BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Selama sekresi hormone
paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar
kalsium ekstraseluler. Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang
disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida.
Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi
cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks
tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi
ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan
fosfat.Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada
kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid
mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Parathormon yang
meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi
kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan
sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada
area tulang dan ginjal. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena
hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Kelenjar paratiroid berfungsi
mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan
dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon
paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang.
Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau
gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka
dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon
tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid
tidak semakin berat.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian
hiperparatiroidisme?
1.2.2
Apa saja
etiologi dari penyakit hiperparatiroidisme?
1.2.3
Bagaiman
patofisiologi hiperparatiroidisme?
1.2.4
Apa saja
manifestasi klinik hiperparatiroidisme?
1.2.5
Apa saja pemeriksaan
diagnosk hiperparatiroid?
1.2.6
Apa saja
komplikasi hiperparatiroidisme?
1.2.7
Bagaimana penatalaksanaan
klien dengan hiperparatiroidisme?
1.2.8
Bagaimana cara
mencegah terjadinya hiperparatiroidisme
1.2.9
Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroidisme?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Makalah
ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam membandingkan antara teori dan
praktek dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan gastritis
akut dan kronis, serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai penyakit
Hipertiroidisme lebih dalam.
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian hiperparatiroidisme
b. Mampu memahami etiologi hiperparatiroidisme
c. Memahami patofisiologi hiperparatiroidisme
d. Mampu memahami manifestasi klinik hiperparatiroidisme
e. Mampu memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroidisme
f. Mampu memahami komplikasi hiperparatiroidisme
g. Mampu memahami penatalaksanaan hiperparatiroidisme
h. Mengetahui cara pencegahan hiperparatiroidisme
i.
Mampu memahami
asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroidisme
1.4
Manfaat
1.4.1
Agar mampu
memahami pengertian hiperparatiroid Mahasiswa mampu memahami etiologi
hiperparatiroidisme
1.4.2
Untuk mampu
memahami patofisiologi hiperparatiroidisme
1.4.3
Untuk mampu
memahamimanifestasi klinik hiperparatiroidisme
1.4.4
Agar lebih mampu
memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroidisme
1.4.5
Mengetahui
komplikasi hiperparatiroidisme
1.4.6
Memahami
penatalaksanaan hiperparatiroidisme
1.4.7
Memahami cara
mencegah hiperparatiroidisme
1.4.8
Memahami konsep
dasar asuhan keperawatan hiperparatiroidisme
BAB
2
ISI
2.1 Anatomi
Dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid
2.1.1 Anatomi Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm,
yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang
berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub
atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial.
Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar
paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan
tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian
kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau
didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong,
2004, 695)
Secara normal
ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang
kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat
cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum. Setiap
kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan
tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat
kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel
utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum
endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon
paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung
granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada
manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel
ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia
muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas,
sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi
mensekresi sejumlah hormon.
2.1.2 Fisiologi
Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid
mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama
dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH
dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar
kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus
halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari
tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam
mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
2.2 Definisi
Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid dan hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek
utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium
dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang,
meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.
Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.(Lawrence Kim, MD, 2005,
section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar
paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada
pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar
kalsium. (www.endocrine.com)
2.3
Klasifikasi Hiperparatiroidisme
Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer,
sekunder,dan tersier.
2.3.1
Hiperparatiroid
primer
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai
konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion
kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini
adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion kalsium. Penderita
hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal
sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko
batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko
menjadi hilang. Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan
dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
a. Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa
anoreksia, nausea, muntah-muntah, konstipasi dan berat badan menurun, lekas
lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes
insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan
personalitas, koma, konvulsi).
b. Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada
ginjal berupa kalkuli, nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena
deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
c. Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri
tulang dan deformitas, fraktur patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran
tulang pada foto x-ray.
d. Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic,
sindrom Zollinger Ellison, pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli,
multiple adenomatosis syndrome, hiperurisemia, gout. Apabila ditemukan gambaran
klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan
hiperpatiroidisme.
2.3.2
Hiperparatiroid
sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus,
kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena
kekurangan vitamin D. Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia
kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar
kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke
nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi
overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat
mengalami gejala hiperkalsemia.
2.3.3
Hiperparatiroid
tersier
Hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut
tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti
hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan
ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu berat, maka
dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma.
Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya
hipokalsemia. Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara
pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan
sebagian kelenjar paratiroid.
2.4
Etiologi Hiperparatiroidisme
2.4.1
Hiperparatiroid Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
a.
Adenoma
(tersering > 80 %)
b.
Hiperplasi
1.
mungkin
familial
2.
mungkin
disertai dengan neoplasia endokrin multiple
3.
mungkin
familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi hipokalsiurik
familial)
c.
kira
– kira 50% tanpa gejala
2.4.2
Sekunder
(sekresi PTH sesuai)
a.
Gagal
ginjal kronik
b.
Malabsorbsi
1.
kelainan
gastrointestinal
2.
kelainan
hepatobilier
2.4.3
Tersier
(sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)
a.
