Selasa, 20 Desember 2011

EMPIEMA PARU


BAB 1
ISI

1.1  Definisi Empiema Paru
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen(pus) di dalam rongga pleura. Awalnya, cairan peleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi stadium fibroporulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Meskipun empiema sering kali merupakan komplikasi dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat. ( Irman Somantri, 2007)
1.2 Etiologi
1.      Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a.       Pneumonia
b.      Abses paru
c.       Bronkiektasis
d.      TBC paru
e.       Aktinomikosis paru
f.       Fistel Bronko-Pleura
2.      Infeksi yang berasal dari luar paru :
a.       Trauma Thoraks
b.     Pembedahan thorak
c.      Torasentesi pada pleura
d.     Sufrenik abses
e.       Amoebic liver abses





1.3  Klasifikasi
Empiema dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1.      Fase eksudatif terjadi sebagai reaksi terhadap inflamasi atau infeksi, dan ini ditandai dengan efusi pleura eksudatif.
2.      Fase fibrinopurulen ditandai khas dengan adanya nanah intrapleural dan deposisi fibrin pada permukaan pleura. Cairan akan lebih kental dan cenderung mengadakan lukolasi. Paru-paru menjadi terfixer.
3.      Fase organisasi ditandai khas dengan perlekatan paru-paru dan terjadinya paru-paru reskriktif karena terbentuknya jaringan fibroblastik. Sequelae yang sering terjadi adalah fistula bronchopleural atau pleurocutancus.
1.4 Pathofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura akan mengakibatkan timbulnya radang akut yang diikuti pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel PMN yang mati akan meningkatkan kadar protein dimana mengakibatkan timbunan cairan kental dan keruh. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut.
Apabila nanah menembus bronkus, timbul fistel bronkus pleural. Sedangkan bila nanah menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut emphiema nesessitasis. Emphiema dapat digolongkan menjadi akut dan kronis. Emphiema akut dapat berlanjut ke kronis. Organisasi dimuli kira-kira setelah seminggu dan proses ini berjalan terus sampai terbentuknya kantong tertutup.








invasi basil piogenik ke pleura

 
WOC :
 












































 




















1.5    Manifestasi Klinis
1.    Emphiema akut
a.       Panas tinggi dan nyeri pleuritik
b.       Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
c.        Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger
d.       Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural
e.        Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali
2.      Emphiema kronis
a.       Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan
b.       Badan lemah, kesehatan semakin menurun
c.        Pucat, clubbing finger
d.      Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura
e.       Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit
f.       Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan
1.6  Pemeriksaan diagnostic
1.Foto thorak
2.Tes kultur dan kepakaan dari drainase hasil aspirasi dari pleura
1.7   Komplikasi
1.    Fistel Bronko pleura
2.      Syok
3.      Sepsis
4.      Gagal jantung kongesti
1.8  Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan empiema adalah
1.      Pengosongan nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
a.       Closed drainage-tube toracostory water scaled drainage dengan indikasi:
a)      Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.
b)      Nanah terus terbentuk setelah dua minggu.
c)      Terjadinya piopneumotoraks.
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negatif sebesar 1020 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus diempuh cara lain seperti empiema kronis.
b.      Drainage terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus mengganti atau membersihkan drain.
2.      Antibiotik
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotik dapat diberikan secara sistematik atau topikal. Biasanya diberikan penicilin.
3.      Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
a.       Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar dengan indikasi:
a)      Drain tidak berjalan baik karena banyak kantng-kantung.
b)      Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c)      Empiema totalis yang mengalami organisasi pada leura visceralis.
b.      Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh kedalam rogga pleura karena tekanan atmosfer.
4.      Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeniasis, dan sebagainya.
5.      Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum lau fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.
Infeksi dikontrol dengan pemberian obat Antimikrobial, berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organism dari sputum. Pasien mungkin akan diberikan obat antibiotic selama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval. Beberapa dokter sering kali memeberikan penyakit ISPA timbul. Pasien dianjurkan untuk diberikan vaksin ulangan influenza dan pneumonia.
Postural drainage merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan medis untuk bronkhiektasis. Drainase yang memanfaatkan gaya gravitasi diharapkan akan mengurangi jumlah sekret dan tingkat infeksi (seringkali sputum mukopurulen harus diangkat dengan bronchospy). Pada area dada, lakukan perkusi untuk membantu menaikkan sekresi. Postural drainase dimulai pada jangka waktu pendek dan selanjutnya meningkat.
Untuk meningkatkan pengenceran dan pengeluaran sputum, dapat diberikan aerosolized nebulizerdan dapat meningkatkan intake cairan. Facetent sangat ideal untuk memberikan kelembapan tambahan pada aerosol. Pasien harus dicegah untuk merokok, karena hal tersebut akan dapat merusak drainase bronchial akibat dari paralisis kerja siliari, meningkatkan sekresi bronchial, dan menyebabkan peradangan pada membrane mukosa sehingga mengakibatkan hyperplasia dari kelenjar mukus.
Intervensi surgical, meskipun sering digunakan, diindikasikan untuk pasien dengan pengenceran dan pengeluaran sputum yang berlanjut dalam jumlah besar, serta pasien dengan pneumonia dan hemoptisis berulang karena tidak berobat secara teratur.
1.9         Prognosis
Dipengaruhi oleh umur serta penyakit yag melatarbelakanginya. Angka kematian meningkat pada usia tua, penyakit asal yang berat, dan pengobatan yang terlambat.



