BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hipotalamus
merupakan pusat utama pengintegrasian sistem endokrin dengan sistem saraf
otonom, membantu mengendalikan sebagian kelenjar endokrin melalui lintasan
saraf dan hormonal. Kelenjar paratiroid menyekresi hormon paratiroid (PTH) yang
mengatur metabolisme kalsium dan fosfat. Hormon paratiroid menaikkan kadar
kalsium serum dengan menstimulasi resorpsi kalsium serta ekskresi fosfat dari
tulang dan dengan merangsnag perubahan vitamin D menjadi bentuk yang paling
aktif akan meningkatkan absorbsi kalsium traktur GI.
Hipoparatiroidisme
adalah suatu ketidakseimbangan metabolisme kalsium dan fosfat yang terjadi
karena produksi hormon paratiroid yang kurang sehingga menyebabkan hipokalsemia.
(Kowalak, 2011)
Hipoparatiroidisme
dapat bersifat akut atau kronis dan bisa diklasifikasikan sebagai kelainan
idiopatik atau didapat (akuisitas). Keadaan yang mungkin menyebabkan
hipoparatiroidisme meliputi : pankreatitis akut atau malabsorbsi, gagal ginjal,
osteomalasia, dan gangguan genetik autoimun atau kondisi konginetal tidak
adanya kelenjar paratiroid (idiopatik).
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan hipoparatiroidisme ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami tentang hipoparatiroidisme serta mendapatkan gambaran teori dan Asuhan Keperawatan pada
klien hipoparatiroidisme
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui anatomi dan fisiologi folikel
b. Untuk
mengetahui definisi hipoparatiroidisme
c. Untuk
mengetahui etiologi hipoparatiroidisme
d. Untuk
mengetahui patofisiologi hipoparatiroidisme
e. Untuk
mengetahui WOC hipoparatiroidisme
f. Untuk
mengetahui manifestasi klinis hipoparatiroidisme
g. Untuk
mengetahui komplikasi hipoparatiroidisme
h. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostic hipoparatiroidisme
i.
Untuk mengetahui penatalaksanaan hipoparatiroidisme
j.
Untuk mengetahui prinsip etik
keperawatan pada hipoparatiroidisme
k. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan hipoparatiroidisme
1.4
Manfaat
1.
Memberikan informasi pada mahasiswa
tentang hipoparatiroidisme serta berbagai hal lain yang berhubungan dengan
penyakit ini.
2.
Menambah pengetahuan penulis tentang
penyakit hipoparatiroidisme
3.
Sebagai sumber informasi bagi pihak lain
yang ingin melakukan penelitian atau hal lain yang ada kaitannya dengan
penyakit hipoparatiroidisme
BAB
2
PEMBAHASAN
1.1
Anatomi dan Fisiologi Hormon Paratiroid
Kelenjar
paratiroidisme terdiri dari 4 organ kecil yang masing-masing sebesar biji apel.
Kelenjar paratiroidisme terletak pada posterior kelenjar tiroid. Secara
histologis terdapat dua jenis sel yaitu sel utama yang mensekresi hormon
paratiroid (PTH) dan sel oksifilik.
Kelenjar
paratiroid mensekresi hormon paratiroid. Fungsi utama dari hormon paratiroid
adalah meningkatkan konsentrasi kalsium dalam plasma (CES) dan mencegah
hopokalsemia.
1.1.1
Efek pada Tulang
99% kalsium dalam tubuh
terletak di kerangka. Tulang memiliki 3 jenis sel yaitu :
a. Osteoblas
: mengeluarkan matriks organik tempat kristal kalsium mengendap
b. Osteosit
: osteoblas yang sudah “Pensiun” dan terperangkap dalam dinding tulang
c. Osteoklas
: mengeluarkan asam-asam yang melarutkan kristal kalsium fosfat dan menguraikan
matriks organik.
