Jumat, 16 Desember 2011

POST OPERASI TUMOR OTAK


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. Meningkatnya teknik pencitraan, pencahayaan dan pembesaran yang telah di buat memungkinkan mendapat gambaran tiga dimensi daerah yang di operasi. Alat-alat bedah mikro diperkenankan digunakan untuk memisahkan jaringan yang sulit tanpa trauma. Sistem diseksi ultrasonik memungkinkan otak tertentu dan tumor medula spinalis diangkat dengan cepat dan tepat. Probe ditempatkan di dalam jaringan otak untuk radiasi interstisial, hipertermia atau kemoterapi. Bahan penjahit lebih kecil dari sehelai rambut, yang digunakan untuk menjahit syaraf-syaraf kecil dan pembuluh darah dan anastomosis.
Terdapat beberapa gejala / kumpulan gejala yang karakteristik pada penyakit intrakranial yang sering merupakan masalah utama bagi pasien untuk memperoleh pertolongan medis. Gejala / kumpulan gejala tersebut tidak jarang menimbulkan persepsi atau interpretasi yang berbeda di antara yang mengeluh (Pasien). Dengan yang mendengarkannya dalam hal ini tenaga kesehatan. Tidak jarang pula suatu gejala medis tertentu diekspresikan secara berbeda – beda, bergantung latar belakang pendidikan / sosial budaya pasien sehingga diperlukan teknik anamnesis yang spesifik untuk menyamakan persepsi. Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial.

1.2         Rumusan Masalah
1.2.1        bagaimana definisi dari tumor otak dan craniostomy ?
1.2.2        apa saja etiologi dari tumor otak ?
1.2.3        apa saja manifestasi klinis dari tumor otak?
1.2.4        Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien tumor otak ?
1.2.5        Bagaimana pengobatan pada pasien tumor otak ?
1.2.6        Bagaimana komplikasi dari tumor otak ?
1.2.7        Bagaimana asuhan keperawatan post operasi pada tumor otak ?

1.3         Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan kami dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan Post Operasi Tumor Otak.

1.3.2        Tujuan Khusus
a.         Mengetahui definisi dari tumor otak dan craniostomy
b.        Mengetahui etiologi dari tumor otak
c.         Mengetahui manifestasi klinis dari tumor otak
d.        Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien tumor otak
e.         Mengetahui pengobatan pada pasien tumor otak
f.         Mengetahui komplikasi dari tumor otak
g.        Mengetahui asuhan keperawatan post operasi tumor otak

1.4         Manfaat
Dengan selesainya makalah yang kami buat, kami harap mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti dan memahami tentang penyakit kanker laring, serta mahasiswa dan mahasiswi dapat menerapkan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1        Definisi
2.1.1        Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.
2.1.2        Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica
2.1.3        Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
2.1.4        Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi kompleks akibat fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi pasca atau post operasi ini, perawat mengandalkan informasi yang berasal dari hasil pengkajian keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki klien tentang prosedur pembedahan dann hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini membantu perawat mendeteksi adanya perubahan.
2.1.5        Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.











2.2        Etiologi
Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma, berasal dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik

2.3        Manifestasi Klinik
2.3.1        Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)
a.       Sakit kepala
b.      Nausea atau muntah proyektit
c.       Pusing
d.      Perubahan mental
e.       Kejang

2.3.2        Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak
    1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema.
    2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
    3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
    4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
    5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi.
    6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
    7. Perubahan dalam seksual

2.4        Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan :
2.4.1        CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.











2.4.2        MRI membantu mendiagnosis tumor potak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis.

2.4.3        Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
2.4.4        Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.












2.4.5        EEG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.


















2.5        Pengobatan
2.5.1        Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumornya dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
a.    Operasi
Untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor,  ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang  tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.

Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala.

Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.

b.    Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery strereotatic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya.

2.5.2        Radiasi/Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
a.    Beberapa bentuk terapi radiasi :
1.      Fraksinasi: Radioterapi biasanya diberikan lima hari seminggu selama beberapa minggu. Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu melindungi jaringan sehat di daerah tumor.
2.      Hyperfractionation: Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua atau tiga kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari.

Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit (seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan kejang (gejala nekrosis radiasi).

