BAB
2
DIABETES
MELITUS
2.1
Anatomi dan Fisiologi
Pankreas
merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata-rata 60 sampai 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini
sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau
Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total
pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau
berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan
yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel
utama, yaitu :
1. Sel – sel A
( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2. Sel – sel B
( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D
( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing –
masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan.
Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada
tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin
merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada
5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di
sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat
cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar
glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama
insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak
2.2
Definisi DM
Diabetes
Melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan
kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormon insulin, menurunnya efek insulun
atau keduanya. (Kowalak, 2011)
Diabetes
Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Diabetes
Melitus adalah penyakit kronik yang komplek yang dikarakteristikan dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan perkembangan dari
mikrovaskuler (kental kapiler),arterisklerosis, makrovaskuler komplikasi dan
neuropatik. (Subhan, 2003)
2.2.1 Klasifikasi
a.
DM tipe 1 : insufisiensi absolut
insulin.
Biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun (meskipun dapat terjadi pada semua usia)
b.
DM tipe 2 : resistensi insulin yang
disertai defek sekresi insulin dengan derajat bervariasi
Biasanya
terjadi pada dewasa yang obese diatas usia 40tahun dan diatasi dengan diet
serta latihan bersama pemberian obat-obat antidiabetes oral meskipun terapinya
dapat pula meliputi pemberian insulin. (Kowalak, 2011)
c. Diabetes
kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil
Orang yang mengalami
abnormalitas glukosa/gangguan selama hamil.
Tidak termasuk DM bila selama hamil dapat diketahui.
d. DM
Malnutrisi: sangatmembutuhkan insulin timbul ketoacidosis.
2.3
Etiologi DM
DM mempunyai
etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi
insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan
sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2. Faktor
– faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan
sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan
insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang
responsir terhadap insulin.
5. Kehamilan
2.4
Patofisiologi DM
Sebagian besar gambaran patologik dari
DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1. Berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding
pembuluh darah.
3. Berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh.
Pada individu yang
secara genetik rentan terhadap DM tipe 1, kejadian pemicu yakni kemungkinan
infeksi virus, akan menimbulkan produksi autoantibodi terhadap sel-sel beta
pankreas. Destruksi sel beta yanng diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi
insulin dan akhirnya kekurangan hormon insulin. Defisiensi insulin
mengakibatkan keadaan hiperglikemia, peningkatan lipolisis (penguraian lemak)
dan katabolisme protein. Karakteristik ini terjadi ketika sel-sel beta yang
mengalami destruksi melebihi 90%.
DM tipe 2 merupakan
penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor berikut : kerusakan
sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat di dalam hati atau penurunan
sensitivitas reseptor insulin perifer. Faktor genetik merupakan hal yang
signifikan dan awitan diabetes dipercepat oleh obesitas serta gaya hidup
sedentari (sering duduk). Sekali lagi stres tambahan dapat menjadi faktor
penting.
Diabetes gaestasional
