BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem endokrin dalam kaitanya dengan system syaraf,
mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua system ini bersama-sama
bekarja untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain berhubungan,
namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar
hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural) jika keduanya dihancurkan atau di ikat, maka
fungsi dari kedua ginjal ini sebagian diambil alih oleh system syaraf. Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu
eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melapaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh, seperti
kulit atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal.Kelenjar endokrin
termasuk hepar, pancreas (kelenjar eksokrin dan endokrin),
payudara kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya kelenjar endokrin langsung
melepaskan ekskresi langsung kedalam darah. Kelenjar endokrin termasuk :
1. pulau lagerhans pada pancreas
2. gonad (ovarium dan testis)
3. kelenjar adrenal, hipofise,tiroid
dan paratiroid serta timus.
Infusiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder.
Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam
setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau hanya
sel-sel tertentu, terbatas pada suatu subset sel-sel hipofise anterior (mis: hipogonadisme sekunder
terhadap defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofiseposterior (mis:
diabetes insipidus).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
anatomi dan fisiologi pada hipofise posterior ?
2. Bagimana hormone yang dihasilkan hipofise
posterior ?
3. Bagaimana manifestasi dari
hipofungsi dan hiperfungsi ?
4. Bagaimana definisi dari ADH dan
oksitosin ?
5. Bagaimana patofisiologi dan WOC ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada
gangguan lobus posterior ?
1.3
Tujuan
a.
Tujuan umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
mengenai asuhan keperawatanpada klien dengan gangguan kelenjar hipofise yaitu dengan hipopituitari posterior seperti diabetes
insipidus dan SIADH.
b.
Tujuan Khusus
Penulisan makalah ini mempunyai
tujuan khusus yaitu:
1. Untuk mengetahui anatomi dan
fisiologi pada hipofise posterior
2. Untuk mengetahui hormone yang
dihasilkan hipofise posterior
3. Untuk mengetahui manifestasi dari
hipofungsi dan hiperfungsi
4. Untuk mengetahui definisi dari ADH dan oksitosin
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan lobus
posterior
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat membantu
mahasiswa untuk lebih mendalami tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan kelenjar pituitari yaitu dengan hipopituitari posterior seperti
diabetes insipidus dan SIADH.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hipotalamus dan Kelenjar
Hipofisis Posterior
Kelenjar
hipofisis posterior terutama terdiri atas sel-sel glia yang disebut pituisit.
Namun, pituisit ini tidak mensekresi hormon, sel ini hanya bekerja sebagai
struktur penunjang bagi banyak sekali ujung-ujung serat saraf dan bagian
terminal akhir serat dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan
nukleus paraventrikel hipotalamus.
Jaras saraf ini
berjalan menuju ke neuro hipofisis melalui tangkai hipofisis, bagian akhir
saraf ini merupakan knop bulat yang mengandung banyak granula-granula
sekretonik, yang terletak pada permukaan kapiler tempat granula-granula
tersebut mensekresikan hormon hipofisis posterior berikut: Hormon antidiuretik
(ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin yaitu senyawa oktapeptida yang merupakan
produk utama hipofise posterior.
Memainkan peranan fisiologik yang penting
dalam pengaturan metabolisme air. Hormon antidiuretik (ADH) dalam jumlah
sedikit sekali, sekecil 2 nanogram, bila disuntukkan ke orang dapat menyebabkan
anti diuresis yaitu penurunan ekskresi air oleh ginjal. Stimulus yang lazim
menimbulkan ekskresi ADH adalah peningkatan osmolaritas plasma. Dalam keadaan
normal osmolaritas plasma dipertahankan secara ketat sebesar 280 mOsm/kg
plasma. Kalau terjadi kehilangan air ekstraselular, osmolaritas plasma akan
meningkat shingga mengaktifkan osmoreseptor, kemudian sinyal untuk pelepasan
ADH, peningkatan osmolaritas plasma juga merangsang pusat rasa haus yang secara
anatomis berdekatan / berhubungan dengan nukleus supraoptikus.
Kerja ADH untuk
mempertahankan jumlah air tubuh terutama terjadi pada sel – sel ductus
colligens ginjal. ADH mengerahkan kemampuannya yang baik untuk mengubah
permeabilitas membran sel epitel sehingga meningkatkan keluarnya air dari
tubulus ke dalam cairan hipertonik diruang pertibuler / interstisial. Aktifitas
ADH dan rasa haus yang saling terintigritas itu sangat efektif untuk
mempertahankan osmolaritas cairan tubuh dalam batas – batas yang sangat sempit.
2.2
Hormon yang Dihasilkan
2.2.1 Hormon Hipofisi
Posterior
Vasopresin dan OksitosinHormon peptida vasopresin dan
oksitosin disintesis di nucleussupraopticus dan paraventricularishypothalami.
Akson dari neuron di nukleus-nukleus ini membentuk hipofisis posterior, tempat
hormon-hormon peptida ini disimpan. Karena itu, untuk memicu pelepasan
vasopresin atau oksitosin, setterpisah releasing factor hipotalamus tidak
diperlukan.
a. Vasopresin (ADH)
Respon terhadap peningkatan ringan osmolalitas darah,
“osmostat” hipotalamus bereaksidengan memicu rasa haus, pada saat yang sama,
menyebabkan pelepasan vasopresin. Vasopresinmeningkatkan jumlah kanal air aktif
di membran sel ductus colligens ginjal sehingga air bebas dapat dihemat. Hal
ini meningkatkan kepekatan urine. Penghematan air bebas dan stimulasi rasa haus
memiliki efek akhir berupa koreksi perubahan ringan osmolalitas darah.
Vasopresin berikatan dengan sedikitnya tiga kelas reseptor.
Salah satu kelas resptor vasopressin ditemukan otot polos. Efek utama resptor
ini adalah memicu vasokontriksi. Reseptor V2 dijumpai dikortikotrop,
dan reseptor ini berperan meningkatkan sekresi ACTH. Kelas resptor yang lain (V2)
ditemukan di nefron distal di ginjal; fungsi utamanya adalah memerantarai efek
vasopresin terhadaposmolalitas. Karena efeknya yang diperantarai oleh reseptor
V2 ini, vasopresin juga dikenal sebagai hormon antidiuretik (ADH).
