
paling bermanfaat dari obat ini adalah untuk mengatasi mual dan muntah akibat
kemoterapi.
5. Gejala putus zat
meliputi gelisah, iritabilitas, insomnia, tremor dna mual. Pengobatan gejala
putus obat biasanya bersifat suportif.
2.1.
Terapi Penanganan
2.4.1.
Pertimbangan Umum
Keputusan pengobatan, termasuk asuhan
yang direkomendasikan, bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi klien, antara
lain :
1. Jenis
zat yang disalahgunakan dan keparahan ketergantungan
2. Risiko
gejala putus obat
3. Fungsi
sosial dan okupasi saat ini
4. Jumlah
kekambuhan sebelumnya
5. Kemauan klien untuk
menerima pertolongan
2.4.2.
Program Rumah Sakit atau Residensial
Program-program ini biasanya dianjurkan
bagi pasien dengan ketergantungan yang berat terhadap zat atau gagal dalam
program rehabilitas berbasis komunitas. Pengobatan lanjutan direkomendasikan
setelah pengobatan rawat inap di rumah sakit.
Jenis-jenis program yang dianjurkan bagi
pasien yaitu :
1. Unit
detokxifikasi medis
Terdapat
di rumah sakit komunitas, menyediakan pelayanan detoksifikasi selama beberapa
hari sampai seminggu. Klien lalu dirujuk ke program residensial lainnya atau
program lanjutan berbasis komunitas.
2. Unit
ketergantungan obat
Terdapat
di rumah sakit jiwa atau pusat perawatan residensial khusus. Program jangka
pendek (3 sampai 6 minggu) memberikan pengobatan yang biasanya didasarkan pada
program 12 langkah (misal seperti yang direkomendasikan oleh Alcoholics Anonymous [AA] dan Narcotics Anonymous [NA]).
3. Program
residensial jangka panjang
Direkomendasikan
(3 sampai 6 bulan) untuk individu dengan riwayat penyalahgunaan zat yang sudha
lama dan multimasalah akibat dari penyalahgunaan tersebut. Program ini
memberikan lingkungan komunitas yang terapeutik untuk mengobati penyalahgunaan
dan melatih berbagai keterampilan hidup.
2.4.3.
Program Berbasis Komunitas
Saat ini lebih banyak terdapat di
lingkungan managed care, yang
menekankan efisiensi biaya dan perawatan di lingkungan yang paling tidak
restriktif.
1. Program
hospitalisasi parsial
Memberi
perawatan sampai 20 jam perminggu, dengan dukungan dan penyuluhan kelompok yang
terapeutik tentang kecanduan zat, keterampilan koping dan pembentukan harga
diri.
2. Konseling
rawat jalan
Diberikan
oleh ahli terapi, program terapi kelompok, atau konselor obat dan alkohol
tertentu dipekerjakan oleh klinik obat dan alkohol setempat atau pusat
kesehatan jiwa.
3. Kelompok
swadaya
Seperti
AA dan NA, memberikan bimbingan dan program spesifik yang dirancang untuk
membina dan memepertahankan gaya hidup yang bersih dan bebas obat-obatan
2.4.4.
Penatalaksanaan Farmakologi
1.
Heroin
Program
rumatan metadon berusaha menggantikan ketergantungan seseorang terhadap heroin
dengan menggunakan metadon (atau narkotik sintetis lainnya) yang terkendali
secara medis.
a. Metadon
memberikan keadaan noneuforik yang membebaskan individu ketergantungan dari
kebutuhan fisiologis terhadap heroin
b. Program
metadon cukup kontroversial karena terkadang gagal memberikan keadaan bebas
obat pada individu yang ketergantungan heroin.
2.
Alkohol
Saat
ini terdapat beberapa alternatif farmakologi bagi alkoholik, misal : Disulfiram
(Antabuse) dan Naltrekson (ReVia).
2.4.5.
Dukungan Keluarga
1.
Terapi keluarga
Anggota
keluarga dari seorang penyalahguna zat dianjurkan untuk mendefinisikan dan
mempertahankan fungsi diri yang bertanggung jawab sehingga dapat mengurangi
perilaku kodependen.
2.
Kelompok pendukung
Kelompok
pendukung seperti Alanon, Alateen, dan
Adult Children of Alcoholics, memberikan bantuan pada keluarga dengan
program 12 langkah. Program-program ini berfokus pada anggota keluarga yang
mengubah perilaku mereka sendiri dan bukan berusaha mengubah perilaku individu
dengan masalah penyalahgunaan zat.
