BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perawat adalah suatu profesi yang mulia,
karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani pasien yang sedang
menderita sakit. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan sepenuh
hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi oleh
klien, selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu
seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain,
ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku perawat. Saat
ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif.
Perawat menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi
perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi
klien, manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan
pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di
lingkungan kerja. Hal
tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003,
dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun
1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang
ada.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana Tugas dan
Fungsi Perawat dalam K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tugas dan fungsi
perawat dalam K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui pengertian K3
b. Untuk
mengetahui tujuan K3
c. Untuk
mengetahui ruang Lingkup K3
d. Untuk
mengetahui konsep perawat sebagai tenaga kesehatan
e. Untuk
mengetahui peran perawat dalam meningkatkan K3
f. Kebijakan
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global
BAB
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Menurut
Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/ masyarakat pekerja
beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau
mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit/ gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan
dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal
tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam
pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut,
maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan
tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan
dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja sama
dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a.
Sasarannya adalah manusia.
b.
Bersifat medis.
Sedangkan
keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a.
Sasarannya adalah
lingkungan kerja.
b.
Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan
kerja (atau sebaliknya) bermacam macam,
ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada
yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety
and Health.
|
2.2
Tujuan K3 (Kesehatan
dan Keselamatan Kerja)
Tujuan
umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat
dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a.
Agar tenaga kerja dan
setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b.
Agar sumber-sumber
produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
2.3
Ruang Lingkup K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Ruang lingkup hyperkes
dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a.
Kesehatan dan
keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan
aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
b.
Aspek perlindungan
dalam hyperkes meliputi :
1)
Tenaga kerja dari semua
jenis dan jenjang keahlian.
2)
Peralatan dan bahan
yang dipergunakan.
3)
Faktor-faktor
lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun social.
4)
Proses produksi.
5)
Karakteristik dan sifat
pekerjaan.
6)
Teknologi dan
metodologi kerja
c.
Penerapan Hyperkes
dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari
kegiatan industri barang maupun jasa.
d.
Semua pihak yang
terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung jawab atas
keberhasilan usaha hyperkes.
2.4
Peran
perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
American
Association of Occupational Health Nurses mendefenisikan perawat hiperkes
sebagai “Orang yang memberikan pelayanan medis kepada tenaga kerja”. Sedangkan
Departement of Labor (DOL) USA mendefenisikan sebagai “Orang yang memberikan
pelayanan medis atas petunjuk umum kesehatan kepada si sakit atau pekerja yang
mendapat kecelakaan atau orang lain yang menjadi sakit atau menderita
kecelakaan di tempat kerja.
Seorang
perawat hiperkes adalah seseorang yang berijazah perawat dan memiliki
pengalaman/training keperawatan dalam hiperkes dan bekerja melayani kesehatan
tenaga kerja di perusahaan.
Fungsi
seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan perusahaan
dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga
kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan. Perawat merupakan
satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan, maka fungsinya
adalah :
a.
Membantu dokter
perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di perusahaan.
b.
Melaksanakan program
kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi kesehatan kerja.
c.
Memelihara dan
mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan.
d.
Memelihara alat-alat
perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan perusahaan.
e.
Membantu dokter dalam
pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah disetujui.
f.
Ikut membantu
menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha menindaklanjuti sesuai
wewenang yang diberikan kepadanya.
g.
Ikut menilai keadaan
kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor pekerjaan dan melaporkan
kepada dokter perusahaan.
h.
Membantu usaha
perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai kemampuan yang ada.
i.
Ikut mengambil peranan
dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.
j.
Membantu, merencanakan
dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah sebagai salah satu dari segi
kegiatannya.
k.
Menyelenggarakan
pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.
l.
Turut ambil bagian dalam
usaha keselamatan kerja.
m.
Mengumpulkan data-data
dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.
n.
Turut membantu dalam
usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja.
o.
Memelihara hubungan
yang harmonis dalam perusahaan
p.
Memberikan penyuluhan
dalam bidang kesehatan
q.
Bila lebih dari satu
paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka pimpinan paramedis hiperkes harus
mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.
Menurut
Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry, beberapa fungsi specifik dari perawat hiperkes
adalah :
a.