Hubungan diantara gaya osmotik, volume, dan sekresi
vasopressin diilustrasikan. Meskipun fungsi utama vasopresin adalah
mempertahankan osmolalitas darah, sekresihormon ini juga ditingkatkan oleh
penurunan tajam volume intravaskular. Hal ini membantu aldosterone meningkatkan
volume intravaskular, meskipun dengan pengorbanan berupa penurunan osmolitas. Kombinasi vasokontriksi perifer dan
retensi air yang diperantarai oleh ADH (dalam keadaan hipotensimeskipun
osmolaritas normal atau rendah) dapat dipahami sebagai suatu cara yang
dilakukan olehtubuh untuk mempertahankan perfusi dalam menghadapi dafisit
volume intravaskular yang besar,bahkan ketika volume dan komposisi osmolar
darah tidak ideal.
Pelepasan ADH dipengaruhi keadaan kurang cairan / dehidrasi.
Sel targetnya adalah tubulus dan arteriol.berfungsi :
1) meningkatkan TD
2) meningkatkan absorsi di tubulus
distal
3) menurunkan krja otot saluran GI
4) meningkatkan
penahanan air oleh ginjal
Hormon ini membantu tubuh menahan
jumlah air yang memadai. Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di
jantung, paru-paru. Otak dan aorta, mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa
untuk menghasilkan lebih banyak hormon antidiuretik. Kadar elektrolit (misalnya
natrium, klorida dan kalium) dalam darah harus dipertahankan dalam angka
tertentu agar sel-sel berfungsi secara normal. Kadar elektrolit yang tinggi
(yang dirasakan oleh otak) akan merangsang pelepasan hormon antidiuretik.
Pelepasan hormon antidiuretik juga
dirangsang oleh nyeri, stress, olah raga, kadar gula darah yang rendah,
angiotensin, prostaglandin dan obat-obat tertentu (misalnya klorpropamid,
obat-obat kolinergik dan beberapa obat yang digunakan untuk mengobati asma dan
emfisema).
Alkohol, steroid tertentu dan beberapa zat lainnya
menekan pembentukan hormon antidiuretik. Kekurangan hormon ini menyebabkan
diabetes insipidus, yaitu suatu keadaan dimana ginjal terlalu banyak membuang
air.
b) Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat
aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang
tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah. Hormon ini di beri nama oksitosin
berdasarkan efek fisiologisnya yakni percepatan proses persalinan dengan merangsang
kontraksi otot polos uterus. Peranan fisiologik lain yang dimiliki oleh hormon
ini adalah meningkatkan ejeksi ASI dari kelenjar mammae. Seperti vasopresin, peptida ini
disimpan diujung saraf neuron hipotalaus di hipofisis posterior.Peptida ini
berperan penting dalam kontraksi otot polos uterus dan payudara baik selama
menyusui maupun pada kontraksi rahim sewaktu persalinan.
Factor
|
Meningkatkan Sekresi
|
Menghambat Sekresi
|
Neurogenik
|
Tidur stadium
III dan IV Stress (traumatik, bedah, peradangan,psikis)
Agonis adrenergik-alfa
Antagonis adrenergik-beta
Agonis dopamine
Agonis asetilkolin
|
Tidur REM
Antagonis adrenergik-alfa
Agonis adrenergik-beta
Antagonis Asetilkolin
|
Metabolik
|
Hipoglikemia
Puasa
Penurunan kadar asam lemak
Asam amino
Diabetes melitus tak-terkontrol
UremiaSirosis hati
|
Hiperglikemia
Peningkatan kadar asam lemak
Obesitas
|
Hormonal
|
GNRH
Insulin-like growth factor yang rendah
Estrogen
Glukagon
Vasopresin arginin
|
Somastostatin
Insulin-like growth factor
yang Tinggi
Hipotiroidisme
Kadar glukokortikoid yang tinggi
|
2.3 Manifestasi hipofungsi dan
hiperfungsi
Timbul sesuai dengan gejala kekurangan hormone target organ
yang terutama karenakurangnya fungsi kelenjar gonad, adrenal dan tiroid.
1)
Penurunan BB yang ekstrim.
2)
Kerontokan rambut.
3)
Impotensi
4)
Amenore
5)
Hipometabolisme.
6)
Hipoglikemia.
7)
Hemianopsia bitemporer karena kerusakan kiasma optikum dan
mungkin gangguan saraf otak.
Gejala-gajala lokal lainya karena
tekanan (Biasanya oleh tumor) menimbulkan sakit kepala.
Pelepasan oksitosin dipengaruhi oleh hisapan dan persalinan.
Sel targetnya adalah uterus dan payudara.berfungsi :
1)
menyebabkan kontraksi rahim selama
proses persalinan dan segera setelah
2)
persalinan untuk mencegah perdarahan
3)
merangsang kontraksi sel-sel tertentu
di payudara yang mengelilingi kelenjar susu
Pengisapan puting susu merangsang
pelepasan oksitosin oleh hipofisa. Sel-sel di dalam payudar berkontraksi,
sehingga air susu mengalir dari dalam payudara ke puting susu.
2.4 ADH
dan Oksitosin Dalam Hipofungsi dan Hiperfungsi
2.4.1 ADH
a. Hiperfungsi hormon ADH
Sering kali terjadi akibat
penigkatan pembentukan ADH di hipotalamus, missal, karena stress. Selain itu,
ADH dapat dibentuk secara ektopik pada tumor (terutama small cell carsinoma
bronchus) atau penyakit paru. Hal ini menyebabkan penurunan eksresi air
(oligouria). Konsentrasi komponen urin yang sukar larut dalam jumlah yang
bermakna dapat menyebabkan pembentukan batu urin (urolitiasis). Pada waktu yang
bersamaan terjadi penurunan osmolaritas ekstrasel (hiperhidrasi hipotonik)
sehingga terjadi pembengkakan sel. Hal ini terutama berbahaya jika menyebabkan
edema serebri.
b.Hipofungsi hormon ADH
Terjadi jika pelepasan ADH berkurang, seperti
pada diabetes insipidus sentralis yang diturunkan secara genetic, pada
kerusakan neuron, missal oleh penyakit autoimun, atau trauma kelenjar hipofisis
lainnya. Penyebab eksogen lainnya termasuk alkohol atau pajanan terhadap
dingin. Di sisi lain, ADH mungkin gagal mempengaruhi ginjal, bahkan jika jumlah
yang dieksresikan normal, misal pada kerusakan kanal air, atau jika kemampuan
pemekatan ginjla terganggu, seperti pad defisiensi K+, kelebihan Ca2+,
atau inflamasi medilla ginjal. Penurunan pelepasan ADH atau efek yang timbul
akibat pengeluaran urin yang kurangpekat dalam jumlah besar dan dehidrasi
hipertonik menyebabkan penyusutan sel. Pasien akan dipaksa mengkompensasi
kehilangan air melalui ginjal dengan meminum banyak air (polidipsia). Jika
osmoreseptor dihipotalamus rusak, defisiensi ADH akan disertai dengan
hipodipsia dan dehidrasi hipertonik akan menjadi sangat nyata.