1.1.2
Efek terhadap ginjal
a. Merangsang
penghematan kalsium dan mendorong pengeluaran fosfat.
b. Merangsang
peningkatan reasorbsi kalsium oleh ginjal
c. Meningkatkan
sekresi fosfat
1.1.3
Efek pada usus
Hormon paratiroid tidak
memiliki efek langsung terhadap usus. Secara tidak langsung meningkatkan
reasorbsi kalsium dari usus melalui pangaktifan vitamin D
1.2
Definisi
Hipoparatiroidisme
adalah suatu ketidakseimbangan metabolisme kalsium dan fosfat yang terjadi
karena produksi hormon paratiroid yang kurang sehingga menyebabkan hipokalsemia.
(Kowalak, 2011)
Hipoparatyroidisme
adalah hiposekresi kelenjar paratyroid yang menimbulkan syndroma berlawanan
dengan hiperparatyroid, konsentrasi kalsium rendah tetapi phosfatnya tinggi dan
bisa menimbulkan tetani akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar
paratyroid (Tjahjono, 1996)
1.3
Etiologi
Hipoparatiroidisme
dapat bersifat akut atau kronis dan bisa diklasifikasikan sebagai kelainan
idiopatik atau didapat (akuisitas). Keadaan yang mungkin menyebabkan
hipoparatiroidisme meliputi:
1.
Pankreatitis akut atau malabsorbsi
2.
Gagal ginjal
3.
Osteomalasia
4.
Gangguan genetik autoimun atau kondisi
konginetal tidak adanya kelenjar paratiroid (idiopatik)
5.
Secara tidak sengaja terjadi
pengangkatan atau cedera kelenjar paratiroid (idiopatik) ketika dilakukan
tiroidektomi atau pembedahan leher lain atau kadang-kadang radiasi yang masif
pada kelenjar paratiroid (akuisitas)
6.
Infark iskemik kelenjar paratiroid
selama pembedahan, amiloidosis, neoplasma, atau trauma (akuisitas)
7.
Kerusakan sintesis dan pelepasan hormon
akibat hipomaknesemia, supresif fungsi kelenjar yang normal akibat
hiperkalsemia, dan keterlambatan maturasi fungsi paratiroid (akuisitas),
reversibel.
1.4
Patofisiologi
Produksi
hormon paratiroid (PTH) yang kurang akan menyebabkan hipokalsemia dan
hiperfosfatemia. Pembedahan dengan manipulasi leher dapat merusak kelenjar
paratiroid dan kejadian ini mungkin timbul karena tindakan tersebut menyebabkan
iskemia. Derajat hipoparatiroidisme dapat bervariasi mulai dari penurunan
simpanan hormon paratiroid hingga gejala tetani yang nyata. Hipomagnesemia dapat
mencegah sekresi hormon paratiroid pada pasien dengan kehilangan magnesium yang
kronis melalui traktus GI, defisiensi gizi dan kehilangan magnesium melalui
ginjal.
Hipoparatyroidisme
(rendahnya kadar PTH) merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan
hipokalsemia, yang secara klnik akan mengakibatkan tetani. Dalam keadaan
normal, kadar kalsum dalam plasma adalah 2,3 – 2,6 mmol. Hperkalsemia sampai
3.00 mmol/l, masih belum menimbulkan gejala. Demikian pula hipokalsemia derajat
ringan (kalsium turun sampai 2.00 mmol/l ) masih belum menimbulkan gejala.
Terdapat 2 ts klink utama untuk mendeteksi terdapatnua titan, yaitu tanda
chvostek dan tanda trousseau.
Penyebab
umum adalah ikut terangkatnya kelenjar paratyrod pada saat tyroidektomi
(angkanya berkisar 0 – 25 %). Penyebab
lannya adalah ideopatik. Pemberian tera radioyodin terdapat kelanan kelenjar
tyroid serng berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon PTH.
Hipoparatyroidisme
merupakan kelainan metabolik dengan gejala klink yang nyata, tetapi perubahan
morfologik yang minimal. Terdapat abnormalitas biokimia ( hipokalsemia dan
hiperfosfatemia) dengan manifestasi klinik yang sangat luas. Yang menonjol
adalah tetani, konvulsi, laringospasme
( dapat menimbulkan anoksia yang fatal). Hipokalsemia akan merangsang
timbulnya manifestasi neuromuskuler, yaitu paraestasi dan kejang. Iritabilitas
neuomuskuler ini dapat diperiksa dengan memeriksa ada tidaknya tanda chvostek
(chvostek's sign). Disamping itu terdapat barbagai abnormaitas sistem saraf
lainnya.