Persetujuan dan
kerjasama dari pimpinan perusahaan/ industry dalam membuat program dan
pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan memberikan pemeliharaan /
perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada tenaga kerja
b.
Memberikan/ menyediakan
primary nursing care untuk penyakit -penyakit atau korban kecelakaan baik
akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk
kesehatan yang ada.
c.
Mengawasi pengangkutan
si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik atau ke kantor dokter untuk
mendapatkan perawatan / pengobatan lebih lanjut
d.
Melakukan referral
kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan follow up dengan rumah sakit
atau klinik spesialis yang ada.
e.
Mengembangkan dan memelihara
system record dan report kesehatan dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur
yang ada di perusahaan.
f.
Mengembangkan dan
memperbarui policy dan prosedur servis perawatan.
g.
Membantu program
physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-data
keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan referral yang
tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif.
h.
Memberi nasehat pada
tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj perantara untuk membantu
menyelesaikan persoalan baik emosional maupun personal.
i.
Mengajar karyawan
praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan memberikan motivasi untuk
memperbaiki praktek-praktek kesehatan.
j.
Mengenai kebutuhan
kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif dan menetapkan program
Health Promotion, Maintenance and Restoration.
k.
Kerjasama dengan tim
hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan bagaimana untuk peningkatan
pengawasan terhadap lingkungan kerja dan pengawasan kesehatan yang terus
menerus terhadap karyawan yang terpapar dengan bahan-bahan yang dapat
membahayakan kesehatannya.
l.
Tetap waspada dan
mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan kerja yang ada dalam
menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan dalam bidang hiperkes ini.
m.
Secara periodic untuk
meninjau kembali program-program perawatan dan aktifitas perawatan lainnya demi
untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan serta efisiensi.
n.
Ikut serta dalam
organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan paramedic hiperkes,
dan sebagainya.
o.
Merupakan tanggung
jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting adalah mengikuti kemajuan
dan perkembangan professional (continues education).
Menurut
American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup pekerjaan
perawat hiperkes adalah :
a.
Health promotion /
Protection
Meningkatkan
derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja akan paparan zat
toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan perilaku yang
berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.
b.
Worker Health / Hazard
Assessment and Surveillance
Mengidentifikasi
masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis pekerjaannya .
c.
Workplace Surveillance
and Hazard Detection
Mengidentifikasi
potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Bekerjasama dengan
tenaga profesional lain dalam penilaian dan pengawasan terhadap bahaya.
d.
Primary Care
Merupakan
pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan kecelakaan pada tenaga
kerja, termasuk diagnosis keperawatan, pengobatan, rujukan dan perawatan
emergensi.
e.
Counseling
Membantu
tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan membantu untuk
mengatasi dan keluar dari situasi krisis.
f.
Management and
Administration
Acap
kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab pada progran
perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan manajemen.
g.
Research
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.
h.
Legal-Ethical
Monitoring
Paramedis
hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan kesehatan pada
tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga kerahasiaan dokumen
kesehatan tenaga kerja.
i.
Community Organization
Mengembangkan
jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga kerja. Perawat hiperkes
yang bertanggung-jawab dalam memberikan perawatan tenaga kerja haruslah
mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan atau dokter yang ditunjuk
oleh perusahaan. Dasar-dasar pengetahuan prinsip perawatan dan prosedur untuk
merawat orang sakit dan korban kecelakaan adalah merupakan pegangan yang utama
dalam proses perawatan yang berdasarkan nursing assessment, nursing diagnosis,
nursing intervention dan nursing evaluation adalah mempertinggi efisiensi
pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya.
Perawat
hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan praktek-praktek
standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui program
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu membantu karyawan /
tenaga kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
2.5
Kebijakan
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global
a.
Dalam bidang
pengorganisasian
Di
Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen; departemen Kesehatan dan departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada
Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
1)
Direktur Pengawasan
Ketenagakerjaan.
2)
Direktur Pengawasan
Norma Kerja Perempuan dan Anak.
3)
Direktur Pengawasan
Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit :
a)
Kasubdit mekanik,
pesawat uap dan bejana tekan.
b)
Kasubdit konstruksi
bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir.
c)
Kasubdit Bina
kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan.