2.4.2 Mekanisme Kerja Oksitosin
Pada otot polos uterus. Mekanisme kerja
dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan kontraksi
otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi
persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan
ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa miliunit
permenit intra vena, rahim yang hamil sudah berkontraksi demikian kuat sehingga
seakan-akan dapat membunuh janin yang ada didalamnya atau merobek rahim itu
sendiri atau kedua-duanya.
Kehamilan akan berlangsung dengan
jumlah hari yang sudah ditentukan untuk masing-masing spesies tetapi faktor
yang menyebabkan berakhirnya suatu kehamilan masih belum diketahui. Pengaruh hormonal
memang dicurigai tetapi masih belum terbukti. Estrogen dan progesterone
merupakan factor yang dicurigai mengingat kedua hormon ini mempengaruhi
kontraktilitas uterus. Juga terdapat bukti bahwa katekolamin turut terlibat
dalam proses induksi persalinan.
Karena oksitosin merangsang
kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk memperlancar persalinan,
tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan sudah aterm. Didalam
uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan aterm
dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada
kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses
persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang
menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor
mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin
merupakan hal penting.
Pada kelenjar mammae . Fungsi fisiologik lain yang kemungkinan besar dimiliki oleh oksitosin adalah merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fungsi fisiologik ini meningkatkan gerakan ASI kedalam duktus alveolaris dan memungkinkan terjadinya ejeksi ASI. Reseptor membran untuk oksitosin ditemukan baik dalam jaringan uterus maupun mammae. Jumlah reseptor ini bertambah oleh pengaruh estrogen dan berkurang oleh pengaruh progesterone. Kenaikan kadar estrogen yang terjadi bersamaan dengan penurunan kadar progester6n dan terlihat sesaat sebelum persalinan mungkin bisa menjelaskan awal laktasi sebelum persalinan. Derivat progesterone lazim digunakan untuk menghambat laktasi postpartum pada manusia.
Pada ginjal. ADH dan oksitosin disekresikan secara terpisah kedalam darah bersama neurofisinnya. Kedua hormon ini beredar dalam bentuk tak terikat dengan protein dan mempunyai waktu paruh plasma yang sangat pendek yaitu berkisar 2-4 menit. Oksitosin mempunyai struktur kimia yang sangat mirip dengan Vasopresin/ADH, sebagaimana diperlihatkan dibawah ini:
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn-
Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Arginin Vasopresin
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn-
Cys-Pro-Lys -Gly-NH2 : Lisin Vasopresin
Cys-Tyr-Lie-Gln-Asn-
Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Oksitosin
Masing-masing hormon ini merupakan senyawa nono apeptida yang mengandung
molekul sistein pada posisi 1 dan 6 yang dihubungkan oleh jembatan S—S.
Sebagian besar binatang menpunyai Arginin Vasopresin, meskipun demikian hormon
pada babi dan spesies lain yang terkait, mempunyai lisin yang tersubtitusi pada
posisi 8. Karena kemiripan structural yang erat tersebut tidaklah mengherankan kalau
oksitosin dan ADH masing-masing memperlihatkan sebagian efek yang sama/tumpang
tindih.
Salah satu efek penting yang tidak diingini pada oksitosin adalah anti
diuresis yang terutama disebabkan oleh reabsorbsi air. Abdul Karim dan Assali
(1961) menunjukan dengan jelas bahwa pada wanita hamil maupun tidak hamil
oksitosin mempunyai aktivitas anti diuresis. Pada wanita yang mengalami
diuresis sebagai akibat pemberian air, apabila diberikan infus dengan 20
miliunit oksitosin permenit, biasnya akan mengakibatkan produksi air seni
menurun. Kalau dosis ditingkatkan menjadi 40 miliunit permenit, produksi air
seni sangat menurun. Dengan dosis yang sama apabila diberikan dalam cairan
dekstorse tanpa elektrolit dalam volume yang besar akan dapat menimbulkan
intoksikasi air. Pada umunnya kalau pemberian oksitosin dalam dosis yang
relatif tinggi dalam jangka waktu yang agak lama maka lebih baik meningkatkan
konsentrasi hormon ini dari pada menambah jumlah cairan dengan konsentrasi
hormon yang rendah . Efek anti diuresis pemberian oksitosin intravena hilang
dalam waktu beberapa menit setelah infus dihentikan. Pemberian oksitosin im
dengan dosis 5-10 unit tiap 15-30 menit juga menimbulkan anti diuresis tetapi
kemungkinan keracunan air tidak terlalu besar karena tidak desertakan pemberian
cairan tanpa elektrolit dalam jumlah besar. Oksitosin dan hormon ADH memiliki
rumus bangun yang sangat mirip , hal ini akan menjelaskan mengapa fungsi kedua
hormon ini saling tumpang tindih. Peptida ini terutama dimetabolisme dihati,
sekalipun eksresi adrenal ADH menyebabkan hilangnya sebagian hormon ini dengan
jumlah yang bermakna dari dalam darah.
Gugus kimia yang penting bagi kerja oksitosin mencakup gugus amino primer
pada sistein dengan ujung terminal –amino: gugus fenolik pada tirosin ; gugus
tiga carboksiamida pada aspa-ragin, glutamin serta glisinamida; dan ikatan
disulfida (s----s). Delesi atau subtitusi gugus ini pernah menghasilkan
sejumlah analog oksitosin. Sebagai contoh penghapusan gugus amino primer bebas
pada belahan terminal residu sistein menghasilkan desamino oksitosin yang
memiliki aktivitas anti diuretika empat hingga lima kali lebih kuat dari pada
aktivitas anti diuretika hormon oksitosin.