2.4.6.
Pencegahan
Program pendidikan komunitas mempunyai
target kelompok-kelompok yang rentan dan populasi umum. Sebagai contoh, anggota
tim layanan kesehatan, termasuk perawat komunitas, yang menjadi pembicara dan
menggunakan materi tertulis untuk penyuluhan
Unsur-unsur program pencegahan meliputi
pengajaran tentang :
1. Konsep
penyalahgunaan dan ketergantungan zat, termasuk gejala dan tanda-tanda
bahayanya.
2. Konsekuensi
dari penyalahgunaan zat dan dampak zat tersebut pada tubuh dan fungsi hidup
secara umum.
3. Pilihan-pilihan
yang ada untuk memberikan bantuan dan pengobatan.
4. Alternatif
mekanisme koping untuk menghindari penyalahgunaan zat.
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
3.1.1. Identitas
1.
Perawat yang merawat klien
melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama perawat, nama
klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik yang akan dibicarakan.
2.
Usia dan No. RM (Lihat
RM)
3. Alamat
4. Pekerjaan
3.1.2. Alasan
masuk
Tanyakan
kepada klien/keluarga :
1. Apa yang
menyebabkan klien/keluarga datang ke Rumah Sakit saat ini?
2. Bagaimana gambaran gejala tersebut ?
3.1.3. Faktor
Presipitasi / riwayat penyakit sekarang
1. Tanyakan riwayat
timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini
2. Tanyakan penyebab
munculnya gejala tersebut.
3. Apa saja yang sudah
dilakukan oleh keluarga mengatasi masalah ini ?
4. Bagaimana hasilnya
?
3.1.4. Faktor
predisposisi
1. Riwayat penyakit
masa lalu
a. Tanyakan kepada
klien / keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, bila
ya beri tanda 3 pada kotak ya dan bila tidak beri tanda 3 pada kotak tidak.
b. Apabila pada poin 1
ya, maka tanyakan bagaimana hasil pengobatan sebelumnya. Apabila dia dapat
beradaptasi di masyarakat tanpa ada gejala-gejala gangguan jiwa maka beri tanda
3 pada kotak berhasil. Apabila dia dapat beradaptasi tapi masih ada
gejala-gejala sisa maka beri tanda 3 pada kotak kurang berhasil. Apabila tidak
ada kemajuan atau gejala-gejala bertambah atau menetap maka beri tanda 3 pada
kotak tidak berhasil.
c. Tanyakan apakah
klien pernah mengalami gangguan fisik / penyakit termasuk gangguan pertumbuhan
dan perkembangan
2. Riwayat psikososial
a. Tanyakan pada klien
apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami dan atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal. Beri tanda 3 sesuai dengan penjelasan klien /
keluarga apakah klien sebagai pelaku dan atau korban, dan atau saksi, maka beri
tanda 4 pada kotak pertama. Isi usia saat kejadian pada kotak ke dua. Jika
klien pernah mengalami pelaku dan jelas tentang kejadian yang dialami klien
b. Tanyakan pengalaman
masa lalu lain yang tidak menyenangkan baik bio, psiko, sosio, kultural,
spiritual seperti (kegagalan, kehilangan / perpisahan / kematian, trauma selama
tumbuh kembang) yang pernah dialami klien pada masa lalu
c. Bagaimana kesan
kepribadian klien ?
3. Riwayat penyakit
keluarga
a. Tanyakan kepada
klien / keluarga apakah ada anggota keluarga lainnya yang mengalami gangguan
jiwa, jika ada beri tanda 3 pada kotak ya dan jika tidak beri tanda 3 pada
kotak tidak. Apabila ada anggota keluarga lain yang mengalami gangguan jiwa
maka tanyakan bagaimana hubungan klien dengan anggota keluarga terdekat.
Tanyakan apa gejala yang dialami serta riwayat pengobatan dan perawatan yang
pernah diberikan pada anggota keluarga tersebut. Masalah keperawatan ditulis
sesuai dengan data
3.1.5. Status
mental
1.
Alam perasaan : khawatir (pada saat
sakaw), gembira berlebihan (pada saat menyalahgunakan zat)
2.
Afek : labil
3.
Interaksi selama wawancara :
curiga/paranoid terhadap pewawancara
4.
Persepsi : pasien berhalusinasi
5.
Mekanisme koping : maladaptif /
menghindar / mencederai diri.