2.5.3        Kemoterapi
Kemoterapi, yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Untuk beberapa pasien dengan  kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel kankernya.
Efek samping dari kemoterapi, antara lain: mual dan muntah, sariawan, kehilangan nafsu makan, rambut rontok, dan banyak lainnya. Untuk menangani efek samping dari kemoterapi, diskusikan hal ini dengan dokter Anda.

a.         Sitostatika
INDIKASI ANTI KANKER
GOLONGAN OBAT
INDIKASI
I. ALKILATOR
Mekloretamin


Siklofosfamid





Ifosfamid

Melfalan


Klorambusil



Trietilenmelamin (TEM)



Trietilentiofosforamid (Thiotepa)



Prokarbazin

Busulfan

Karmustin (BCNU)




Lomustin (CCNU)



Semustin (metal CCNU)




Streptozosin

Sisplatin


Karboplatin

Oksaliplatin

Penyakit Hodgkin, limfosarkoma karsinoma mama dan karsinoma ovarium

Leukemia limfositik kronik, penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, mieloma multiple, neuroblastoma, tumor payudara, ovarium, paru, cervix, testis, jaringan lunak, tumor Wilm

-

Mieloma multiple, kanker payudara, ovarium

Leukemia limfositik kronik, penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin, makroglobulinemia primer

Penyakit Hodgkin, limfosarkoma,  retinoblastoma, tumor payudara dan ovarium

Penyakit Hodgkin, limfosarkoma,  retinoblastoma, tumor payudara dan ovarium

limfoma Hodgkin

Leukemia mielositik kronik

Penyakit Hodgkin yang refrakter terhadap pengobatan, melanoma malignum, mieloma multiple (kombinasi dengan prednisone)

Karsinoma paru dan kolorektal, limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin dan karsinoma renal

Karsinoma paru Lewis, melanoma malignum, tumor otak metastatik, Penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin dan eoplasma saluran cerna

Karsinoma pancreas

Kanker testis, ovarium, buli-buli, esophagus, paru, kolon

-

-
II.    ANTIMETABOLIT
5- fluorourasil (5FU)





6-Azauridin

Floksuridin (FUDR)



Sitarabin

Fludarabin


Gemsitabin

6-Merkaptopurin



6-Tioguanid (T6)

Metotreksat



pemetrexed

Kanker payudara, kolon, esophagus, leher dan kepala
Leukemia limfositik dan mielositik akut, limfoma non-Hodgkin


Mikosis fungoides, polisitemia vera

Leukemia limfositik akut dan kronik, leukemia granulositik akut dan kroniik, koriokarsinoma

-

Hairy cell leucimia, Leukemia limfositik kronik, limfoma non-Hodgkin sel kecil

Kanker paru, pancreas dan ovarium

Leukemia limfositik akut dan kronik, leukemia mieloblastik akut dan kronik, koriokarsinoma

-

Leukemia limfositik akut, koriokarsinoma, kanker payudara, leher dan kepala, paru, buli-buli, sarcoma osteogenik

Mesotelioma, kanker paru
III. PRODUK ALAMIAH
Vinkristin (VCR)



Vinblastin (VLB)


Vinorelbin

Paklitaksel


Dosetaksel

Etoposid



Teniposid

Irinotekan


Topotekan

Daktinomisin (aktinomisinD)


Antrasiklin :
Daunorubisin
Doksorubisin
Mitramisin




Antrasenedion :
Mitoksantron


Bleomisin



Mitomisin C

L-asparaginase

Leukemia limfositik akut, neuroblastoma, tumor Wilms, rabdomiosarkoma, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin

Penyakit Hodgkin, limfosarkoma, koriokarsinoma dan tumor payudara

-

Kanker ovarium, payudara, paru, buli-buli, leher dan kepala

-

Kanker testis, paru, payudara, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, leukemia mielositik akut, sarcoma Kaposi

-

Karsinoma ovarium, karsinoma paru sel kecil, karsinoma kecil

-

Korio-karsinoma, tumor Wilms, testis, rabdomiosarkoma, sarcoma Kaposi

Leukemia limfisitik dan mieloblastik akut
Sarcoma jaringan lunak, sarcoma osteogenik, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, leukemia akut, karsinoma payudara, genitor-urinaria, tiroid, paru, lambung, neuroblastoma dan sarcoma lain pada anak-anak


Leukemia mieloblastik akut, kanker prostate dan payudara

Kanker paru, lambung dan anus
Karsinoma testis, serviks, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin

Kanker lambung

Leukemia limfositik akut
IV. HORMON DAN ANTAGONIS
Prednison



Hidroksiprogesteron kaproat

Medroksiprogesteron asetat

Megestrol asetat

Dietilstilbestrol

Etinil estradiol

Tamoksifen, toremifen

Testosterone propionate

Fluoksimesteron

Flutamid

Mititan, aminoglutetimid


Leuprolid

Anastrozol, letrozol, eksemestan

Leukemia limfositik akut dan kronik, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, tumor payudara