Pada pembuluh darah Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik
(ADH) untuk menyebabkan penurunan tekanan darah khususnya diastolik karena
vasodilatasi. Secher dan kawan-kawan (1978) selalu mendapatkan adanya penurunan
tekanan darah arterial sesaat namun cukup nyata apabila pada wanita sehat
diberikan 10 unit bolus oksitosin secara intravena kemudian segera diikuti
kenaikan kardiak autput yang cepat. Mereka juga menyimpulkan bahwa perubahan
henodinamik ini dapat membahayakan jiwa seorang ibu bila sebelumnya sudah
terjadi hipovolemi atau mereka yang mempunyai penyakit jantung yang membatasi
kardiak autput atau yang mengalami komplikasi adanya hubungan pintas dari kanan
kekiri. Dengan demikian maka oksitosin sebaiknya tidak diberikan secara
intravena dalam bentuk bolus, melainkan dalam larutan yang lebih encer, dalam
bentuk infus atau diberikan suntikan intramuskular.
Oksitosin sintetik
Sekresi oksitosin endogenus tidak disupresi oleh mekanisme umpan balik
negatif, ini berarti bahwa oksitosin sintetis tidak akan mensupresi pelepasan
oksitosin endogenus. Oksitosin dapat diberikan intramuskular, intravena,
sublingual maupun intranasal. Pemakaian pompa infus dianjurkan untuk pemberian
oksitosin lewat intravena. Oksitosin bekerja satu menit setelah pemberian
intravena, peningkatan kontraksi uterus dimulai segera setelah pemberian . Waktu
paruh oksitosin diperkirakan berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin
diberikan itravena maka waktu paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3
menit. Data terakhir menyebutkan sekitar 15 menit. Oksitosin akan dieliminasi
dalam waktu 30-40 menit setelah pemberian
Stimulasi uterus dengan oksitosin pada persalinan hipotonik
Perlu
diperhatikan dulu apakah jalan lahir cukup luas untuk ukuran kepala janin dan
apakah kepala janin juga dalam posisi fleksi yang baik, sehingga diameter yang
terkecil kepala janin yang akan menyesuaikan dengan jalan lahir ( diameter
biparietal dan suboccipitobregmatika ). Suatu kesempitan panggul adalah tidak mungkin bila semua criteria dibawah
ini kita jumpai:
a. Konjugata diagonalis normal
b. Bila dinding lateral panggul sejajar
c. Spina ischiadika tidak menonjol
d. Sakrum tidak mendatar
e. Arkus pubis tidak sempit
f. Bagian terendah janin adalah oksiput
g. Bila
dilakukan dorongan pada fundus maka kepala janin akan turun melewati pintu atas
panggul
Jika kriteria
diatas tidak dipenuhi, ,maka pilihannya adalah seksio sesaria. Bila
dipergunakan oksitosin, maka harus dilakukan pengawasan ketat terhadap denyut
jantung janin dan pola kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, lamanya, dan
waktu relaksasi serta hubungannya dengan denyut jantung janin diamati secara
ketat. Bila denyut jantung tidak diawasi terus menerus, maka penting sekali
untuk melakukan pemeriksaan denyut jantung janin segera setelah kontraksi
uterus, dan tidak harus menunggu satu menit atau lebih.
2.5 Patofisiologi dan WOC
2.5.1 Diabetes Inspidus
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang
dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus,
bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut
dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju keujung -
ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif
akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh
rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan
osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang
sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel
duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan
pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat).
Akibatnya,
konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum
biasanya dipertahankan konstan dengan batas yangsempit antara 290 dan 296
mOsm/kg H2O.Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan
pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena berkurang
permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria ataubanyak kencing. Selain
itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan
osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus
lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila
osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya
dengan mensekresi vasopresin yang apabilamasih meningkat akan merangsang pusat
haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
2.5.2 SIADH
Pengeluaran berlanjut dari menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal
dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi
dilusional. alam kondisi hiponatremi menekan renin dan sekresi aldosteron
menyebabkan penurunan Na direabsorbsi tubulus proximal.alam keadaan normal, mengatur
osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan
menyebabkan inhibisi Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan
oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal. Pada pelepasan
berlanjut tanpa control umpan balik, walaupun osmolaritas plasma darahdan
volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada keadaan yang kronik, Na turun
Kalium naik, kadang - kadang terdapat keadaan yang disertai semua kadar
elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya kelainan biokimiawi hanya
hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan korteks kolaps, sel-sel
kolaps yang masih hidup mengalami pembesaran dengan sitoplasma eosinofil. ( Black
dan Matassarin Jacob, 1993).
Kadar natrium serum (dan karenanya osmolalitas) dalam
keadaan normal ditentukan oleh keseimbangan asupan air, penyaluran zat terlarut
oleh ginjal (suatu tahap penting dalam ekskresi air),dan retensi air di tubulus
distal yang diperantarai oleh vasopressin. Penyakit di salah satu dari
factor-faktor keseimbangan normal natrium ini, atau factor yang mengontrolnya,
dan menyebabkan hiponatremia. Hiponatremia terjadi jika besar gangguan melebihi
kapasitas mekanisme homeostasis untuk mengompensasi disfungsi yang terjadi.
Karena itu, peningkatan biasa asupan air umumnya dikompensasi melalui diuresis
air oleh ginjal. Pengecualiannya adalah (1)jika ingesti air berlangsungekstrem
(lebih besar daripada sekitar 18 L yang dapat diekskresikan oleh ginjal) atau
(2) jika penyaluran zat terlarut oleh ginjal terbatas (misalnya pada deplesi
garam) sehingga kemampuan ginjal mengekskresikan air bebas berkurang. Pada
keadaan hipoadrenal, pengeluaran natrium melalui ginjal yang terjadi akibat
ketiadaan aldosteron memiliki dua konsentrasi. Hal yang utama,deplesi volume
akibat pengeluaran natrium ginjal menyebabkan pelepasan vasopressin; meskipun
rangsangan utama untuk sekresi adalah peningkatan osmolaritas plasma, pelepasan
juga dirangasang oleh rendahnya volume intravaskuler.Kedua, berkurangnya
penyaluran zat terlarut ginjal mengganggu kemampuan ginjal untuk mengeluarkan kelebihan
air, pada kasus ketika ingesti air melebihi pengeluaran air melalui rute
non-ginjal.