3.1.6. Fisik
Pengkajian
fisik difokuskan pada sistem fungsi organ :
1. Ukur dan observasi
tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,
suhu, pernapasan klien.
2. Ukur tinggi badan
dan berat badan klien
3. Tanyakan apakah,
berat badan naik atau turun dan beri tanda 3 sesuai hasil.
4. Tanyakan kepada
klien / keluarga, apakah ada keluhan fisik yang dirasakan oleh klien, bila ada
beri tanda 3 di kotak ya dan bila tidak beri tanda 3 pada kotak tidak.
5. Kaji/lakukan
pemeriksaan fisik lebih lanjut sistem dan fungsi organ dan jelaskan sesuai
dengan keluhan yang ada.
6. Masalah keperawatan
ditulis sesuai dengan data yang ada
3.1.7. Pengkajian
psikososial (sebelum dan sesudah)
1. Konsep
diri
2. Genogram
3. Hubungan
sosial
4. Spiritual
3.1.8. Aktivitas
sehari-hari
1. Makan
a. Observasi dan
tanyakan tentang : frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka / tidak suka /
pantang) dan cara makan.
b. Observasi kemampuan
klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. BAB/BAK
a. Observasi kemampuan
klien untuk BAB/BAK
3. Mandi
a. Observasi dan
tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting
kuku, cukur (kumis, jenggot dan rambut)
b. Observasi
kebersihan tubuh dan bau badan
4. Berpakaian
a. Observasi kemampuan
klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan pakaian dan alas kaki
b. Observasi
penampilan dandanan klien
c. Tanyakan dan
observasi frekuensi ganti pakaian
d. Nilai kemampuan yang
harus dimiliki klien : mengambil, memilih dan mengenakan pakaian
5. Istirahat dan Tidur
a. Observasi dan
tanyakan tentang :
6. Penggunaan Obat
Observasi
dan tanyakan kepada klien dan keluarga tentang :
a. Penggunaan obat :
frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara pemberian.
b. Reaksi obat
7. Pemeliharaan
Kesehatan
a. Tanyakan kepada
klien dan keluarga tentang : apa, bagaimana,
kapan dan kemana perawat lanjut dan siapa saja sistem
pendukung yang dimiliki (keluarga, teman, instituisi dan lembaga pelayanan
kesehatan) dan cara penggunaannya
8. Aktivitas di Dalam
Rumah
Tanyakan
kemampuan klien dalam :
a. Merencanakan,
mengolah dan menyajikan makanan.
b. Merapikan rumah
(kamar tidur, dapur, menyapu, mengepel)
c. Mencuci pakaian
sendiri
d. Mengatur kebutuhan
biaya sehari-hari
9. Aktivitas di luar Rumah
Tanyakan
kemampuan klien
a. Belanja untuk
keperluan sehari-hari
b. Dalam melakukan
perjalanan mandiri dengan berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi,
kendaraan umum
c. Aktivitas lain yang
dilakukan di luar rumah (bayar listrik/telepon/air, kantor pos dan bank)
3.1.9. Mekanisme
koping
Data
didapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Beri tanda 3 pada kotak
koping yang dimiliki klien, baik adaptif maupun maladaptif.
3.1.10. Masalah
psikososial dan lingkungan
3.1.11. Kurang
pengetahuan tentang
3.1.12. Aspek medik
3.1.
Pohon Masalah
3.2.
Diagnosa Keperawatan
1. Resti
mencederai diri sendiri dan orang lain
2. Gangguan
persepsi sensori (penglihatan, pendengaran)
3. Koping individu
NO DIAGNOSIS
|
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
|
PERENCANAAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
TUJUAN
|
KRITERIA
EVALUASI
|
||||
2
|
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
pengelihatan
|
SP1: membantu klien mengenal
halusinasinya
|
1.Klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat dan orang lain
·
klien dapat menyebut nama
·
klien dapat
menyebutkan alamatnya
·
Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang
2.
Klien dapat mengenal halusinasinya
·
Klien dapat menyebutkan jenis
·
Klien dapat menyebutkan isi
·
Klien dapat menyebutkan frekuensi
·
Klien dapat menyebutkan situasi yang menimbulkan
halusinasinya
3.
Melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
|
1.
Sapa klien dengan salam terapeutik
2.
Perkenalkan (nama lengkap dan nama panggilan
)alamat
3.
Tanyakan nama(nama lengkap dan nama panggilan)
serta alamat klien
4.