Sangat
jarang
b.
Hipernefroma
c.
Karsinoma
sel skuamuosa paru
2.5
Pathofisiologi Hiperparatiroid
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid
(parathyroid hormon) yang bersama-sama dengan vitamin D3 dan kalsitonin yang mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis
PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila
kadar kalsium tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan
merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi
kalsium pada usus halus, sebaliknya mengurangkan reabsorbsi fosfat dan
melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik
sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang
dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya
sekresi PTH, biasanya adanya suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium
yang rendah menstimulasi sekresi PTH, sedangkan kadar kalsium yang tinggi
menghambat sekresi PTH. Pada hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan dengan
meningkatnya kadar kalsium, hal ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia. Dalam
beberapa hal, peningkatan kalsium serum merupakan satu – satunya tanda
disfungsi paratiroid dan terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Akibat
peningkatan kalsium pada otot menimbulkan hipotonusitas otot-otot kerangka,
reflek tendon dan otot–otot gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya
kelemahan sering dijumpai. Jika kadar kalsium serum meningkat antara 16 sampai
18 mg/dl, krisis hiperkalsemia akut terjadi. Muntah dengan hebat menyebabkan
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan
hipokalsemi kronik, seperti pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid
terjadi dengan meningkatnya PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini,
kelenjar paratiroid memiliki sifat otonom dan kehilangan sifat responsivitasnya
terhadap kadar kalsium serum (hiperparatiroid tersier). Hiperparatiroid
menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat peningkatan eksresi baik
kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
a. Ketidakmampuan
ginjal untuk memekatkan urin.
b. Poliuria
c. Peningkatan
risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa obstruksi
saluran kencing maupun infeksi.
d. Kalsifikasi
tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali
demineralisasi tulang, fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang
menyebabkan nyeri tulang.
2.6
Manifestasi Klinis Hiperparatiroid
Pasien mungkin tidak atau
mengalami tanda – tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ.
Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi,
hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan
peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi
mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis
yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem syaraf.
Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan syaraf
dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang
menyertai hiperparatiroid dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor
tulang, yang muncul berupa sel – sel raksasa benigna akibat pertumbuhan
osteoklas yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh;
fraktur patologik; deformitas; dan pemendekan badan. Kehilangan tulang yang
berkaitan dengan hiperparatiroid merupakan faktor resiko terjadinya fraktur. Insidens
ulukus peptikum dan pankeatis meningkat pada hiperparatiroid dan dapat
menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal.
2.7
Pemeriksaan
Diagnostik
2.7.1 Laboratorium:
a.
Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
2.7.2 Foto Rontgen:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
2.8 Penatalaksanaan Hiperparatiroidisme
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme
primer adalah tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang
abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai
kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan
dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan
bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal
atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan
pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme primer dapat
menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk minum
sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium
lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu,
pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya
resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera
mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi.
Mobilitas pasien dengan
banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin
karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium merupakan
predisposisi terbentuknya batu ginjal. Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium
serum pada sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena
dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan.
Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari
diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus
peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena
anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus
buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan peningkatan
asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan masalah
pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
2.8
Komplikasi
Hiperparatiroidisme
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi
pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum
yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan
gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian.
Pembentukan batu pada salah satu atau
kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi
pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat
presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan
batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
2.9
Pencegahan Komplikasi
a. Minum
banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah
pembentukan batu ginjal.
b. Latihan.
Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat dan memperlambat
pengraphan tulang.
c. Penuhi
kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D
yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah
berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar
400-800 IU perhari.
d. Jangan
merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya
masalah kesehatan, termasuk kanker.
e. Waspada
terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah
meningkat.
BAB
3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN HIPERPARATIROIDISME
3.1
Pengkajian
3.1.1
Identitas
a.
Nama
b.
Umur
: Bisa terjadi pada semua kalang umur terutama pada wanita yang berumur 50
tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
c.
Jenis
kelamin : Terjadi pada laki-laki dan perempuan
d.
Agama dan suku
bangsa
3.1.2
Keluhan Utama
a.
Sakit kepala,
kelemahan, lethargi, dan kelelahan otot
b.
Gangguan
pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang
akan disertai penurunan berat badan.
c.
Depresi
d.
Nyeri tulang dan
sendi
3.1.3
Riwaya penyakit
sekarang
Pasien tampak lemah,biasanya adanya peningkatan ukuran
kelenjar tiroid, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai
penurunan berat badan,Depresi,Nyeri tulang dan sendi
3.1.4
Riwayat penyakit
dahulu
Tanyakan pada keluarga riwayat penyakit yang dialami
pasien seperti: apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
dan apakah keluarga mempunyai penyakit yang sama.
3.1.5
Riwayat penyakit
dalam keluarga
3.1.6
Riwayat trauma /
fraktur tulang
3.1.7
Riwayat radiasi
daerah leher dan kepala.
3.1.8
Pemeriksaan
fisik
a.