BAB 3
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Diabetes
Insipidus
3.1.1 Pengertian
Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis.
(Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma
poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang paling sering
dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang disebabkan oleh defisiensi
arginina pada hormon AVP. Jenis kedua
adalah Diabetes insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat
anti-diuretik, seperti AVP.
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh
dalam jumlah yang banyak yangdisebabkan oleh dua hal :
- Gagalnya pengeluaran vasopressin
- Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang
ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu
mekanisme neurohypophyseal renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkoversi air. (zulkiflithamrin.blogspot.com/2007/.../diabetes-insipidus.html ).
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang
terjadi akibat ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air
akibat ketiadaan efek vasopressin. (McPHEE, Stephen :2011).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma
yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi
vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes
insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan
ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat
disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.
3.1.2 Etiologi
Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat
lanjut) trauma kepala, tumor otak atau operasi ablasi, atau penyinaran pada
kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat pula terjadi bersama dengan infeksi system
saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor (misalnya, kelainan
metastatic, limfoma dari payudara dan paru).
Penyebab diabetes insipidus yang lainnya adalah kegagalan
tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, bentuk nefrogenik dari
diabetes insipidus yang berkaitan dengan keadaan hipokalemia, hiperkalsemia dan penggunaan
sejumlah obat (misalnya lithium, demeclocyclin).
Diabetes insipidus disebabkan oleh :
- Penyakit system saraf pusat (diabetes insipidus sentral) yang mengenai sintesis atau sekresi vasopressin
- Penyakit ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) kerena lenyapnya kemampuan ginjal untuk berespons terhadap vasopressin dalam darah dengan menghemat air.
- Pada kehamilan, kemungkinan peningkatan bersihan metabolic vasopressin. Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:
1) Diabetes insipidus sentral
a) Herediter, familia (autosomal
dominan)
b) diopatik
c) Traumatic atau pasca bedah
d) Penyakit neoplasma :
kraniofaringioma, limfoma, meningioma, karsinoma metastatic
e) Penyakit iskemik / hipoksik :sindrom
Sheehan, aneurisma, henti kardiopulmonal, bedah pintasaortocoronaria, syok,
kematian otak.
f) Penyakit granulomatosa :
sarkoidosis, histiositosis X
g) Infeksi : ensefalitisviral,
meningitis bacterial
2) Penyakit autoimun Diabetes insipidus nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik (DIN) adalah diabetes
insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen. DIN dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
a) Herediter, familia (dua tipe)
(1) Penyakit ginjal kronik
(2)
Penyakit ginjal polikistik
(3)
Medullary cystic diseasePielonefretis
(4)
Obstruksi ureteral / Obstruksi pascarenal
(5)
Gagal ginjal lanjut
b) Gangguan
elektrolitHipokalemiaHiperkalsemia
(1)
Obat-obatan : litium, demoksiklin, metoksifluran,
asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen
(2) Penyakit sickle cell
(3) Gangguan diet
(a) Intake air yang berlebihan
(b) Penurunan intake NaCl
(c) Penurunan intake protein
c)
Lain-lain
(1) Multipel myeloma
(2) Amiloidosis
(3) Penyakit Sjogren’s (penyakit
autoimun yang menyerang sel imun sendir).
(4) Sarkoidosis
(5) Kehamilan
Diabetes insipidus nefrogenik dapat bersifat familia /
disebabkan oleh kerusakan ginjal akibatobat. Sindrom mirip diabetes insipidus
dapat terjadi akibat kelebihan mineralokortikoid, kehamilan, dankausa lain.
3) Diabetes insipidus nefrogenik
sejati harus dibedakan dari dieresis osmotic
(dan karenanya,resisten-vasopresin).
Pengikisan gradient osmotic interstitial medulla, yang
diperlukan untuk memekatkan urin, dapat terjadi pada dieresis berkepanjangan
oleh sebab apapun dan mungkin disalah-tafsirkan sebagai diabetes insipidus
sejati. Pada dieresis osmotic dan pengikisan medula, urin bersifat hipertonik / isotonic. Akhirnya,
polidipsia primer ekstrem (meminum air berlebihan, sering akibat gangguan psikiatrik) menyebabkan
pembentukan urin encer dalam jumlah besar dan kadar vasopres sinplasma yang rendah sehingga mirip
dengan diabetes insipidus sejati.
3.1.3 Tanda dan Gejala
Simptoma klinis Diabetes Insipidus sangat mirip
dengan simtoma pada diabetes mellitus, hanyapadaDiabetes
Insipidus tidak terjadi glikosuria, karena Diabetes Insipidus tidak mempunyai simtoma hiperglisemia.
Hiperuria Diabetes Insipidus dapat terjadi
sepanjang waktu. Simptoma lain yang dapat terinduksi berupa demam, diare,
mual, serta risiko dehidrasi dan defisiensi zat potasium, bahkan pada orang dewasa. Gambaran klinis awal diabetes insipidus adalah poliuria yang menetap
di tengah keadaan yangnormalnya menyebabkan berkurangnya pengeluaran urin
(misalnya dehidrasi), disertai rasa haus. Penderita dewasa mengeluh sering
berkemih malam hari hari (nokturia).
Tidak terdapat gejala lain yang muncul jika pasien mampu
mempertahankan asupan air untuk menggantikan kehilangan airnya. Volumeurin yang
dihasilkan jika tidak terdapat vasopresin sama sekali dapat mencapai 10-20
L/hari. Karena itu, jika kemampuan pasien mempertahankan asupan cairan
yang tinggi ini terganggu (misalnya oleh kecelakaan atau proses apapun yang
menyebabkan terjadinya diabetes insipidus), timbul dehidrasi yangdapat cepat
berkembang menjadi koma.
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria
dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam
sangat banyak , dapat mencapai 5-10 liter sehari. Berat jenis urin
biasanya sangat rendah, berkisar antara 1,001- 1,005 atau 50 - 200 mOsmol/kg
berat badan.Selain poliuria dan polidipsia , biasanya tidak terdapat gejala -
gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan
pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex.