terjadi ketika seorang wanita yang sebelumnya tidak didiagnosis sebagai
penyandang diabetes memperlihatkan intoleransi glukosa selama kehamilannya. Hal
ini dapat terjadi jika hormon-hormon plasenta melawan balik kerja insulin
sehingga timbul resistensi insulin. Diabetes kehamilan merupakan faktor risiko
yang signifikan bagi terjadinya diabetes melitus tipe 3 di kemudian hari
Pasien – pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa
yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
2.5
Faktor lingkungan
|
DIABETES MELITUS
|
↑ lipolisis
|
↑ katabolisme protein
|
↑ asam amino dan
glikoneogenesis
|
Defisiensi insulin
|
↓ambilan glukosa
|
herediter
|
G3n sistem imun
|
obesitas
|
kehamilan
|
Kelainan sel beta pankreas
|
Kegagalan sel beta melepas
insulin
|
DM TIPE 1
|
obesitas
|
KH dan gula berlebihan
|
autoimunitas
|
Intoleransi glukosa
|
Resistensi insulin
|
Pembentukan sel antibodi
antipankreas
|
Reseptor insulin <
|
Hormon plasenta melawan
balik kerja insulin
|
G3n kepekaan
|
Kerusakan sel-sel penyekresi
insulin
|
DM TIPE 2
|
DM GAESTASIONAL
|
glukosuria
|
Tubulus renalis tdk dpt
menyerap semua glukosa
|
diuresis osmotik
|
Tdk dpt mempertahankan kadar
glukosa plasma
|
Poliuri
|
polidipsi
|
dehidrasi
|
Kekurangan volume cairan
|
Glukosa keluar bersama urine
|
Keseimbangan protein negatif
|
BB ↓
|
Polifagia
|
Perubahan nutrisi < dari kebutuhan
|
Berkurangnya penggunaan KH
utk energi
|
Energi <
|
Glukosa ↑
|
Penglihatan kabur
|
Cepat lelah
|
G3n penglihatan
|
aterosklerosis
|
Risiko tinggi thd perubahan
sensori persepsi
|
kelelahan
|
Penebalan membran basalis
|
makroangiopati
|
Penyumbatan pembuluh dara
besar
|
mikroangiopati
|
Perubahan saraf perifer
|
Bercak gangreng kecil
|
Perubahan atrofi kulit
|
ulserasi
|
Risiko infeksi
|
gangreng
|
Gangguan perfusi jaringan
|
Aliran darah <
|
Gangguan integritas jaringan
|
kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya
|
Kurangnya pengetahuan
|
2.6
Tanda dan Gejala DM
1. Poliuri
dan polidipsia yang disebabkan oleh osmolalitasserum yang tinggi akibat kadar
glukosa serum yang tinggi
2. Anoreksia
(sering terjadi) atau polifagia (kadang-kadang terjadi)
3. Penurunan
berat badan
4. Sakit
kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang dan gangguan pada
kinerja sekolah serta pekerjaan
5. Mual,
diare, atau konstipasi akibat dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
ataupun neuropati otonom
6. Infeksi
atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya; rasa gatal pada kulit
7. Gangguan
penglihatan serta penglihatan kabur, akibat pembengkakan yang disebabkan
glukosa
8. Gangguan
rasa nyaman nyeri pada abdomen neuropati otonom yang menimbulkan gastroparesis
dan konstipasi
9. Kesemutan
akibat kerusakan jaringan saraf
2.7
Komplikasi
1. Penyakit
mikrovaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dan neuropati
2. Dislipedimia
3. Penyakit
makrovaskuler termasuk penyakit arteri koroner, arteri perifer, dan arteri
serebri
4. Ketoasidosis
diabetik
5. Sindrom
hiperosmoler hiperglikemik nonketotik
6. Kenaikan
berat badan yang berlebihan
7. Ulserasi
kulit
8. Gagal
ginjal kronis
2.8
Pemeriksaan Diagnostik DM
Pada
dewasa dan wanita tidak hamil, penegakan diagnosis DM dilskuksn berdasarkan dua
dari sejumlah kriteria berikut ini, yang diperoleh dengan selang waktu lebih
dari 24 jam dengan menggunakan tes yang sama sebanyak dua kali atau kombinasi
tes-tes ini
1. Kadar
glukosa plasma sebesar 126 mg/dl atau lebih sedikitnya pada dua kali
pemeriksaan
2. Gejala
khas yang menunjukkan diabetes tak-terkontrol dan kadar gula darah sewaktu 200
mg/dl atau lebih
3. Kadar
glukosa darah 200 mg/dl atau lebih dua jam setelah mengkonsumsi 75 gram
dekstrosa per oral.
Diagnosis
diabetes melitus dapat pula didasarkan pada :
1. Retinopati
diabetik pada pemeriksaan oftalmologi
2. Tes
diagnosis serta pemantauan lain, termasuk urinalisis untuk mendeteksi aseton,
dan pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi/HbA1c (yang mencerminkan kontrol
glikemia selama dua hingga tiga bulan terakhir)
2.9
Penatalaksanaan DM
Terapi
yang efektif bagi semua tipe diabetes akan mengoptimalkan kontrol glukosa darah
dan mengurangi komplikasi.