Karsinoma payudara dan endometrium

Tumor endometrium

Tumor endometrium

Karsinoma prostate dan payudara

-

Tumor payudara

Tumor payudara

-

Karsinoma prostate

Karsinoma kortek adrenal, karsinoma payudara

Karsinoma prostate

Karsinoma payudara
V.    LAIN-LAIN
Hidroksiurea



Prokarbazin

Tretinoin

Arsen trioksid

Imatinib


Gefitinib

Bortezumib

Interveron alfa, interleukin 2

Leukemia mielositik kronik, melanoma malignum, polisitemia vera, trombositosis esensial

-

Leukemia promielositik akut

-

Leukemia mielositik kronik, tumor stroma GI, sindrom hiper eosinofilia

Non small cell lung cencer

Mieloma multiple

Hairy cell leukemia, sarcoma Kaposi, melanoma malignum, tumor karsinoid, ginjal. Ovarium, buli-buli, limfoma non-Hodgkin, mycosis fungoides, mieloma multiple, leukemia mielositik kronik.


b.        obat penurun TIK
1.      D-Manitol. C6H14O6
Indikasi : menurunkan TIK yangtinggi karena edema serebral,meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi urine senyawa toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner pada operasi prostat atau operasi transuretral
2.      Pemberian steroid (dexa 4 mg 4x sehari) selama 2-3 hari sebelum operasi sangat efektif untuk menurunkan edema sekitar tumor dan menurunkan TIK.

c.         Antibiotic
Antibiotika diberikan minimal selama enam minggu, dengan atau tanpa pembedahan. Bila belum ada hasil kultur, diberikan dosis tinggi Ampisilin (dewasa : 12 - 24 gram / hari, anak-anak 200 - 300 mg / kg) dan Metronidazole (3 x 1 gram selama lima hari). Pilihan lainnya sebelum ada hasil kultur, dapat dipertimbangkan sesuai fokus infeksi primer, status imunologis penderita dan riwayat alergi terhadap antibiotika

d.        penghilang nyeri
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.

2.6        Komplikasi Post Operasi
2.6.1        Edema cerebral
2.6.2        Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
2.6.3        Hypovolemik syok
2.6.4        Hydrocephalus
2.6.5        Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
2.6.6        Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis
2.6.7        Infeksi
2.6.8        Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1         Pengkajian
3.1.1        primary survey
a.       airway
1.      Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
2.      Potency jalan nafas,
3.      Periksa keadekwatan expansi paru
4.      Periksa kesimetrisan
5.      Auscultasi paru
b.      Breathing
1.      Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2.      Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X /  gangguanà depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal, cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
3.      Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan  efek anathesi yang berlebihan, obstruksi, diafragma, retraksi sternal
c.       Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
1.      Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
2.      Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
3.      Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d.      Disability : berfokus pada status neurologi
1.      Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital.
2.      Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e.       Exposure
1.      Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan.

3.1.2        Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
a.       Abdomen.
1.      Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
2.      Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada gastrointestinal.
b.      Ekstremitas
1.      Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c.       Integumen.
1.      Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d.      Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1.      Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2.      Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3.      Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4.      Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5.      Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6.      Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

3.1.3        Tersiery Survey
a.       Kardiovaskuler
1.      Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
b.      Brain
1.      Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks dalam batas normal.
c.       Blader
1.      Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning kecoklatan.




3.2         Diagnosa Keperawatan
3.2.1        Pola nafas inefektif b/d efek anastesi
3.2.2        Kekurangan volume cairan b/d perdarahan post operasi.
3.2.3        Ganggguan rasa nyaman nyeri b/d luka insisi.
3.2.4        Kerusakan integritas kulit b/d luka insisi.
3.2.5        Gangguan perfusi jaringan b/d pendarahan.

3.3         Intervensi Keperawatan
Pola nafas inefektif b/d efek anastesi
KH : dalam waktu 2 x 24jam pasien merasa :
-          pola nafas efektif
-          hilangnya sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.     pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala
2.     auskultasi suara nafas




3.     observasi frekuensi dab kedalaman pernafasan, otot-otot pernafasan, perluasan rongga dada

4.     letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan

KOLABORASI
1.     berikan tambahan oksigen sesuai dengan kebutuhan





2.     berikan/pertahankan alat bantu pernafasan (ventilator

1.         mencegah obstruksi jalan nafas

2.         kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan
3.         untuk efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan
4.         elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah


1.          untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan O2 yang akan diikat oleh hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi
2.          dilakukan tergantung pada penyebab depresi pernafasan atau jenis pembedahan

Kekurangan volume cairan b/d perdarahan post operasi.
KH : dalam waktu 2 x 24 jam, pasien menyatakan :
-          TTV stabil
-          Palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik
-          Turgor kulit normal
-          Membran mukosa lembab
-          Pengeluaran urine individu normal
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.     Ukur dan catat pemasukan dan  pengeluaran (termasuk cairan GI)