3.1.4 Manifestasi
Tanpa kerja vasoneprin pada nefron ginjal, maka terjadi
pengeluaran urin yang sangat encer seperti sir dengan berat jenis 1,001-1,005 dalam jumlah yang sangat besar
setiap harinya. Urin tersebut tidak mengandung zat-zat yang biasa terdapat
didalamnya seperti glukosa dan albumin. Karena rasa haus yang luar biasa
(polidipsia), pasien cenderung minum 4-40 liter perhari dengan gejala khas ingin
minum air dingin.
3.1.5 Pemeriksaan
Diagnostik
Diagnosa dibuat berdasarkan test kehilangan cairan, yang
mana test ini potensial berbahaya bila dilakukan pada anak di rumah sakit
walaupun intake cairan terbatas, volume urin tetap tinggi.
Dokter dan perawat harus dengan teliti memonitor tekanan
darah, nadi, berat jenis urin,berat badan, urinoutput, osmolality serum dan
status klinik, monitoring ini sangat penting untuk mencegah anak mengalami
dehidrasi berat selama test.
1) Test Dehidrasi
Diabetes Insipidus Central : urin
sisa sedikit (osmolality rendah). Neprogenik : urin sisa sedikit psikogenik
polidipsi, urin menjadi pekat,polidipsinya hebat (haus yang berlebihan),
penampilan urin terbatas serta pekat selama test.
2) Pada saat pemberian vasopresin
dehidrasi
Diabetes Insipidus Central : urin
menjadi pekat.
Diabetes Isipidus Neprogenik : tidak
ada perubahan.
Psychogenik polidipsi : tidak ada
perubahan.
3) Test ketajaman mata : Kerusakan
memberi kesan adanya lesi.
4) CT - Scan
Untuk mendeteksi adanya lesi di
hipotalamik pituitary.
Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan
pemberian cairan selama 8 -12 jam atau sampai terjadi penurunan berat badan
sebesar 3% - 5%. Berat badan pasien harus sering diukur selama pemberian cairan
dihentikan. Pengukuran osmolaritas plasma dan urin dilakukan pada awal dan
akhir tes. Ketidakmampuan untuk meningkatkan berat jenis dan osmolaritas urin
adalah tanda khas diabetes insipidus.
Penderita akan terus mengekspresikan urin dalam jumlah besar
dengan berat jenisyang rendah dan akan mengalami penurunan berat badan,
kenaikan osmolaritas serum serta peningkatan kadar kalsium serum. Kondisi
pasien ini harus sering dipantau selama tes, dan tes tersebut dihentikan jika
pasien mngalami takikardia, penurunan berat ekstrim atau hipotensi. Prosedur
diagnostic yang lain adalah :
1) pengukuran kadar vasopressin plasma
yang dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin
2) uji coba dengan menggunakan
desmopresin (vasopressin sintetik)
3) pemberian infuse larutan saline
hipertonis. Setelah diagnose diabetes insipidus dipastikan tetapi penyebab
tidak jelas (misalnya cdera kepala), kondisi pasien harus dikaji dengan cermat
untuk menemukan kemungkinan adanya tumor yang menyebabkan kelainan tersebut.
3.1.6 Penatalaksaan
Medis
Tujuan
terapi adalah :
1) Untuk menjamin pergantian cairan
yang adekuat
2) Mengganti vasopressin (yang biasanya
merupakan program terapetik jangka panjang).
3) Untuk meneliti dan mengoreksi
kondisi patologis intracranial yang mendasari. Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan
yang berbeda.
Penggantian
dengan Vasopresin.Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin
yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat
berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dan efek samping uang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan
untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan
menyemprotkan larutan obat ke dalam hidung melalui pipa plastic fleksibel yang
sudah dikalibrasi. Dua hingga empat kali pemberian per hari telah dapat
mengendalikan gejala diabetes insipidus. Preparat Lypresin (Diapid) merupakan
preparat yang kerjanya singkat dan diabsorbsi lewat mukosa nasal ke dalam darah
namun, kerja preparat ini terlampau singkat bagi penderita diabetes nsipidus
yang berat. Jika kita akan menggunakan jalur intranasal dalam suatu pemberian
obat, observasi kondisi pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intra muscular
ADH, yaitu vasopressin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian
intranasal tidak memungkinkan. Preparat suntikan ini diberikan setiap 24-96
jam. Botol obat suntik harus dihangatkan dahulu atau diguncang dengan kuat
sebelum obat disuntikan. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar hasil yang
optimal dicapai pada saat tidur. Kram abdomen merupakan efek samping obat
tersebut. Rotasi lokasi penyuntikan harus dilakukanuntuk menghindari
lipodistrofi.
Mempertahankan
Cairan. Klofibrat, yang merupakan preparat hipolipidemik
memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yang masih sedikit
mengalami vasopressin hipotalamik. Klorpropamid (Diabenase) dan preparat
tiazida digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut
menguatkan kerja vasopressin namun dapat terjadi reaksi hipoglikemik.
Penyebab
Nefrogenik. Jika diabetes insipidus disebabkan
oleh gangguan ginjal, terapi ini tidakakn efektif. Preparat tiazida, penurunan
garan yang ringan dan penyekat prostaglandin (ibuprofen, indometasin, serta aspirin)
digunakan untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan pada Diabetes Insipidus harus sesuai
dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada pasien DIS parsial mekanisme haus yang
tanpa gejala nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas
sehari-hari tidak diperlukan terapi khusus.
Pada DIS yang komplit, biasanya
diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine
vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Selain itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur
keseimbangan air, seperti:
1) Diuretik Tiazid
2) Klorpropamid
3) Klofibrat
4) Karbamazepin
3.1.8 Komplikasi
Dehidrasi berat dapat terjadi apabia jumah air yang diminum
tidak adekuat. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipernatremia dan
hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur
dan dapat terjadi gagal jantung kongesti.
3.2 Sindrom Sekresi Hormon
Antidiuretik yang Tidak Sesuai (SIADH)
3.2.1 Pengertian
Sindrom sekresi hormone antidiuretik yang tidak sesuai
(SIADH; Syndrome of Inappropriate Antidiuretic HormoneScretion)
mengacu pada sekresi ADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis dalam
menghadapi osmolalitas serum subnormal. (Suzanne C.Smeltzer:2001).