1.5
Manifestasi Klinis
1.5.1
Hipoparatiroidisme yang ringan dapat
asimtomatik kendati biasanya menyebabkan
:
a. Hipokalsemia
dan kadar fosfat serum yang tinggi yang mengenai sistem saraf pusat dan sistem
lain.
1.5.2
Hipoparatiroidisme kronis :
a. Iritabilitas
neuromuskuler, peningkatan refleks tendon dalam, tanda Chvostek (spasme nervus
fasialis yang hiperiritabel ketika saraf tersebut diketuk), disfagia, sindrome
otak organik, psikosis, defisiensi mental pada anak-anak dan tetani.
b. Sulit
berjalan dan tendensi terjatuh atau roboh (tetani kronis)
1.5.3
Hipoparatiroidisme akut meliputi :
a.
Rasa kesemutan pada ujung-ujung jari
tangan, disekitar mutut dan kadang-kadang pada kaki (gejala pertama);
ketegangan serta spasme otot yang menjalar serta bertambah parah dan akibatnya
aduksi ibu jari tangan, pergelangan tangan, serta sendi siku, rasa nyeri yang
bervariasi menurut derajat ketegangan otot tetapi jarang mengenai wajah,
tungkai dan kaki (overt tetany yang akut)
b.
Laringospasme, stridor, sianosis dan
serangan kejang/bangkitan (kelainan SSP) semakin parah pada hiperventilasi,
kehamilan, infeksi, penghentian terapi hormon tiroid atau pemberian diuretik
dan sebelum menstruasi (tetani akut)
c.
Nyeri abdomen, malabsorbsi intestinal
disertai steatore; rambut kering dan kusam; kerontokan rambut spontan; kuku
jari tangan rapuh; dan memiliki garis tonjolan (krista) atau terlepas, kulit
kering dan bersisik, dermatitis eksfoliatif, infeksi kandida, katarak dan email
gigi yang lemah sehingga gigi mudah berubah warna, pecah dan keropos (efek
hipokalsemia)
1.6
WOC
1.7
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil
pemeriksaan berikut ini memastikan diagnosis hipoparatiroidisme :
1.
Radioimmunoassay untuk hormon paratiroid
yang memperlihatkan penurunan kadar hormon tersebut
2.
Penurunan kadar kalsium serum dan urine
3.
Peningkatan kadar fosfor serum
4.
Penurunan kadar kreatinin
5.
EKG yang memperlihatkan pemanjangan
interval QT dan ST akibat hipokalsemia
6.
Tindakan menggelembungkan manset
tensimeter yang dipasang pada lengan atas hingga mencapai tekanan di antara
tekanan sistolik dan diastolik serta mempertahankan penggelembungan manset
tersebut pada tekanan ini selama tiga menit akan menimbulkan gejala Trousseau
(spasme karpal) yang merupakan bukti klinis hipoparatiroidisme.
1.8
Penatalaksanaan
1.
Penyuntikan segera garam kalsium IV,
seperti larutan kalsium glukonat 10% untuk meningkatkan kadar kalsium serum
terionisasi (tetani akut yang mengancam nyawa pasien)
2.
Bernapas di dalam kantung kertas dan
menghirup gas CO2 yang dihembuskan pasien sendiri akan menimbulkan
asidosis respiratorik ringan yang meningkatkan kadar kalsium serum (pasien yang
sadar dapat bekerja sama)
3.
Pemberian sedatif dan antikonvulasan
untuk mengendalikan spasme sampai kadar kalsium meningkat
4.
Peningkatan asupan kalsium dari makanan
5.
Terapi rumatan dengan pemberian suplemen
kalsium dan vitamin D per oral (tetani kronis)
6.
Pemberian suplemen vitamin D dan kalsium
karena absorbsi kalsium dalam usus halus memerlukan keberadaan vitamin D
(terapi penyakit yang reversibel dan biasanya harus dilakukan seumur hidup)
7.
Pemberian kalsitriol (Calcijex,
Rocaltrol) jika ada gangguan hepar atau renal yang membuat pasien tidak toleran
terhadap vitamin D
1.9
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin
terjadi meliputi :
1.