2.     Catat munculnya mual/muntah





3.     Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer




KOLABORASI
1.     Pasang kateter urinarius dengan atau tanpa urimeter sesuai kebutuhan

2.     Berikan antiemitk sesuai kebutuhan


3.     Pantau studi laboratorium, misalnya Hb, Ht. Bandingkan studi darah praoperasi dan pascaoperasi

1.    Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi
2.    Wanita, pasien dengan obesitas dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk perjalanan penyakit memiliki resiko mual/muntah yang lebih tinggi pada pascaoperasi
3.    Kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengidentifikasi penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.

KOLABORASI
1.      Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius secara akurat
2.      Menghilangkan mual/muntah, yang  dapat menyebabkan keseimbangan pemasukkan
3.      Indikator hidrasi/volume.

Ganggguan rasa nyaman nyeri b/d luka insisi.
KH : dalam waktu 2 x 24 jam, hasil yang diharapkan :
-          Pasien menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/hilang
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.    Ulangi rekaman intraoperasi/ruang penyembuhan untuk tipe anastesi dan medikasi yang diberikan sebelumnya



2.    Kaji TTV

3.    Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi



4.    Lakukan posisi sesuai petunjuk, misalnya semi-Fowler ; miring

KOLABORASI
1.      Berikan obat analgesik IV

1.     Munculnya narkotik dan droperidol pada sistem dapat menyebabkan analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan Flouthane dan Ethrane yang tidak memiliki efek analgesik residual
2.     Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan
3.     Ketidaknyamanan mungkin disebabkan/diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral
4.     Mungkin mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan sirkulasi.


1.     Analgesik IV akan segera mencapai pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil

Kerusakan integritas kulit b/d luka insisi.
KH : dalam waktu 3 x 24 jam, hasil yang diharapkan :
-          Mencapai penyembuhan luka
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.     Beri penguatan pada balutan awal/penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat
2.     Secara hati-hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu mengganti
3.     Gunakan sealant kulit sebelum perekat digunakan



KOLABORASI
1.     berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan



2.     irigasi luka; bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan

1.    lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi

2.    mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada luka

3.    menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus

1.     menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka selama periode pasca operasi tertentu
2.     membuang jaringan nekrotik/luka, eksudat untuk meningkatkan penyembuhan

Gangguan perfusi jaringan b/d pendarahan.
KH : dalam waktu 3 x 24jam, hasil yang diharapkan :
-          TTV stabil
-          Adanya denyut nadi perifer yang kuat
-          Kesadaran normal
-          Pengeluaran urinarius individu sesuai
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
1.     Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan (terutama pada pasien yang mendapatkan obat anestesi Fluothane)
2.     Bantu latihan rentan gerak meliputi latihan aktif kaki dan lutut


3.     Cegah dengan menggunakan bantal dibawah lutut.

4.     Pantau TTV; palpasi denyut nadi; catat suhu/warna kulit dan pengisian kapiler

KOLABORASI
1.    Beri cairan IV/produk-produk darah sesuai kebutuhan

1.     Mekanisme vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada kondisi hipotensi

2.     Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko pembentukan trombus
3.     Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis dan menurunkan resiko tromboflebitis
4.     Merupakan indikator volume sirkulasi dan fungsi organ/perfusi jaringan yang adekuat


1.     Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi jaringan


BAB 4
PENUTUP

4.1         Kesimpulan
4.1.1   Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak
4.1.2   Pengobatan tumor otak adalah pembedahan, radiasi dan kemoterapi
4.1.3   Komplikasi yang bisa terjadi pada post operasi adalah Edema cerebral, Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral, Hypovolemik syok, Hydrocephalus, Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus), Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis, Infeksi, Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.






DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2002. Encana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta : EGC

Fak Kedokteran UI. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FAK Kedokteran UI

Radit. 2009. Asuhan Keperawatan Tumor Otak. http://radit11.wordpress.com/2009/04/14/6/ diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 04 : 30 pm)

http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=33922 diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 04 : 10 pm)

2 komentar:

  1. huh ngeri juga, but thx atas pengetahuannya ,, istriku akan menjalani bedah kepala karna tumor otak sebesar 2 cm, kira2 berapa cm batok kepala yg di buka?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2 pak

      tergantung letak tumornya berada dimana
      terus terang saya belum tau pasti tentang berapa cm yang harus dibuka karena saya juga masih belajar
      maaf jika penjelasan saya kurang bisa membantu

      semoga istri bapak cepat sembuh
      :)

      Hapus

terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)