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang
disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam
bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (BarbaraK.Timby).
SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena sekresi ADH
yang berlebihan dari lobusposterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black
dan Matassarin Jacob, 1993).
SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan
jumlah ADH akibat ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001).SIADH adalah
gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai
respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.
(Corwin, 2001)
Menurut kelompok SIADH adalah gangguan pada hipofisis
posterior yang disebabkan oleh beberapa factor misalnya trauma, tumor, penyakit
paru dan sebab-sebab yang lain yang dapat mengaibatkan peningkatan sekresi ADH
yang berlebih dan terjadi hiponatremia.
3.2.2 Etiologi
Penyebab
SIADH yaitu :
- Kelainan pada system saraf pusat, seperti atrofi serebrum senilis, hidrosefalus, delifiumtremens, psilosis akut, penyakit demielinisasi dan degenerative, penyakit peradangan, trauma/cedera kepala /cerebrovaskular accident , pembedahan pada otak, tumor (karsinuma bronkus,leukemia, limfoma, timoma, sarkoma) atau infeksi otak (ensepalitis, meningitis) dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi langsung kelenjar hipofisis.
- Beberapa obat (vasopressin, desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat, karbamazepin, vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic tiazida, dan lain-lain) dan nikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat tersebut dapat menstimulasi langsung kelenjar hipofisis atau meningkatkan sensitifitas tubulus renal terhadap ADH yang beredar dalam darah.
- Produksi dari vasopressin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kanker prostate dan limfoma dari duodenum, tymus dan kandung kemih adalah yang paling umum sering meyebabkan SIADH). (Black dan Matassarin, 1993)
- Factor lain yang menyebabkan SIADH :
1) Kelebihan vasopressin- Peningkatan
tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.
2) Proses inflamasi (virus dan bakteri
pneumonia)
3) Obat yang dapat merangsang atau
melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, danocytocin)
4) Penyakit endokrin seperti
insufisiensi adrenal, mixedema dan insufisiensi pituitary anterior.
5) Penyakit paru seperti, infeksi:
tuberculosis, pneumonia, abses, gagal napas akut, dan ventilasi tekanan
positif.
6) Idiopatik seperti diagnosis
eksklusi.
e.Faktor Pencetus :
1) Trauma Kepala
2) Meningitis.
3) Ensefalitis.
4) Neoplasma.
5) Cedera Serebrovaskuler.
6) Pembedahan.
7) Penyakit Endokrin.
3.2.3
Manifestasi Klinis
Manifestasi
yang berhubungan dengan SIADH adalah :
- Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun / letargi sensitive koma, mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
- Peningkatan badan secara tiba-tiba (tapa oedema) sekitar 5-10 %.
- Distensi vena jugularis.
- Takhipnea
- Kelemahan
- Menurun BB
- Sakit kepala
- Mual dan muntah
- Kekacauan mental.
- Kejang generalisata.
- Penurunan keluaran urine
- Koma.
Berbagai manifestasi tersebut terjadi akibat pergesaran
cairan osmotic dan edema otak serta peningkatan tekanan intracranial yang
ditimbulkannya; pembengkakan otak yang dibatasi oleh ukuran tengkorak.
Mekanisme fisiologis untuk melawan pembengkakan ini mencakup deplesi osmol
intrasel,khususnya ion kalium. Semakin cepat perkembangan hiponatremia, semakin
besar kemungkinan terjadinya edema otak dan peningkatan tekanan intracranial
dan bahwa penyulit neurologis dan herniasi dapat menyebabkan kerusakan
permanen. Namun, meskipun timbul secara perlahan, hiponatremia,pada kasus yang
ekstrem (misalnya natriumserum <110 mEq/L) menyebabkan kejang dan
gangguanstatus mental. Mielinolisispons sentral dapat terjadi dan menyebabkan
kerusakan saraf permanen padapasien dengan hiponatremia yang dikoreksi terlalu
cepat.
3.2.4 Penatalaksana Medis
Sindrom ini dapat ditangani dengan menghilangkan penyebab
yang mendasari dan membatasi asupan cairan pasien. Karena air yang tertahan
diekskresikan secara perlahan-lahan melalui ginjal, maka volume cairan
ekstrasel akan menyusut dan konsentrasi natrium serum berangsur-angsur akan
meningkat ke nilai normal. Preparat diuretic (misalnya furosemid [Lasix]) dapat
digunakan bersama-sama pembatasan cairan jika terjadi hiponatremia berat.Tujuan
penatalaksanaan pada SIADH yaitu:
a) Mencari penyebabnya jika mungkin
b) Ukur cairan elektrolit yang tidak
seimbang
c)
Cegah komplikas
Rencana
non farmakologi
a)
Pembatasan cairan (control kemungkinan kelebihan cairan)
b)
Pembatasan sodium
Rencana
farmakologi:
a)
Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b)
Obat / penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c)
Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d) Ketidakseimbangan system
metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3 %secara perlahan-lahan
mengatasihi ponatremi dan peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan =
overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan
jantung kongestif.
g) Pengobatan khusus = prosedur
pembedahan.
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH
bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan
tumor tersebut. Penyuluhan yang
dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :
a. Pentingnya memenuhi batasan
cairan untuk periode yang di programkan untuk membantu pasien merencanakan
masukan cairan yang diizinkan (menghemat cairan untuk situasi socialdan
rekreasi).
b.Perkaya diit dengan garam Na dan K
dengan aman. Jika perlu, gunakan
diuretic secara kontinyu.
c. Timbang berat badan pasien
sebagai indicator dehidrasi.
d. Indicator intoksikasi air dan hiponat
: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera lapordokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama
obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping.
f. Pentingnya tindak lanjut medis :
tanggal dan waktu.
g. Untuk kasus ringan, retreksi
cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai sindrom secara spontan lenyap.
Apabila penyakit lebih parah, maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat
kerja ADH di tubulus pengumpul. Kadang-kadang digunakan larutan natrium klorida
hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma. Apabila ADH berasal
dari produksi tumor ektopik, maka terapi untuk menghilangkan tumor tersebut.
3.2.5 Komplikasi
Komplikasi :
Gejala - gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala
dan konfunsi sampai kejang otot, koma dan intoksikasi air.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
a.
Riwayat : trauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium
karbamat, infeksi kranial, tumor paru.