Aritmia jantung, gagal jantung
2.
Katarak
3.
Kalsifikasi ganglia basalis
4.
Pertumbuhan yang terhenti, malformasi
gigi, dan retardasi mental
5.
Gejala parkinson
6.
Hipotiroidisme
1.10 Prinsip
Etik Keperawatan
Etika berkenaan dengan pengkajian
kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus
dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan,
dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara
moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan
yaitu :
1.
Otonomi (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti
prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan
menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara
holistik.
2.
Beneficience (do good)
Beneficence berarti
melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik,
yaitu mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
3.
Justice (perlakuan adil)
Perawat hendaknya
mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.
4.
Non maleficience (do no harm)
Non Maleficence berarti
tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip
ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat
berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak
disengaja.
5.
Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia
terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.
Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada
mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata
jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.
7.
Moral right
Hak-hak klien harus
dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan,
kebebasan, privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Neurologis
Gejala :Paraestesia, kesemutan, tremor,
peka rangsang, kejang, adanya tanda Chvostek's/trousseou's, perubahan tingkat
kesadaran.
2.
Muskoleskeletal
Gejala : kekakuan dan kelelahan
3.
Kardiovaskuler
Gejala : sianosis, palpitasi dan
disritmia jantung
4.
Pernafasan
Gejala : suara serak, strdor, edema
laring
5.
Gastrointestinal
Gejala : mual dan muntah
6.
Integumen
Gejala : Kulit kering dan kuku keras/
kuku rapuh
3.2
Diagnosa Keperawatan
3.2.1
Pre Op
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan spasme/edema laring
b.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kekakuan pada mulut
c.
Curah jantung menurun berhubungan dengan
aritmia jantung
d.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kekakuan pada mulut
e.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik
f.
Resiko cidera berhubungan dengan kejang
akibat hipokalsemia
3.2.2
Post Op
a.
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
b.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan trauma pita suara
akibat operasi paratyroid
c.
Resiko tinggi terjadi infeksi
berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan pemasangan alat-alat medis
3.3
Rencana Intervensi
3.3.1
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan spasme/edema laring
1. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah
dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas klien efektif
2. KH : suara nafas bersih, tidak
apnoe, sputum dapat keluar dengan baik, tidak sesak, tidak batuk
3. Intervensi
Intervensi.
|
Rasional.
|
Kaji
kecepatan dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan alat bantu pernafasan
saat klien bernafas
|
perubahan pada pernapasan, adanya ronki,mengi,diduga
adanya retensi sekret.
|
Beri
posisi tdur semi fowler
|
memudahkan drainase sekret, kerja pernapasan dan
ekspansi paru.
|
Dorong menelan bila
pasien mampu
|
mencegah pengumpulan sekret oral menurunkan resiko
aspirasi. Catatan : menelan terganggu bila epiglotis diangkat atau edema
paskaoperasi bermakna dan nyeri terjadi.
|
Kolaborasi
: Pemberian oksigen sesuai dengan peogram
|
fisiologi normal ( hidung) berarti menyaring atau
melembabkan udara yang lewat.Tambahan kelembaban menurunkan mengerasnya
mukosa dan memudahkan batuk atau penghisapan sekret melalui stoma.
|
3.3.2
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kekakuan pada mulut
1. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah
dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
2. KH
a.
Antropometri :
berat badan klien ideal
b.
Biochemical :
albumin normal : 3,5-5 g/dl
Hb wanita : 12,0-16,0 g/dl
Hb pria : 13,5-18,0 g/dl
c.
Clinical :
pasien tidak lemah, bising usus normal (5-35 x/menit)
d.
Diet : porsi
makan habis
3. Intervensi
3.3.3
Penurunan
curah jantung b.d aritmia jantung
1.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam curah jantung
normal
2.
Kriteria
hasil :
a.
Melaporkan
penurunan episode dipsnea, angina dan disritmia menunjukkan peninggkatan
toleransi aktivitas
b.
Berpartisipasi
pada perilaku/aktivitas yang menurunkan kerja jantung
3.