2.9.1 Penanganan
DM tipe 1 meliputi :
a. Terapi
sulih insulin, perencanaan makan dan latihan fisik (bentuk terapi insulin yang
mutakhir meliputi penyuntikan preparat mixed
insulin, split-mixed, dan penyuntikan insulin reguler (RI) lebih dari satu
kali perhari serta penyuntikan insulin subkutan yang kontinyu)
b. Transplantasi
pankreas (yang kini memerlukan terapi imunosupresi yang lama)
2.9.2 Penanganan
DM tipe 2 meliputi :
a. Obat
antidiabetik oral untuk menstimulasi produk insulin endogen, meningkatkan
sensitivitas terhadap insulin pada tingkat seluler, menekan glukoneogenesis
hepar, dan memperlambat absorpsi karbohidrat dalam traktus GI (dapat
mengguanakan kombinasi obat-obat tersebut)
2.9.3 Penanganan
DM Kehamilan
a. Terapi
gizi medik
b. Suntikan
insulin jika kadar glukosa tidak bisa dicapai dengan diet
c. Konseling
pascapartum untuk menghadapi risiko tinggi diabetes pada kehamilan berikut dan
diabetes tipe 2 di kemudian hari
d. Latihan
teratur dan pencegahan kanaikan berat badan untuk membantu mencegah DM tipe 2
2.10 Prinsip
Etika Keperawatan
Etika
berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang
untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum
tindakan tersebut dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan
benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan
kesehatan dan keperawatan yaitu :
1.
Otonomi (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti
prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan
menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara
holistik.
2.
Beneficience (do good)
Beneficence berarti melakukan
yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu
mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
3.
Justice (perlakuan adil)
Perawat hendaknya mengambil
keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.
4.
Non maleficience (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas
yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini
adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat
berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak
disengaja.
5.
Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia
terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.
Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan
kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur,
tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.
7.
Moral right
Hak-hak klien harus dihargai
dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan,
privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri
2.11 Asuhan
Keperawatan
2.11.1 Pengkajian
a.
Anamnesa
1. Identitas
penderita
Meliputi nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku
bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan
Utama
Adanya rasa kesemutan
pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3. Riwayat
kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya
luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
4. Riwayat
kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit
DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat
kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga
biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.
6. Riwayat
psikososial
Meliputi informasi
mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita
b.
Pemeriksaan
fisik
1. Status
kesehatan umum
Meliputi keadaan
penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda
vital.
2. Kepala
dan leher
Kaji bentuk kepala,
keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging,
adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem
integumen
Turgor kulit menurun,
adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di
daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem
pernafasan
Adakah sesak nafas,
batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
5. Sistem
kardiovaskuler
Perfusi jaringan
menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
6. Sistem
gastrointestinal
Terdapat polifagi,
polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem
urinary
Poliuri, retensio
urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8. Sistem
muskuloskeletal
Penyebaran lemak,
penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem
neurologis
Terjadi penurunan
sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi
c.
Pemeriksaan
laboratorium
1. Pemeriksaan
darah
2. Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
3. Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4. Kultur
pus
Mengetahui jenis kuman
pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman
2.11.2 Diagnosa
Keperawatan
a. Kekurangan
volume cairan b/d diuresis osmotik
b. Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan insulin
c. Gangguan
perfusi jaringan b/d melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
d. Gangguan
integritas jaringan b/d adanya gangren pada ekstrimitas
e. Kelalahan
b/d penurunan produksi energi
f. Risiko
tinggi terhadap infeksi b/d perubahan pada sirkulasi
g. Risiko
tinggi terhadap perubahan sensiri persepsi b/d peningkatan glukosa
h. Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b/d
kurangnya informasi
2.11.3 Rencana
Intervensi
a. Kekurangan
volume cairan b/d diuresis osmotik
Tujuan : tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
1. Hidrasi
adekuat
2. TTV
normal
3. Turgor
kulit baik
Rencana tindakan
1. Pantau
TTV, catat adanya perubahan
R/ hipovolemi dapat
dimanifestasikan atau hipotensi, takikardia.
2. Suhu,
warna kulit atau kelembabannya
R/ meskipun demam,
menggigil dan diaforesis merupakan hal umum, terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi
3. Timbang
berat badan setiap hari
R/ memberikan hasil
pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti
4. Pasang/pertahankan
lateter urine tetap terpasang
R/ memberikan
pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran keluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan gangguan kantung kemih
b. Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan insulin
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat
badan dan tinggi badan ideal
2. Pasien
mematuhi dietnya.
3. Kadar
gula darah dalam batas normal.
4. Tidak
ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji
status nutrisi dan kebiasaan makan.
R/ Untuk mengetahui
tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan
dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan
pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R/ Kepatuhan terhadap
diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang
berat badan setiap seminggu sekali.