Jelaskan tujuan pertemuan
5.
Tunjukkan sikap empati
1.mengidentifikasi jenis halusinasi
2.mengidentifikasi isi halusinasi
klien
3.mengidentifikasi waktu halusinasi
4.mengidentifikasi frekuensi
halusinasi
5.mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi klien
6.mengidentifikasi respon klien
terhadap halusinasi
1.melatih klien cara control
halusinasi dengan cara menghardik
2.membimbing klien memasukkan jadwal
kegiatan harian
|
· hubungan
saling percaya dengan perawat dan klien dapat meningkatkan kooperatif antara
klien dan perawat
·
Memungkinkan klien mengenal stimjulis dari luar
yang dapat menimbulkan halusisnasi
·
Meningkatkan pengetahuan klien dalam mengontrol
halusisnsinya
|
SP2: Membantu klien mengenal
halusinasinya
|
Klien dapat
dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengotrol
halusinasinya
|
.emvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap
3. Membimbing klien memasukkan jadwal
dalam kegiatan harian
|
·
Mengevaluasi masalah dan tindakan sebelumnya
·
Berbincang-bincang/bercakap-cakap dapat
mengalihkan pemikiran klien dalam berhalusinasi
·
Memudahkan klien dalam melakukan kegiatan (jadwal
harian) yang sesuai
|
||
SP3: Melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara kegiatan
|
Klien mngerti tentang
cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
|
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan kegiatan yang dilakukan klien
3. Membimbing klien memasukkan jadwal
dalam kegiatan harian
|
·
Mengevaluasi masalah dan tindakan sebelumnya
·
Melakukan suatu kegiatan dapat mengalihkan
perhatian klien/halusinasi klien
·
Memudahkan klien dalam melakukan kegiatan (jadwal
harian) yang sesuai
|
||
SP4: Melatih klien dalam pemanfaatan
obat/ cara klontrol halusianasi
|
Klien mengerti
dan dapat mendemonstrasikan tentang cara mengontrol halusinasu dengan
pemanfaatan obat
|
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih klien cara kontrol dengan
teratur minum obat
3. Membimbing klien memasukkan jadwal
dalam kegiatan harian
|
·
Mengevaluasi masalah dan tindakan
·
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara
kontrol halusinasi dengan minum obat
|
||
SP1 KELUARGA: HE tentang pengertian,
tanda gejala dan cara merawat klien dengan halusinasi
|
Klien mengerti
dan dapat mendemonstrasikan tentang perawatan klien dengan halusinasi
|
1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala halusinasi yang dialami klien beserta proses terjadinya
3. Menjelesakan cara merawat klien
dengan halusinasi
|
·
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
halusinasi
|
||
SP2 KELUARGA: Melatih keluarga dalam
mempraktekkan marawat klien cara merawat klien langsung didepan klien
|
Klien dapat
dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengotrol
halusinasinya
|
1. Melatih keluarga cara merawat klien
dengan halusinasi
2. Melatih keluarga cara merawat klien
langsung didepan klien
|
·
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
halusinasi
|
||
SP3 KELUARGA:Membuat perencanaan
pulang bersama keluarga
|
Keluarga mengerti tentang perawatan
klien dengan halusinasi, terutama minum obat
|
1.
Membatu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
(Discharge planning)
2.Menjelaskan
follow up setelah pulang
|
·
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
halusinasi
|
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymus. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan NAPZA. http://ners-blog.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-klien-dengan_3156.html
diakses tanggal 3 Maret 2013 pukul 20 : 00 WIB
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. EGC : Jakarta.
Maramis, Willy F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga
University Press : Surabaya
Puskesmas Peusang. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan
Pengguna NAPZA. http://puskesmas-peusangan.blogspot.com/2008/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-gangguan.html
Diakses tanggal 4 Maret 2013 pukul 01 : 11 WIB
Zainal. 2007. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dna Zat
Adiktif). http://zenc.wordpress.com/2007/06/13/napza-narkotika-psikotropika-dan-zat-aditif/ Diakses tanggal 1 Maret
2013 pukul 22 : 00 WIB
Borgata Hotel Casino & Spa - JTA Hub
BalasHapusBorgata Hotel 보령 출장샵 Casino & Spa. 김해 출장마사지 $2.00/night. Room with tax. 30. (30) 서산 출장안마 square feet. Borgata offers 나주 출장샵 1,800 slots and 사천 출장안마 electronic table games. Borgata