Breath (B1)
Gejala: nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal,
batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekensi/kedalaman
(pernafasan Kussmaul.
b.
Blood (B2)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi
Tanda: hipertensi (nadi kuat, edema jaringan, pitting
pada kaki, telapak tangan), disritmia jantung, pucat, kecenderungan
perdarahan.
c.
Brain (B3)
Gejala: penurunan daya ingat, depresi, gangguan tidur,
koma.,
Tanda: gangguan status mental, penurunan tingkat
kesadaran, ketidak mampuan konsentrasi, emosional tidak stabil
d.
Bladder (B4)
Gejala: penurunan frekuensi urine, obstruksi traktus
urinarius, gagal fungsi ginjal (gagal tahap lanjut), abdomen kembung,diare,
atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, oliguria, hiperkalsemia,
Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat
e.
Bowel (B5)
Gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan.
Tanda: distensi abdomen, perubahan turgor kulit,
kelainan lambung dan pankreas(tahap akhir), Ulkus peptikum
f.
Bone(B6)
Gejala: kelelahan ekstremitaas, kelemahan, malaise.
Tanda: penurunan rentang gerak, kehilangan tonus otot,
kelemahan otot,atrofi otot
3.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada
klien dengan hiperparatiroid antara lain :
a.
Risiko cedera
berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
b.
Kerusakan
eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap
hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
c.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan mual
d.
Konstipasi
berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran
gastrointestinal.
3.3
Intervensi Keperawatan
3.3.1
Dx : Risiko
terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti
yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologi.
Kriteria
hasil :
a. Pantau
faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
b. Mengembangkan
dan mengikuti strategi pengendalian resiko
c. Mempersiapkan
lingkungan yang aman
d. Mengidentifikasikan
yang dapat meningkatkan reiko cedera
e. Menghindari
cedera fisik
Intervensi :
a. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh.
R/karena klien rentan untuk mengalami fraktur
patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan
kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
b. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi
klien dengan hati-hati.
R/ perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
penekanan punggung dan memperlancar aliran darah serta mencegah terjadinya
dekubitus.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama
terjadi kelemahan fisik.
R/ kelemahan yang dialami oleh pasien hiperparatiroid
dapat mengganggu proses pemenuhan ADL pasien.
d. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
R/ aktivitas yang berlebihan dapat memperparah
penyakit pasien.
e. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti
cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan
posisi yang tiba-tiba.
R/ mencegah terjadinya cedera pada pasien dengan
hiperparatiroid
3.3.2
Dx : Perubahan
eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia
dan hiperfosfatemia.
Tujuan :
Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh
tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
Kriteria hasil:
a.
Mampu ke toilet secara mandiri
b.
Tidak ada infeksi saluran kemih
c.
Pola pengeluaran urine yang dapat
diperkirakan
d.
Eliminasi urine tidak terganggu
Intervensi :
a. Observasi
dan kaji eliminasi urine meliputi frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan warna
yang tepat.
b. Dapatkan
spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis dengan tepat
c. Instruksikan
pasien untuk merespon segera terhadap kebutuhan eliminasi urine.
d. Ajarkan
pasien untuk minum 200 ml cairan saat makan diantara waktu makan dan diawal
petang.
e. Informasikan
pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
3.3.3
Dx : Perubahan
nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
Tujuan :
Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan
oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan
ideal.
Kriteria hasil :
a.
Adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tujuan.
b.
Berat badan ideal seuai dengan tinggi
badan.
c.
Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi.
d. Tidak
ada tanda – tanda malnutrisi.
e. Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet
rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia.
b. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan
produk susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang
tidak menyenangkan.
c. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup
tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu.
d. Kolaborasi: Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu
perencanaan diet klien.
3.3.4
Dx : Konstipasi
yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran
gastrointestinal.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan oleh BAB
setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).
Kriteria hasil :
a. Mengeluarkan
feses tanpa bantuan
b. Mengkonsumsi
cairan dan serat yang adekuat
c. Latihan
dalam jumlah yang adekuat
d. Melaporkan
keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri.
Intervensi :
a. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan
pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.
b. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan
kondisi yang memungkinkan.
c. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet.
d. Kolaborasi : Dalam pemberian laksatif
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat
mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama mengatur
keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter),
paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat
mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme
apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih banyak dari
biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan kebalikan dari
hiperparatiroidisme. Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu
hiperparatiroid primer, hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier.
Perbedaan dari ketiga klasifikasi tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya.
Pada hiperparatiroid primer kadar kalsium meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH
juga menigkat, sedangkan hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya
hipersekresi hormon paratiroid sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium
yang terionisasi dalam darah..
4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan
pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan perawat harus
lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem metabolisme
yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena
penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan
yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Volume 2. Jakarta: EGC.
tanggal
24 Mei 2012, pukul 19.00WIB)
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana
Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, (Edisi 3), Jakarta:EGC.
(Online http://gerysky.wordpress.com/2009/04/11/askep-hiperparatiroidisme/ diakses tanggal 24 Mei 2012, pukul 19.10 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)