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau tanda vital, contoh frekuensi jantung, TD
|
Takikardi dapat tejadi karena nyeri, cemas,
hiposekmia, dan menurunnya curah jantung
|
Catat warna kulit dan adanya/kualitas nadi
|
Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung turun,
membuat kulit pucat atau warna abu-abu dan menurunnya kekuatan nadi perifer
|
Auskultasi bunyi napas dan bunyi jantung. Dengarkan
murmur
|
S3, S4 atau krekels terjadi dengan dekompensasi
jantung atau beberapa obat
|
Berikan periode istirahat adekuat. Bantu
dalam/melakukan aktivitas parawatan diri, sesuai indikasi
|
Penghematan energy, menurunkan kerja jantung
|
Mempertahankan tirah baring pada posisi nyaman
selama episode akut
|
Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan menurunkan
kerja miokard dan resiko kompensasi
|
3.3.4
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
trauma pita suara akibat operasi paratyroid
1. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah
dilakukan tindakan keperawatan klien dapat berkomunikasi verbal secara bertahap
2. KH :
a.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
dan kebutuhannya dengan tulisan atau bahasa isarat.
b.
Klien dapat memahami apa yang dijelaskan
oleh perawat
c.
Kebutuhan klien dapat terpenuhi
3. Intervensi
Intervensi.
|
Rasional.
|
Tentukan apakah pasien
mempunyai gangguan komunikasi lain seperti pendengaran dan penglihatan
|
adanya masalah lain
mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
|
Gunakan
bahasa isarat saat berkomunikasi dengan klien
|
memungkingkan pasien
untuk menyatakan kebutuhan atau masalah. Catatan : posisi IV
pada tangan atau pergelangan dapat membatasi kemampuan untuk menulis atau
membuat tanda.
|
Konsul dengan anggota
tim kesehatan yang tepat atau terapis atau agen rehabilitasi (contoh
patologis wicara, pelayanan sosial, kelompok laringektomi) selama
rehabilitasi dasar dirumah sakit sesuai sumber komunikasi (bila ada).
|
Kemampuan untuk
menggunakan pilihan suara dan metode bicara (contoh bicara esofageal) sangat
bervariasi, tergantung pada luasnya prosedur pembedahan, usia pasien, dan
motivasi untuk kembali ke hidup aktif. Waktu rehabilitasi memerlukan waktu
panjang dan memerlukan sumber dukungan untuk proses belajar.
|
3.3.5
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam klien
dapat beraktifitas secara bertahap
2. KH :
a.
Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi,
eliminasi dan personal hygiene secara mandiri
b.
Klien dapat melaksanakan aktifitas
hariannya seperti semula
3. Intervensi
Intervensi.
|
Rasional.
|
Kaji
tingkat ketidakmampuan klien
|
Menentukan luasan toleransi
|
Bantu
aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri (mandi, makan, minum, kebersihan
diri/lingkungan dan eliminasi)
|
Membantu
pasien dalam pemenuhan ADL
|
Secara bertahap libatkan klien dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kondisinya
|
Penuhi kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan
|
Buat jadwal istirahat/ aktifitas klien
|
Kurang
tidur kontribusi terhadap kelemahan
|
3.3.6
Resiko cidera berhubungan dengan kejang
akibat hipokalsemia
1.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam klien terhindar dari
cidera
2. KH :
a. Klien
tidak cidera akibat rangsangan kejang
b. Hasil
elektrolit (khususnya kalsium pada batas normal)
c. Klien
tenang tidak kejang
3. Intervensi
Intervensi.
|
Rasional.
|
Tempatkan
klien pada tempat tidur yang menggunakan pengaman dan di ruangan yang aman
dan nyaman.
|
Mencegah
klien terjatuh
|
Observas tanda-anda vital seelah klien
kejang
|
Mengetahui keadaan
umum klien
|
Sediakan dekan tempat tidur klien
spatel lidah dan gudel.
|
mencegah lidah ke
belakang apabila terjadi kejang
|
3.3.7
Nyeri
b.d pengeluaran mediator kimia
1.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri hilang
2.
Kriteria
hasil :
a.
Melaporkan/menunjukkan
nyeri hilang/terkontrol
b.