4)
Direktur Pengawasan
Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit :
a)
Kasubdit Kesehatan
tenaga kerja.
b)
Kasubdit Pengendalian
Lingkungan Kerja.
c)
Kasubdit Bina
kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada
Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam
upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih
pada sasaran sektor Informal
b.
Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah
dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
1)
UU No 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
2)
UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
3)
KepMenKes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri.
4)
Peraturan Menaker No
Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
5)
Peraturan Menaker No
Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
6)
Peraturan Menaker No
Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga
Paramedis Perusahaan.
7)
Keputusan Menaker No
Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan
dan Penyakit Akibat Kerja.
c.
Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah
membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3
pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
1)
Diploma 3 Hiperkes di
Universitas Sebelas Maret.
2)
Strata 1 pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan K3
FKM UI.
3)
Starta 2 pada Program
Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada
beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga
ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus
mempelajari K3.
2.6
Pengorganisasian
a. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Kerja
Dilaksanakan oleh SDM yang memiliki kompetensi kesehatan
kerja :
1) Dokter kesehatan kerja :
a)
Permennakertrans
No. Per. 01/Men/1976 ….. Dokter perusahaan wajib pelatihan hiperkes & KK.
b)
UU
No. 1/ 1970 pasal 8, Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 …. Dokter pemeriksa
kesehatan TK, dibenarkan oleh direktur.
c)
Permennakertrans
Per. 03/Men/1982…..dokter pemeriksa kesehatan TK sebagai dipimpin &
dijalankan (penanggung jawab) PKK.
2) Paramedis Perusahaan : Permennaker No. 01/1979 .. Wajib Latihan Hyperkes.
3) Petugas P3K
4) Petugas Penyelenggara Makanan di Tempat Kerja :
b. Sarana Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja di
Perusahaan
No
|
Jenis Sarana
|
A.
|
SARANA DASAR :
|
1
|
Ruangan :
a.
Ruang tunggu
b.
Ruang periksa
c.
Ruang/almari obat
d.
Kamar mandi dan WC
|
2
|
Perlengkapan Medis :
a.
Tensimeter dan stetoskop
b.
Termometer
c.
Sarung tangan
d.
Alat bedah ringan (minor set)
e.
Lampu senter
f.
Obat-obatan
g.
Sarana/ Perlengkapan P3K
h.
Tabung oksigen dan isinya
|
3
|
Perlengkapan umum:
a.
Meja dan kursi
b.
Tempat tidur pasien
c.
Wastafel
d.
Timbangan badan
e.
Meteran/pengukur tinggi badan
f.
Kartu status
g.
Register pasien berobat
|
1
2
3
4
|
Sarana Pelindung
a.
Alat Pelindung Diri (APD)
b.
Alat evakuasi : tandu, ambulance/ kendaraan pengangkut korban, dll.
c.
Peralatan penunjang diagnosa : spirometer, audiometer dll.
d.
Peralatan pemantau/pengukur lingkungan kerja : sound level meter, lux
meter, gas detector dll.
|
c. Pelayanan Kesehatan Kerja di Perusahaan
No.
|
Pelayanan
|
Keterangan
|
1.
|
Pelayanan kesehatan preventif dan promotif
|
· Pembinaan kepada tenaga kerja minimal 1 bulan sekali
· Pengawasan dan pembinaan lingkungan kerja minimal 2
bulan sekali
|
2.
|
Pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif
|
· Memberikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif selama
hari kerja dan selama ada shift kerja dengan 500 orang tenaga kerja atau
lebih
· Pelayanan oleh dokter perusahaan setiap hari kerja
· Pelayanan oleh paramedis/ perawat dapat dilakukan untuk
shift kerja ke-2(dua) dan seterusnya.
|
d. Pelayanan Kesehatan Kerja Melalui Kerjasama di Luar
Perusahaan
No.