R/ Mengetahui
perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi
perubahan pola makan.
R/ Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5. Kerja
sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
R/ Pemberian insulin
akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah
menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan
mencegah komplikasi
c. Gangguan
perfusi jaringan b/d melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan
sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1. Denyut
nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna
kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3. Kulit
sekitar luka teraba hangat.
4. Oedema
tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5. Sensorik
dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi
R/ dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan
tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung
( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki,
hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
R/ meningkatkan
melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan
tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik
relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
4. R/
kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
5. Kerja
sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
6. R/
pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren
d. Gangguan
integritas jaringan b/d adanya gangren pada ekstrimitas
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1. Berkurangnya
oedema sekitar luka
2. pus
dan jaringan berkurang
3. Adanya
jaringan granulasi.
4. Bau
busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
R/ Pengkajian yang
tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Rawat
luka dengan baik dan benar :
membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif,
angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
R/ merawat luka dengan
teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan
merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
R/ insulin akan
menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis
kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk
mengetahui perkembangan penyakit
e. Kelalahan
b/d penurunan produksi energi
Tujuan : memperbaiki aktivitas pasien
Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan
peningkatan tingkat energi
2. Menunjukkan
perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Rencana tindakan
1. Diskusikan
dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
R/ pendidikan dapat
memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien
mungkin sangat lemah
2. Berikan
aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup
R/ mencegah kelelahan
berlebihan
3. Pantau
nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas
R/ mengindikasikan tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis
4. Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
R/ pasien akan dapat
melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi setiap
kegiatan
f. Risiko
tinggi terhadap infeksi b/d perubahan pada sirkulasi
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi
(sepsis).
Kriteria Hasil :
1. Tanda-tanda
infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda
vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,50C )
3. Keadaan
luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji
adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
R/ Pengkajian yang
tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Anjurkan
kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama
perawatan.
R/ Kebersihan diri yang
baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman
3. Lakukan
perawatan luka secara aseptik.
R/ untuk mencegah
kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan
pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
R/ Diet yang tepat,
latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang
tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi
penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
R/ Antibiotika dapat
menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah
sehingga proses penyembuhan.
g. Risiko
tinggi terhadap perubahan sensori persepsi b/d peningkatan glukosa
Tujuan : mempertahankan tingkat mental
Rencana Tindakan
1. Pantau
TTV dan status mental
R/ sebagai dasaruntuk
membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi
fungsi mental
2. Jadwalkan
intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien
R/ meningkatkan tidur,
menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir
3. Evaluasi
lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi
R/ edema/lepasnya
retina, hemoragis, katarak atau paralisis otot ekstraokuler sementara
mengganggu penglihatan
4. Berikan
tempat tidur yang lembut
R/ meningkatkan rasa
nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas.
h. Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b/d
kurangnya informasi
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang
jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien
mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien
dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji
tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
R/ Untuk memberikan informasi
pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau
pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2. Kaji
latar belakang pendidikan pasien.
R/ Agar perawat dapat
memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat
dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3. Jelaskan
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ Agar informasi dapat
diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman
4. Jelasakan
prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
R/ Dengan penjelasdan
yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan
lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan
gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
R/ gambar-gambar dapat
membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan
2.11.4 Implementasi
Implementasi
adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat
dengan selalu memperhatikan keamanan
fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang
meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien
2.11.5 Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat
mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.
Berhasil : prilaku pasien sesuai
pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.
Tercapai sebagian : pasien menunujukan
prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.
Belum tercapai. : pasien tidak mampu
sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan
tujuan
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad. 2011. Pengkajian Umum Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. http://databasedemokrasi.blogspot.com/2011/08/pengkajian-umum-klien-dengan-gangguan.html
Anonymus. 2011. Pemeriksaan Diagnostik Sistem Endokrin. http://requestartikel.com/pemeriksaan-diagnostik-sistem-endokrin-201010116.html
Carpenito, Lynda Juall.
1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
edisi 6. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta :
EGC
Kowalak, P. Jennifer.
2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta
: EGC
Pranata. 2012. Pengkajian Umum Sistem Endokrin. http://aianpramadhan.blogspot.com/2012/03/pengkajian-umum-sistem-endokrin.html
Smeltzer, Suzanne C,
Brenda G bare. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta :
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)