Menunjukkan
nyeri hilang/ketidaknyamanan dengan menurunkan tegangan dan rileks,
tidur/istirahat dengan tepat
3.
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan tindakan nyaman (contoh pijatan
punggung,perubahan posisi) dan aktivitas hiburan (contoh melihat televise,
duduk, membaca)
|
Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien
memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/frekuensi
analgesic.
|
Jadwalkan aktivitas perawatan untuk keseimbangan
dengan periode tidur/istirahat adekuat
|
Mencegah kelelahan/terlalu lelah dan dapat
partispasi dalam program pengobatan
|
Anjurkan penggunaan perilaku managemen stress,
contoh teknik relaksasi, bimbingan imajinasi
|
Meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan
analgesic dan meningkatkan penyembuhan
|
Berikan analgesic sesuai indikasi
|
Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak
psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh
|
3.3.8
Kerusakan
komunikasi verbal b.d kekakuan pada mulut
1.
Tujuan :
Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
berkomunikasi secara normal
2.
Kriteria
hasil :
a.
Menyatakan
kebutuhan dalam cara yang efektif
b.
Mengidentifikasi/merencanakan
pilihan metode berbicara yang tepat setelah sembuh
3.
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi
lain. Contoh pendengaran, penglihatan, literasi.
|
Adanya masalah lain akan mmpengaruhi rencana pilihan
komunikasi
|
Berikan cara-cara yang cepat dan kontinu untuk
memanggil perawat, contoh lampu/bel panggil
|
Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada
dan akan berespon terhadap panggilan
|
Atur sebelumnya tanda-tanda untuk mendapatkan
bantuan cepat
|
Dpat menurunkan ansietas pasien tentang
ketidakmampuan untuk bicara
|
Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi
kebutuhan pasien mis, papan dan pensil dll
|
Memungkinkan pasien untuk menyatakan
kebutuhan/masalah
|
Berikan waktu yang cukup untuk berkomunikasi
|
Kehilangan bicara dan stress mengganggu komunikasi
dan menyebabkan frustasi dan hambatan ekspresi
|
Berikan komunikasi non-verbal. Contoh sentuhan dan
gerak fisik, antisipasi kebutuhan
|
Mengkomunikasikan masalah dan memenuhi kebutuhan
kontak dengan orang lain
|
3.3.9
Resiko tinggi terjadi infeksi
berhubungan dengan adanya luka pembedahan
1.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam klien terhindar
dari infeksi
2.
KH :
a. Suhu
tubuh normal
b. Hasil
pemeriksaan leukosit pada batas normal
c. Luka
bersih dan kering, tidak menunjukkan tanda-tanda nfeksi
3.
Intervensi
Intervensi.
|
Rasional.
|
Tunjukkan/dorong teknik mencuci tangan yang
baik
|
Efektif berarti
menurunkan penyebaran/tambahan infeksi
|
observasi
tanda-tanda vital, observasi adanya peningkatan suhu
|
Demam dapat terjadi karena infeks dan/atau
dehidrasi
|
Batasi pengunjung untuk mencegah
infeks silang
|
Mencegah infeksi silang terhadap
pengunjung
|
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipoparatyroidisme adalah hiposekresi
kelenjar para tyroid yang menimbulkan syndroma berlawanan dengan
hiperparatyroid, konsentrasi kalsium rendah tetapi phosfatnya tinggi dan bisa
menimbulkan tetani akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar paratyroid
(Tjahjono, 1996)
Hipoparatiroidisme dapat bersifat akut
atau kronis dan bisa diklasifikasikan sebagai kelainan idiopatik atau didapat
(akuisitas). Keadaan yang mungkin menyebabkan hipoparatiroidisme meliputi : pankreatitis
akut atau malabsorbsi, gagal ginjal, osteomalasia, dan gangguan genetik
autoimun atau kondisi konginetal tidak adanya kelenjar paratiroid (idiopatik).
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito. L. Juall.
2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
EGC. Jakarta
Doengos,E
marlyn.2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
EGC: Jakarta
Kowalak, P. Jennifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta
makalah yang menarik isimya lengkap dan detail..
BalasHapusTerima kasih :)
Hapusbantu share ya, supaya lebih bermanfaat
:D