|
Jumlah Tenaga Kerja
|
Cara Penyelengaraan
|
1
|
> 1000 orang
|
· Hanya untuk pelayanan yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif serta rujukan
|
2
|
500 s.d 1000 orang
|
· Pelayanan kesehatan preventif dan promotif melalui
kunjungan perusahaan minimal setiap 1(satu) bulan sekali
· Pelayanan kuratif dan rehabilitatif serta rujukan
diberikan setiap hari kerja dan selama ada shift kerja dengan 500 orang
tenaga kerja atau lebih
|
3
|
200 s.d 500 orang
|
·
Pelayanan kesehatan preventif dan promotif melalui kunjungan
perusahaan minimal setiap 3(tiga) bulan sekali
· Pelayanan kuratif dan rehabilitatif serta rujukan
selama jam kerja
|
4
|
1 s.d 200 orang
|
· Pelayanan kesehatan preventif dan promotif melalui
kunjungan perusahaan minimal setiap 6(enam) bulan sekali
·
Pelayanan kuratif dan rehabilitatif serta rujukan selama jam kerja
|
e.
Syarat
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja Permenaker No. 03 tahun 1982
1)
Diselenggarakan oleh lembaga/organisasi K3 bidang
kesehatan kerja.
a)
Pelayanan Kesehatan Kerja (Permennakertrans No. Per.
03/Men/1982)
(1)
Poliklinik /
RS perusahaan .
(2)
Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan lain
(pemerintah/swasta).
(3)
Pelayanan keehatan kerja dilakukan bersama-sama oleh
beberapa perusahaan.
b)
PJK3 Bidang Kesehatan Kerja (Permenaker No. Per.
04/Men/1995
f. Personil Kesehatan Kerja
1)
Dokter Perusahaan :
dokter yang ditunjuk atau bekerja di perusahaan yang
bertugas menjalankan pelayanan kesehatan kerja termasuk higiene/sanitasi serta
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan
2)
Dokter Pemeriksa
Kesehatan Tenaga Kerja : dokter yang ditunjuk
oleh pengusaha yang telah mengikuti training hiperkes dan dibenarkan/mendapat
pengesahan oleh Direktur Jenderal BINAWAS-DEPNAKER.
3)
Paramedis
Perusahaan : tenaga paramedis yang ditunjuk atau
ditugaskan untuk melaksanakan atau membantu penyelenggaraan tugas-tugas higiene
perusahaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan atas petunjuk dokter
perusahaan.
2.7
Alur Kegiatan
2.8
Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi
Tenaga Kesehatan dan Pencegahannya.
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja
Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal
umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus
menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan
kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien
salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dan
lain-lain).
a.
Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan
Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten,
terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber
dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi
nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis
kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter
yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah
yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
1)
Seluruh pekerja harus
mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2)
Sebelum bekerja
dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani,
punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan
imunisasi.
3)
Menggunakan desinfektan
yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
4)
Sterilisasi dan
desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara
benar.
5)
Pengelolaan limbah
infeksius dengan benar.
6)
Menggunakan kabinet
keamanan biologis yang sesuai.
7)
Kebersihan diri dari
petugas.
b.
Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang
sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika,
demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik,
desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau
lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan
yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika
tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut
atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1)
”Material safety data
sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh
petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
2)
Menggunakan karet isap
(rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan
terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
3)
Menggunakan alat
pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium)
dengan benar.
4)
Hindari penggunaan
lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5)
Menggunakan alat
pelindung pernafasan dengan benar.
c.
Faktor Ekonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan
seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang
setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara
populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and
to fit the Man to the Job. Sebagian
besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam
posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya
tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan
dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam
jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
d.
Faktor Fisik
Faktor
fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
1)
Kebisingan, getaran
akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian
2)
Pencahayaan yang kurang
di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3)
Suhu dan kelembaban
yang tinggi di tempat kerja
4)
Terimbas
kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi.
5)
Khusus untuk radiasi,
dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat
tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawat adalah suatu profesi yang mulia,
karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani pasien yang sedang
menderita sakit. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan sepenuh
hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi oleh
klien, selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu
seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain,
ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku perawat.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi
dalam ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/ masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/ gangguan-gangguan kesehatan
yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap
penyakit-penyakit umum.
3.2 Saran
Perawat mengetahui fungsi dan peran
seorang perawat dan disarankan berkerja dengan memperhatikan fungsi dan
perannya tersebut.
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar
Keperawatan. Yogyakarta. Fitramaya.
Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada
Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.
Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat.. :)