Riwayat keluarga menderita kerusakan
tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
b.
Pemeriksaan fisik
1) Gastro intestinal : polidipsi, BB
turun
2) Kardiovaskular : tanda dehidrasi (
nadi cepat, TDturun, dll)
3) Respirasi : tanda dehidrasi ( napas
cepat, pucat )
4) Renal : poliuria 5-30 lt/hari,
sering berkemih, nocturia
5) Integumen: membran mukosa dan kulit
kering, turgor tidak elastis.
- Pemeriksaan penunjang:
1) Hipoosmolar urine
2) BJ urine kurang dari 1.005
3) Gangguan elektrolit.
4.2 Analisa Data
- Data subyektif
1) Asal idiopatik
2) Poliuria
3) Polidipsia
4) Nocturia
5) Kelelahan
6) Konstipasi
b. Data obyektif
1) Trauma kepala
2) Bedah syaraf
3) Tumor hipotaamus
4) Trauma
5) Infeksi
6) Penurunan BB
7) Hipotensi ortostatik
8) Penurunan CVP
9) EKG mungkin terdapat takikardi
10) Penggunaan obat-obatan
Misalnya : litium karbonat, penitoin
(dilatin), demeklosiklin, amino glikosida.
4.3 Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan tubuh
berhubungan dengan poliuria.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
c. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nocturia.
d. Anxietas berhubungan dengan
perkembangan penyakit.
4.4 Intervensi Keperawatan
Dx
1.Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan poliuria.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien
terpenuhi.
NOC
: Fluid balance
Criteria
hasil :
a. Mempertahankan urin output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urin normal
b. TTV dalam batas normal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
elastisitas turgor kuit baik, membrane mukosa lembab, tidak adarasa haus yang
berlebihan.
Skala
penilaian NOC :
1) Tidak pernah menujukan
2) Jarang menunjukan
3) Kadang menunjukan
4) Sering menunjukan
5) Selalu menunjukan
NIC
: Fluid management
Intervensi
:
a. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
b. Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik)
c. Monitor Vital sign
d. Monitor masukan makanan / cairan
dan hitung intake kalori harian
e. Kolaborasikan pemberian cairan IV
f. Dorong masukan oral
Dx.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.
NOC
: Status nutrisi
Indicator
:
a. Stamina
b. Tenaga
c. Tidak ada kelelahan
d. Daya tahan tubuh
Skala
penilaian NOC :
1) Tidak pernah menujukan
2) Jarang menunjukan
3) Kadang menunjukan
4) Sering menunjukan
5) Selalu menunjukan
NIC
: Nutrition monitoring
Intervensi
:
a. BB dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan BB
c. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
d. Monitor turgor kulit
e. Monitor kalori dan intake nutrisi
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Dx.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
Tujuan
: seteah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak
terganggu.
NOC
: Sleep
Criteria
hasil :
1. Jam tidur cukup
2. Pola tidur baik
3. Kualitas tidur baik
4. Tidur tidak terganggu
5. Kebiasaan tidur.
Skala
penilaian NOC :
1. Tidak pernah menujukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
NIC
: Peningkatan tidur
Intervensi
:
a. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
selama sakit.
b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
factor yang menyebabkan kurang tidur.
c. Dekatkan pispot agar pasien lebih
mudah saat BAK pada malam hari.
d. Anjurkan pasien untuk tidur siang.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Dx.
4. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit.
Tujuan
: setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat
berkurang.
NOC
: Control cemas
Indikator
:
1) Monitor intensitas cemas
2) Menyingkirkan tanda kecemasan
3) Merencanakan strategi koping
4) Menggunakan strategi koping yang
efektif
5) Menggunakan tehnik relaksasi untuk
mengurangi kecemasan
NIC
: Penurunan kecemasan
Intervensi
:
a. Tenangkan klien
b. Jelaskan seluruh prosedur tindakan
kapada kien dan perasaan yang mungkin muncul pada saatdilakukan tindakan.
c. Berikan informasi tentang diagnosa,
prognosis dan tindakan.
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi
fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi cemasnon verbal)
e. Instruksikan pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hipopituitari adalah penurunan / tidak adanya sekresi hormon
kelenjar hipofisis anterior. Hipopituitari sering di sebut juga hipofungsi
kelenjar hipofisis.Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan
poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system
saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat
kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus
ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.
Di manifestasikan dengan poliuria dan polidipsia. SIADH
adalah gangguan pada hipofisis posterior yang disebabkan oleh beberapa factor misalnya
trauma, tumor, penyakit paru dan sebab-sebab yang lain yang dapat mengaibatkan peningkatan
sekresi ADH yang berlebih dan terjadi hiponatremia.
5.2 Saran
Penulis memberi saran kepada :
5.2.1 Para pembaca pada umumnya agar
lebih menjaga ginjal kita agar selalu berfungsi dengan baik, dengan mengetahui
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan tubuh kita misalnya diabetes insipidus,
SIADH, dan atau hipopituitary anterior maupun posterior seperti yang telah
dibahas dalam makalah ini diharapkan mampu menggunakan koping yang efektif dan dapat
mencegahnya serta menghubungi dokter untuk tindak lanjut berikutnya.
5.2.2 Para mahasiswai khususnya
supaya lebih memahami konsep penyakit-penyakit dan atau hipopituitari itu
sendiri agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hipopitutari
anterior dan posterior.
Daftar Pustaka
Boughman,Diane
C, JoAnn c Hackley.2000. Keperawatan Medical
Bedah : Buku
Saku Untuk Perawat Brunner
&Sudarth.Jakarta : EGC.
C.
Long, Barbara.1996. Perawatan Medikal
Bedah Edisi 3.Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan.
Doengoes, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: ECG.Ganang.W.F.1995.
Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14.Jakarta : EGC.
Buku Ajar
Fisiologi K edokteran Edisi 9.Jakarta : EGC
Rina.(2011). Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan Ganggun
Kelenjar Hipofise. http://rina-penkes.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html.
Diakses tanggal 07 Maret 2012. Pukul 16.45
Annonymus.(2009).
askep-Gangguan-Kelenjar-Hipofise .http://www.scribd.com/doc/2009/03/39579702/askep-Gangguan-Kelenjar
Hipofise. Diakses tanggal 07 Maret 2012. Pukul 16.55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)