BAB 2
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Empiema Paru

2.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Riwayat kesehatan : pernah mengalami pembedahan thorak, menderita abses paru, TBC, Pneumonia
3. Data obyektif :
a.       Suhu tubuh diatas normal saat inflamasi akut pleura
b.      Perkusi paru redup
c.       Tidur miring kea rah yang sakit
d.      Pernafasan cupping hidung
e.       Ekspansi dada asimetri
f.       Penurunan atau tidak terdengar bunyi nafas diatas area yang terkena
g.      Batuk produktif
h.      Malaise
i.        Keletihan
j.        Takikardia, takipnea
k.      Foto dada
l.        Torasentesis
m.    GDA : Pa O2
4.      Data subjektif :
a.       Mengeluh sesak nafas
b.      Nyeri daerah dada yang mengalami pleuritis
c.       Nyeri pada daerah insisi post pemasangan WSD
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi secret, kelemahan
2. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai oksigen , kerusakan alveoli .
3. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  dispneu, kelemahan, anoreksia, mual muntah.
4. Resiko infeksi 
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya
2.3 Intervensi Keperawatan  
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi secret, kelemahan
Kriteria hasil :
- Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih 
- Menunjukkan perilaku batuk efektif dan mengeluarkan secret
Intervensi :
a.       Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
Rasional : Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan    derajat yan ditemukan  adanya proses infeksi akut.
b.      Catat adanya atau derajat dispneu, gelisah ,ansietas dan distress pernafasan 
Rasional : Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau reaksi alergi.
c.       Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala tempat     tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d.      Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien berbagao cara untuk mengatasi  dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara.
e.       Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. 
f.       Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi  jantung.
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret , mempermudah pengeluaran
g.      Memberikan obata sesaui indikasi 
Rasional : Merilekskan otot halus  dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
2.      Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai oksigen , kerusakan alveoli .
Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat,berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a.       Kaji frekwensi,kedalaman pernapasan
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit
b.      Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional   ; Pengiriman oksigen  dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolap jalan napas.
c.       Auskultasi bunyi nafas  catat area penurunan aliran udara ,bunyi tambahan
Rasional : Bunyi nafas redup karena penurunan aliran udara ,mengi ;  indikasi spasme bronchus / tertahannya sekret, Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi jantung.
d.      Palpasi primitus.
Rasional : Penurunan getarn fibrasi  diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak
e.       Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional : Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
3.      Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  dispneu, kelemahan, anoreksia, mual muntah.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan  mempertahankan berat badan 
Intervensi :
a.       Kaji kebiasaan diit ,catat derajat kesulitan makan
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispneu, produksi sputum.
b.      Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus  menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
c.       Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat
Rasional : Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea.
d.      Hindari makan yang sangat panas dan dingin 
Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk
e.       Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi  keadekuatan rencana nutrisi.
f.       Kolaborasi   dengan ahli gizi / nutrisi. 
Rasional : Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal  dengan upaya minimal pasien  /penggunaan  energi 
4.      Resiko infeksi 
Kriteria hasil :
a.       Mengidentifikasi  intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
b.      Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
a.       Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
b.      Observasi warna ,bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning atau kehijauan menujukkan adanya infeksi    paru. 
c.       Dorong kesimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan kesimbangan oksigen dan      memperbaiki pertahan pasien terhadapa infeksi, peningkatan penyembuhan .
d.      Diskusi masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.       Kolaborasi pemeriksaan sputum.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab  dan   kerentanan terhadap anti microbial
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya.
Kriteria hasil : Nyatakan atau pemahaman kondisi atau proses penyakit.
Intervensi :
a.       Jelaskan proses penyakit individu.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan 
b.      Berikan latihan atau batuk efektif
Rasional : Pernafasan bibir dan nafas abdomen / diagframatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan  kolaps jalan nafas.
c.       Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan  untuk menghentikan rokok.
Rasional : Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan  PPOM 
d.      Diskusi pentingnya mengikuti perawatan medik ( Foto Thoraks dan kultur sputum )
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuata program therapy.
e.       Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk pasien
Rasional : Menurunkan resiko kesalahan penggunaan  oksigen  dan komplikasi lanjut.
2.4 Implementasi
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a.       Tindakan keperawatan mandiri
b.      Tindakan keperawatan kolaboratif
c.       Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )
2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi disesuaikan dengan diagnosa dan intervensi yang telah ditentukan.




BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen(pus) di dalam rongga pleura. Awalnya, cairan peleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi stadium fibroporulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Meskipun empiema sering kali merupakan komplikasi dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat. ( Irman Somantri, 2007)

3.2          Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.












DAFTAR PUSTAKA

Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC Jakarta.
http://sidikharipriono.wordpress.com/2011/11/01/empiema-paru/ Diakses tanggal    20 Desember 2011 jam 09.02
http://www.dr-thia.com/2011/01/empiema-paru.html Diakses tanggal 20 Desember 2011 jam 09.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)